Wednesday, March 01, 2006

Merbabu-Merapi 16-19 Juli 2005 Episode dua jam? Dua jaaaam???

From: "ariesnawaty" Date: Fri Jul 29, 2005 11:16 pm Subject: Merbabu-Merapi 16-19 Juli 2005 Episode dua jam? Dua jaaaam???
ariesnawaty Offline Send Email
Yang belum liat foto, monggo bisa dilihat di
http://photos.yahoo.com/ariesnawaty
Sampe di puncak. Sayang, kabut menutup pandang. Padahal, kalau cuaca
cerah, kami bisa memandang *eye to eye* dengan Merapi. But it's OK.
No problemo. Paling enggak sudah memuaskan rasa ingin tahu kami akan
puncak sejati Merbabu. Sejam lamanya kami ada disana. Dan kemudian
turun. Rencananya, akan turun melalui jalur Selo.
"Paling turun 2 jam, kita udah nyampe kok!" kata Joe santai.
Ika menoleh tajam *setajam silet*
"Dulu, kamu lari ya? Daypack?"
aku, Age dan Haris ikut-ikutan menatapnya dengan tajam.
Nggak muuunggkiiiinnnnn !!!!! nggak percayaaaaa!!!!! Sangsiii!!!
Apa yang terjadi ?
[delapan belas jam kemudian]
Pagi-pagi. Diatas ketinggian 1600 mdpl. Di basecamp dukuh Tritis. Di
kediaman Pak Amat.
[ketua RW setempat. Rumahnya bener-bener berupa tipologi rumah jawa.
Adeeeeem sekali. Dengan jendela yang kecil-kecil. Dan lantai semen.
Kami menempati rumah yang sebenarnya dipakai untuk menyimpan satu set
gamelan. Berseberangan dengan kumpulan gamelan ini, tergelar tikar
tempat kami tidur semalam]
Aku masih bergelung didalam sleeping bag. Masih ngantuk euuy!
Sambil mengguncang-guncangkan kakiku *yang terjulur jauh melewati
tikar* Age membuka salam :
"Kata Pak Amat. Kalo ada yang nyasar, yaa.. nyampenya ya di Tritis
ini!"
Dengan nikmatnya ia menghirup teh panas dan mengigit gula batu. Pada
waktu yang bersamaan, Haris sedang menikmati rokoknya. Sementara Ika
sudah menghilang *hunting foto*.
"Haiyyaaaa!!!" aku terlompat.
Pantesaaaan. Kemaren, kok lamaaaa banget. Lebih dari 7 jam turun.
Maksud hati pengen turun via selo. Apa daya? Kami melambung terlalu
jauh.*Sudah takdir kali ya, dari kemaren kerjaannya ngiderin Merbabu!*
Walau sepanjang jalan turun, Gunung Merapi, New Selo, dan menara
pemancarnya jelas banget terlihat dari punggungan Merbabu. Tapi jalur
terus 'membuang' ke kanan. Jauh lebih jelas daripada jalur yang
kekiri. For sure,jalurnya panjaaaaaaaannng sekali. Beberapa kali
pindah punggungan.
[sobbing]
Akhirnya, kerlip lampu penduduk mulai terlihat. Age yang berjalan
didepan berteriak histeris. "lampu! Lampu!!!"
Yeee.. semua juga tau!
Haris yang berjalan tertatih-tatih di belakangnya *catat: lutut
kanan, bekas cedera waktu masih muda. Makluuumm veteran. Pletaaaak!!!
Aduh Ris.Ampuuun!!* Dengan tongkat kayu di tangan kanan dan kiri. Ia
mengucap syukur sambil menangkupkan kedua belah tangannya.
"Si buta dari goa hantu aja tongkatnya cuma satu. Kalo saya?
Tongkatnya ada duaaaaaaa" bener-bener nggak nyambung.
Berdua mereka mendiskusikan, lampu mana yang paling terang. Ada 3
lampu neon yang terang banget. Dengan asumsi itu, sudah dipastikan.
Tanda-tanda kehidupan sudah nampak. Desa terdekat sudah ditangan.
Ika, aku dan Joe yang berbaris dibelakangnya, berperan sebagai
pengamat.*Kita lihat saja drama di depan ini. Endingnya seperti apa.
Hehehehe.*
Tiba-tiba, Age dan Haris berseru-seru. Nadanya penuh dengan
kekecewaan. Kehampaan dan keputus-asaan. "Lho? Kok hilang? Mana
lampunya? Manaaaaaa?!!!"
Karena tiba-tiba gelap. Lampu rujukan tidak lagi terlihat. Dan selama
hampir 2 jam berikutnya, mereka berdua diam membisu. Hingga
akhirnya, menyadari kebodohan masing-masing. Hehehe...lampunya
dimatiin orang toh! Pantes!
[end of lamunan]
"Ries!" kata Joe. "Udah di tunggu di depan, tuh! Kita foto bareng sama
keluarga Pak Amat yaaa?"
Aku tersenyum. Menyusul Joe, Ika, Haris dan Age yang sudah siap
bergaya. Bersama Pak Amat, Bu Amat, Mas Budi + anak Istri. Berikut
tetangga kanan, kiri depan dan belakang. Kami berbaris di teras
depan. Dan nyengir bareng :
" Saaay Cheeeeesee!!!!"
Serpong,
29 Juli 2005
[sore itu juga, perjalanan kami teruskan ke gn. Merapi. Naik dan
turun via Selo. Haris, pamit untuk pulang kembali ke Jakarta. Kami
berempat lanjuuut! Walau status Merapi yang masih waspada, tapi
berdasar info di basecamp Selo, masih aman untuk didaki. Selama
pendakian naik dan ketika kami turun keesokan harinya, sama sekali
tidak berjumpa dengan pendaki lain. Pasar Bubrah yang biasanya ramai,
kini sepi]

No comments:

 
;