Thursday, July 31, 2008

kisah si kolor ijo (de comics)




Saya punya lingkaran sendiri untuk temen-temen ngobrol. Deketnya udah kayak keluarga aja deh. Kadang-kadang ketawa haha hihi rame-rame. Kadang-kadang ‘musuhan’.Sebel. Marahan. Tapi baikan lagi.

kami masih telpon-telponan, chatting dan. sms-an. Kadang-kadang saling berkunjung ke rumah, atau mendadak ngumpul karena ada yang ditodong ultah atau malah kemping dan naek gunung bareng. Tapi yang paling sering sih… ngobrol one liner melalui email.

Ngobrol OOT biasanya. Nggak jelas kesana kemari. Kadang, dalam sehari inbox penuh dengan email-email nggak jelas itu. Malah sering muncul spin off-nya. Dari satu subjek sering berkembang menjadi beberapa subject (yang tentunya masih tetap berada di jalur OOT)

Tapi herannya kok selalu dirindukan hihihihi….Soalnya kalo lagi bete, itu obat yang paling mujarab bagi kami untuk kembali ceria.Seperti kisah ini misalnya.


Serpong. 31 juli 2008, 12:38 (dari email-email itu. Saya rangkum dalam bentuk komik :D)


Salam manis selalu untuk kaliaaan : Chipi, kris, winda, wangsa, nani, dwi,novi, dotten, joko, deasy, tinoy, bongkeng, vera, enoy, heri, suwasti, taufan, cahyo, ical

Thursday, July 24, 2008

(dari Balada si Roy hingga) the journey from Jakarta to Himalaya

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:gola gong
Malam itu kami –saya dan joko- ada di Kober, Depok. Nganterin David ke kontrakan tempat tinggal Dotten dan Iman saat ini.  joko tertarik dengan game yang sedang dimainkan Iman pada kompie-nya. Sementara  David langsung terlibat pembicaraan seru dengan Dotten.

Saya yang duduk tak jauh dari mereka berdua, menimpali sesekali. Buku yang tadi tergeletak di meja Iman menarik minat saya. Penulisnya Gola Gong. Masih inget kan? Penulis kisah Balada Si Roy yang pernah saya baca dulu. Sudah lama sekali rasanya dan saya nggak pernah baca bukunya lagi.

Seperti kebiasaan saya, baca sekilas secara acak. Judulnya The Journey : from Jakarta to Himalaya. Tapi kemudian malah bergerak hingga halaman pertama, disusul halaman kedua. Seru juga…

Saya *mupeng pengen mbaca* : “Maan… udah selesai kamu baca?”
Iman *sempat ragu*: “udah”
Saya *nggak tau malu hihihi* : “Pinjem yak?”
Iman *histeris*: “Tapi balikin yaaa”
Saya *tambah agresif* : “Ya iiyyaaaaaalaaah…masa ya iyaaaaaa… doooon”
Iman *jadi curhat*: “Soalnya banyak yang minjem, nggak pernah balikin”
Saya *janji pramuka* : “pasti aku balikin maaaaan!”

Soal pinjam meminjam buku itu memang sensitif sekali deh. Saya bisa merasakan kegusarannya. Lha wong saya juga paling sebel kalo ada orang pinjem buku tapi nggak dikembalikan. Kadang-kadang, itu buku lama yang nggak dicetak ulang lagi. Sebel kan?

Ah… saya memang bawel kalau sudah berurusan dengan buku.  

Nah.. kembali ke soal buku. Buku ini mengisahkan catatan perjalanan Asia-nya medio 1991-1992 lalu. Sembilan bulan nge-backpack menyusur Malaysia, menyeberang ke Thailand, melintas Laos, Bangladesh, India, Pakistan dan Nepal.  Budget mepet nggak menyurutkan ia untuk terus berjalan ke arah matahari tenggelam. 

Saya jadi ikut merasakan chaosnya jalanan di Dhaka. Berendam di sungai Gangga. Nebeng mobil menuju Golden Triangle yang kaya akan opium itu. Merasakan euphoria penonton film India di bioskop-bioskop mereka. Terperangah melihat Kathmandu. Menyepi di Pokhara dan tiap hari naik ke atap untuk duduk menikmati puncak salju Annapura atau sakit pinggang akibat ingin merasakan camel safari di Rajasthan. Termasuk nyaris dijebak oleh lelaki homo di Pakistan. Duh!

Membaca buku ini saya melihat seorang Gola Gong yang sekarang. Yang semakin religius dan jauh lebih dekat dengan keluarga dan rumah. Bisa kangen rumah juga. Bisa homesick juga. Tidak menggelegak seperti si Roy. Mungkin juga karena masa itu adalah masa muda yang masih penuh dengan ‘amarah’ dan jiwa yang tak ingin terikat akan sesuatu.

Lagi-lagi ini khayalan tingkat tinggi. Andai Balada si Roy di buat mini seri tv., pasti seru juga ya. Kalau saya jadi tim casting, mungkin saya akan memanggi Januarisman *idol 2008* untuk ikutan casting. Kayaknya dia cocok deh jadi tokoh si Roy.


Serpong 24 juli 2008 10:03 *tapi akhirnya bukunya bisa dipinjem juga  baca santai on off selesai dalam 2 hari*

Catatan :
model mpus koko n mpus Joni
mengenai gola gong : keluarga pengarang  atau disini gola gong  
lha? Balada si Roy ada e-booknya juga : balada si roy

Monday, July 21, 2008

pippy yang lagi sebel setengah mati

Pantes aja Pippy sebel setengah mati kepada Mboy. Bayangin aja. Ketiga anak Mboy –MIMIN KIKI KOKO- yang hari ini genap berumur lima bulan masih aja menyusu kepada Pippy.

For your information ya. Si Joni aja yang notabene anak kandung si Pippy nggak sibuk-sibuk amat harus nyusu. Dia sih ngerasa udah gede. Hanya kadang-kadang aja kalo manjanya lagi dateng. Miau-miau minta jatah susu kepada induknya.

Jadi kalau Mboy mampir untuk makan siang, cakar miau Pippy yang segede tampah itu akan melayang langsung ke wajah mpus Mboy. Atau kalo lagi iseng. Buntut si Mboy ia colek-colek dari atas meja. Mboy sih cinta damai. Ia nggak berani membalas Pippy. Mungkin juga karena merasa bersalah kali ya. Meninggalkan ketiga anaknya di rumah untuk diasuh Pippy.

Tapi sebenernya salah siapa sih? Kucing umur lima bulan itu kan seharusnya udah disapih dari induknya. Badannya aja sudah hampir sebesar ibunya. Lihat aja kalau mereka bergelayut manja kepada Mboy dan pengen minum susu. Pasti diusir dan didorong jauh-jauh.

Mungkin juga MIMIN-KIKI-KOKO kehilangan figur ibu yang dulunya biasa mengajak mereka berpetualang hingga ujung blok sebelah sana. Latihan survival, menangkap tikus dan capung, memanjat pohon dan mengejar-ngejar ibu-ibu penjual ayam untuk mengemis kepala ayam tentunya.

Eh.. tapi ngomong-ngomong, seneng nggak ya punya ibu kedua di rumah ini? Pippy itu memang kucing rumahan. Nggak pernah main jauh-jauh dari rumah. Beda dengan si Mboy yang hobinya dugem dan berpetualang sepanjang hari.  Apalagi Pippy itu paling rajin mandi kucing dan membersihkan kuping ketiga kucing ABG ini. Sering kali saya temukan mereka berlima tidur berdampingan dengan damai di bawah jendela kamar depan.

Asyik kali yaaa….


Serpong, 21 Juli 2008 12:21 (sebentar lagi makan siyang rame2)

Saturday, July 19, 2008

dua belas tahun lalu ada di Baduy… ya ampuuun.. udah lama banget ya?

Pernah denger mitos ini nggak. Kalo angkatan genap cocoknya jalan bareng dengan angkatan genap juga. Hmmm.. bingung ya? Begini. Jaman saya kuliah dulu. Saya pernah denger mitos ini. Jadi misalnya : angkatan 90 -setelah ditilik-tilik- ternyata temen-temen maennya ada di angkatan 88, angkatan 92 atau angkatan 94.

Ini foto saya dua belas tahun lalu. Ya ampuuun.. udah lama banget ya? Bisa dilihat foto keluarga yang kami buat ini. Jangan salah kira, ini foto yang kami buat ketika dalam perjalanan pulang menuju Ciboleger. Lengkap dengan ayam jago yang lagi lewat.

Ah.. coba perhatikan kostumnya deh. Itu waktu jamannya kemeja flannel lagi jadi primadona. Tshirt bergambar tigger dan topi-topi yang culun. Aaaaah…

Waktu itu ada 16 orang yang pergi. Dua orang dari angkatan 90; empat orang dari angkatan 92 dan sisanya 10 orang dari angkatan 94. Tuh.. bisa dilihat kan? Walo beda angkatan.. yaaah.. kami sih temen maen.

Dan saat itu adalah kali kedua saya berkunjung kesana. Kami menginap di Cikertawarna. Seinget saya, rasanya dulu perjalanan ini begitu lama. Selain jalan menuju Ciboleger yang rusak parah. Ditambah pula perjalanan dari Bandung menuju Rangkasbitung via bus yang harus muter-muter dulu melalui Bogor, Jakarta dan Serang. Total trip 4 hari perjalanan deh.

Bagi saya, trip waktu itu menyenangkan sekali. Walau sebelumnya sempat ragu ikut akibat trauma. Trip sebelumnya buat saya tidak begitu sukses. Tapi nanti akan saya ceritakan deh kenapa sebabnya.



Serpong, 25 juni 08 (baru sempet di posting hari ini 18 juli 2008 16:30 semua mpus lagi pada ngumpul nunggu makan malem)

Friday, July 18, 2008

di pangrango.. kami bercakap sepanjang malam




Begitulah, kami bercakap sepanjang malam: berdiang pada
    suku kata yang gosok-menggosok dan membara.
    “Jangan diam, nanti hujan yang mengepung kita akan
    menidurkan kita dan menyelimuti kita dengan kain
    putih panjang lalu mengunci pintu kamar ini!”
Baiklah, kami pun bercakap sepanjang malam: “ Tetapi begitu
cepat kata demi kata menjadi abu dan mulai beter-
bangan dan menyesakkan udara dan …”

sajak, 1 sapardi djoko damono 1973


Serpong, 18 juli 2008

-sebuah perjalanan panjang menuju Pangrango 12-13 juli 2008, thanks to : Suwasti Dewi Anitasari, Kris Hartanto n Taufan Hidayat juga temen-temen yang kebetulan naek bareng : Enoy, Bongkeng, Heni dan Mbak Utari plus Abah dan Wahyu-

Thursday, July 17, 2008

Kado untuk Joni

Masih inget si Imut? Kucing pak RT yang selalu jadi public enemy di rumah ini? Hmmm… kalo belum, coba deh segarkan kembali ingatan kalian disini. (mpus pak RT)

Gara-gara kucing itulah, saya jadi kenal dengan Anggi.  Putri sulung pak RT yang sekarang baru saja naik ke kelas empat SD.

kini ia menjadi salah satu sahabat kecil saya di komplek ini. Ngobrol di depan pagar rumah atau saling berkunjung ke rumah masing-masing *yang hanya berjarak dua rumah sadja*

Seringnya sih, kalau pagi sebelum ia berangkat sekolah, bersama adik laki-lakinya yang berumur empat tahun, berpegang di pagar depan dan menempelkan hidungnya disana.

“Tanteee….. boleh maen sama empus?”
“hahaha.. yaoloooo.. tentu sajaaaaa”

Dan dimulailah perburuan mpus untuk digendong dan disayang-sayang. disela-sela rutinitas pagi saya –minumkopi, nyucibaju, nonton tv dan beres-beres rumah- kami sering bertukar kabar mengenai tingkah mpus masing-masing.

Tanya jawab ringan lah. seperti : “Tante.. apa sih, ciri-cirinya kalo kucing itu sakit?’ atau “Tante.. gimana caranya motong kuku kucing ya?’ Nah.. si tante yang fungkeh ini, tentunya akan pontang-panting setengah mati mencari info.

Kadang-kadang, jika saya harus pergi satu-dua hari dari rumah. Saya titipkan kunci rumah dan mpus-mpus ini kepadanya. Dengan uang jajan atau oleh-oleh tentunya. Minimal, ada orang yang membantu memberi makan dan mengajak kucing bermain. Walau pada kenyataannya, saya juga merepotkan bu RT yang rupanya membantu Anggi memberi makan ke enam kucing di rumah ini

Suatu hari di tengah obrolan kami saya nggak sengaja cerita kalau besok adalah hari ulang tahun mpus Joni. Ultah ke tiga bulan sih. Nah, yang tidak saya duga. Keesokan malamnya, saya temukan gulungan kertas berpita merah, ada di halaman rumah.

Selamat hari
Ke-3 bulannya
JONI & JOJON

salam
dari
Anggita Rahayu


Terharu saya. Ihiks!

Serpong, 9 juli 2008 19.10 (saya yang lagi terharu )

I MISS U HANY

ini sebuah epilog :

“I miss u hany!” katanya. Pelan sekali ia ucapkan. Di tengah deru motornya dan riuh kendaraan di sekitar kami.

“I miss u too.. ”senyumku mengembang. Kudekap ia dari belakang. Penatku akibat terhimpit selama dua jam di dalam kereta ekonomi lenyap seketika.

Di sore yang redup itu, antara Sudimara menuju Serpong.

Serpong, 15 juni 2008 *waktu pulang dari rangkasbitung; hany = honey. madu. gula-gula. manis. panggilan sayangnya untukku*

kisah sebelumnya : mijooon...mijooon

Wednesday, July 16, 2008

trip baduy 14-15 Juni 2008 episode : “MIJOOOOON…MIJOOOOON*

*maksudnya mizone (minuman berenergi yang katanya bisa menggantikan ion tubuh itu lho) oiya kisah sebelumnya bisa dibaca disini yaaaa.... WHO SCRATCHES AT THE BLUE SKY

CIBOLEGER
Tempat kami ngebase disini semacam hall memanjang dengan dinding tembok semester ditambah kawat ayam hingga plafon.

Di tengah-tengah ruangan ada meja dan kursi panjang untuk duduk. Di sisi lain ada toko souvenir, warung nasi dan agak ke bawah sana ada jajaran kamar mandi dan toilet.  Cukup bersih kok. Lumayan buat menumpang mandi. Kami makan siang sejenak. Minum kopi dan es teh manis. Segerrrrrr…!!!

Dan ketika kami pamit hendak pulang. Teman baduy kami bilang :

 “nggak bisa kasih apa2.. hanya ini”

Ah.. kami terharu. Satu kantong plastik kecil berisi gula aren. aku tak bisa berkata-kata lagi. Kesederhanaan mereka membungkamkan hatiku. Nggak nyangka aja. Dapet hadiah ini. Hari ini juga mereka akan kembali ke Cibeo.

TERMINAL CIBOLEGER
Terminal Ciboleger ini hanya beberapa puluh langkah dari warung tadi.

Berupa lapangan luas persegi empat. Di keempat sisinya terdapat lapak-lapak tempat berjualan souvenir khas baduy.

Tepat di tengah lapangan ada satu tugu selamat datang di Ciboleger.

Pasti kalian akan ingat. Soalnya tugu ini ada patung satu keluarga besar bapak, ibu dan dua anak. *mungkin sekalian kampanye program KB*

Nah, di salah satu sisi lapangan ini ada jalan semen berupa trap tangga menuju atas. *itu arah datang kami barusan* menuju baduy.  Dan disana sudah berjajar kendaraan elf menuju Rangkasbitung. Oiya, jangan lupa elf disini maksimum hanya ada sampai jam 15.00 sore.

Sopir angkot yang kemaren janji untuk datang menjemput kami, ternyata ingkar janji.  Taufan sudah sebel aja. Bolak-balik sopir itu ditelpon tapi nggak diangkat.  

Nggak cuma kamu, Fan.  Aku juga sebel.  Pertama, karena ingkar janji.  Kedua, karena udah terlanjur di tambah tips Rp 25,000 kemaren. grrrrrrrh! Terlalu! *ini yang namanya nggak ikhlas kali ya? *

Tapi nggak apa-apa kok. Daripada harus mencarter lagi Rp 175,000 mendingan naek elf yang ongkosnya Rp 15,000 per orang. Betul nggak?

MENUJU RANGKASBITUNG
Perjalanan dari Ciboleger menuju Rangkasbitung hanya sekitar 1 jam. Walau jalan Berkelok-kelok dan menurun, tetapi pasti. Jauh lebih cepat sih, mungkin karena jalannya sudah nggak rusak seperti dulu. Aspalnya sudah mulus.

Jam tiga sore, Elf yang kami tumpangi berhenti tepat di Stasiun Kereta Rangkasbitung. Bukan dari pintu depan stat. sih. Tapi dari belakang. Jadi kami harus berlari-lari menyeberang jajaran rel kereta api dulu.  

Kereta yang menuju JaKarta baru saja berangkat. Pas banget begitu aku menjejakkan kaki ke tanah.  

Tapi masih ada kereta terakhir yang menuju Jakarta. Hanya, kali ini tujuan akhirnya hanya sampai stasion Tanah Abang. Kereta pukul 15.58 sore. *kalo nggak salah*

 Ada satu rombongan lagi yang bersama kami di dalam elf ini. Sama-sama menginap di Cibeo semalam. Dari Jakarta, ber delapan. Sama-sama ngantri beli tiket kereta api. Dan sama-sama berhimpitan menumpang kereta ekonomi yang penuh ini menuju Jakarta.

catatan : Aku salah kira. Aku pikir, karena trayeknya Rangkas-Jakarta. Seharusnya kereta kosong dari Rangkas. Betul nggak? Tapi ternyata buuuuu….. kok penuh. Ngisi penumpang dari mana yak?

aku bersyukur bisa dapet tempat duduk. Taufan dan Sondang malah harus berdiri terus sampe stasiun Cisauk. Aku duduk menghadap lorong. Posisi siaga. Duduk di seperempat kursi. *bayangin tuh!* Bangku untuk berdua, diisi bertiga atau malah berempat.*berempat kalo anak-anak yaa.. percaya aja diboongin * Aku berusaha menciutkan tubuh. Sambil memegang kendi labu milik Taufan. *remember?*

Namanya juga kereta terakhir. Setiap stasiun, pasti nambah penumpang. Yang penting… terangkuuuuuuut!!!!!

“Mijoooooon.. mijooooooon” (maksudnya mizone )

“Assalamualaikuuuuuum” (yang mencari sumbangan)

“bukunyaaa.. bukunyaaa…. TTS ? TTS? (untuk mengabaikan orang yang duduk di sebelahmu)

“kopi panas..kopi panas” (yang bener aja mas? Hari yang gerah iniiiih?)

“jepitan rambut, asesoris.. jepitaaaan" (dan displaynya yang segede papan triplek itu menempel di hidungku)

“Duh Biyuuuuuuuung”

Aku pasrah.


-selesai- Serpong 25 juni 2008 10:16 (gara-gara nggak bisa onlen. Yang penting, ditulis duluuu)

catatan :

Kereta ekonomi Jakarta Kota – Rangkasbitung 2,5 jam @Rp 4,000
Angkot ke terminal bus Mandala Rangkas
elf  trayek Rangkasbitung-Parigi (turun di Simpang Koranji)  2 jam @ 25,000
ojek menuju Nanggerang 15 menit @ 15,000 (kalo jalan kaki kurang lebih sekitar. 2,5 jam)
trekking menuju Cibeo 1,5 jam

cibeo – ciboleger (short cut, tidak melalui jalur Gajeboh) 3 jam
elf  trayek Ciboleger – sta. kereta Rangkasbitung  1,5 jam @15,000
kereta ekonomi Rangkasbitung – Jakarta Kota @ Rp 4,000

baju kurung putih/ hitam made in baduy dalem : Rp 80,000
Selendang panjang made in baduy dalem : Rp 50,000
tas koja  *ukuran variatif* Rp 30,000- 50,000
tas koja kecil Rp 30,000
gelang  *tergantung bahannya*Rp 2,000-Rp 5,000
madu *satu botol* Rp 15,000-25,000

perlu diingat :
kereta terakhir dari Rangkas menuju Jakarta jam 16.00 sore. Hanya sampai Stat. Tanah Abang
minum kopi di warung Pa Hanna Nanggerang (untuk 6 orang) Rp 6,000
makan siang di Ciboleger (untuk 8 orang) Rp 53,000


next story : i miss u hany

Tuesday, July 15, 2008

Toekang photo tempoe doeloe (see u on the other side) *ozzy osbourne

Minggu lalu saya lagi sibuk-sibuknya men-scan semua foto-foto lama milik ibu saya.

Kerja santai sih. setelah semua urusan rumah beres.

Sambil membolak-balik foto diatas mesin scan dan mengeditnya satu persatu.

Saya jadi sering bertanya-tanya, kisah apa ya yang terjadi di balik foto itu.

Tentu saya punya nara sumber. Ibu saya misalnya. Tapi kebanyakan ia lupa.

Gara-gara pengen tahu lagi. Foto itu saya bolak-balik.  Kan biasanya di balik foto, orang sering menulis nama tempat, tanggal atau apapun sebagai pengingat.

Nah ini beberapa yang berhasil saya temukan. Ada yang dibalik foto itu ditulis lokasi, bulan-tanggal-tahun. Kadang-kadang malah seperti surat, karena rupanya foto itu dikirim menjadi kartupos..




Tapi yang baru saya tahu adalah, ada stempel dari si tukang cetak foto. Seperti ini misalnya. Dicap di belakang foto.  hmmm… kira-kira masih ada nggak ya studio fotonya saat ini?


serpong; Jumat 27 juni 2008 16:32

WHO SCRATCHES AT THE BLUE SKY

kisah sebelumnya : TOUR_DE KAMPOENG Huh...Kejaaaaaaaam....
dan foto-foto ada disini

Ah. Senangnya hatiku. Akhirnya kami tiba juga di batas hutan. Itu artinya kami sudah memasuki baduy luar.

Sepanjang mata memandang, hanyalah bukit-bukit penuh dengan ladang. Beberapa rumah kebun nampak disana.

Dari titik ini pula, kami dapat mengamati jalur tetangga di bawah sana. Jalur Cibeo-Ciboleger via Gajeboh yang meniti lembah. Wah.. panjang juga ternyata.
 
Sudah pukul sebelas siang rupanya.  Kami nggak lupa dong untuk foto lulumpatan sejenak. Nggak disangka, teman-teman baduy  kami juga turut berlulumpatan. Aih…

Namanya juga banci foto. Nggak puas-puas pengen motret dan dipotret. Dan mungkin karena bosan. Sondang akhirnya bilang :

“aku duluan yah. Biar sampe Ciboleger, bisa ngopi-ngopi duluan. Kalian kalo mau motret..motret aja.”

 
Sondang berlari dengan cepat. *bujuug.. nggak gitu-gitu amat kaleee* Diikuti Aya. Kami masih menjepret beberapa frame. Kemudian Taufan dan Hanum berjalan menyusul Sondang. berikutnya Suwasti, aku dan ketiga teman baduy kami menyusul.

 
Nah.. disinilah awal rasa lelahku menyergap. Bajuku sudah basah oleh keringat. Sementara Suwasti yang berjalan di depanku mempercepat langkahnya.
 
“Sondaaaaang…!!!’

“Sondaaaaaang…!!!

 Teriak Suwasti. 

Jalannya semakin cepat. Mungkin ia khawatir Sondang salah arah dan nyasar. Mulanya sih aku masih bisa mengikutinya. *yang jalurnya terus menanjak tiada henti itu* tapi lama-lama ya tidak kuat juga.  Suwasti yang ngebut jalan tanpa beban itu, sudah menghilang di kelokan jalan.

Semangatku menurun. Mana nih temen-temenku kok pada ngabur semuaaah? I feel so lonely.

 Kok mereka buru-buru amat sih jalannya? Apa mereka nggak inget ada salah satu temen yang manis ini *hihihi..* masih jalan *tepatnya tertinggal* di belakang? Kalo terjadi apa-apa sama dirikuh .. *deuuu.. segitunyaaa* gimana coba?

 Beberapa kali aku berhenti. Lelahnya luar biasa. Mungkin karena kepanasan. Dehidrasi. Minum sebentar dan pelan-pelan melanjutkan perjalanan.

 Hingga kemudian sadar dan menoleh ke belakang. Ketiga teman baduy kami, tetap setia berjalan di belakangku. Piye toh? Kok malah ada disini? Bukannya didepan nunjukkin jalan?

 Lima menit kemudian.

 Orang baduy pertama *ini sesi tebak-tebakan* : “kalo kita ditanya berapa lama nyampe Ciboleger, berapa hari coba jawabannya?”
 
Aku *dengan bodohnya menjawab* : “hmmmm…. satu hari?”

Orang baduy dua : “salah!”

 Aku *super binun* : “lah? Apa dong?’

Orang baduy  *senyum mengembang* : “seminggu”

 Aku *tambah binun* : “kok bisa?”

Orang baduy  *penuh kemenangan* : “ini kan hari minggu… seeee….minggu… seharian.. hari minggu… kalo berangkatnya hari senen.. ya jawabannya sih seseneeeen nyampe ciboleger atuuuuh”

 “huahahahahaha…”

 Kami cekikikan.

 Ah. Perjalanan ini jadi tak sesunyi yang aku kira. Kami berempat terus melanjutkan perjalanan dengan ceriiiiiiaaaaaaaaah...!

Rasa sedihku tak lama. Sesaat kemudian, aku bertemu lagi dengan Suwasti yang sesekali masih berteriak memanggil Sondang.

Eh.. ketemu danau. Nggak nyangka kaaan.. ada danau disini.

 Nah, sesuai perjanjian sebelumnya, kami akan beristirahat dan ngopi-ngopi di tepi danau.

Sondang, Aya, Taufan dan Hanum sudah ada disana rupanya, sedang mengamati anak-anak baduy luar yang sedang salto, berjumpalitan dan nyebur mandi di danau.

 “wah.. jadi pengen berenang-renang nih” khayalku. Tapi serem ah. Danaunya mungkin dalem. *aku yang hanya bisa berenang di kolam renang setinggi 1,5 meteran *

 
Dan aku duduk di shelter dadakan yang ada disana. di dekat Taufan dan Hanum yang sedang membongkar backpack. Mini trangia milik Taufan dikeluarkan. Air mulai dijerang.

Taufan kepada Suwasti : “Tapi Jeng… Mana kopinya?”

Suwasti kepada Taufan *nyengir mode on* : “ ketinggalan di rumah pak Sardi”

 Sondang ‘pingsan’ seketika  *catat: si penggemar berat kopi*

But the show must go on right?  Bukan apa-apa bung. Ini masalah harga diri. Trangia terlanjur di gelar. Backpack terlanjur dibongkar.

Maka Hanum berkeliling mencari kopi dan segala sesuatu yang berbau kopi.

Dan lima menit kemudian, terkumpulah barang bukti.

Satu sachet kopi, dua permen kopiko, dan satu batang cokelat. Semua diracik Taufan. Rencananya mau mbikin karamel kopi kali ya?

 Tau’ deh. Gimana rasanya. Aku nggak berani minum. *maaf ya .. Faaaan..*


Hanya setengah jam kami berhenti disana. Untuk minum kopi, ngemil snack, makan buah *Hanum yang mbawa* dan foto-foto di depan danau. Mencoba menfoto anak-anak yang sedang mandi itu. Tapi nggak berhasil. Nggak direstui barangkali.

 Dan tepat jam 12 siang, kami melanjutkan perjalanan. Kali ini, formasi lengkap jalan beriringan menuju Ciboleger. 

 Bener kan… nggak lama. Jam setengah satu siang, kami sudah nongkrong di warung nasi yang ada di Ciboleger. Oh iya, beberapa menit sebelum nyampe sini, kami bertemu pertigaan. Pertemuan jalur Gajeboh yang menuju Ciboleger.


aaaah...

kisah selanjutnya bisa diintip disini : mijooooon....mijoooon

*serpong 15 juli 2008; 15 29 (judul catper ini diikutip dari larik puisi yang berjudul : Sonet X ; Sapardi Djoko Damono)

Thursday, July 10, 2008

TOUR DE KAMPOENG *Huh...! Kejaaam*

kisah yang lalu : episode : MAKAN SIRIH BARENG (it’s very-very dangerous. Do not try this at home)

pagi itu disela-sela acara tour de kampung.

Saya *si anak manja ituh * : “Tapi Swas.. aku pengen pipis nih”

Suwasti *dengan tampang sebal* : “Ya pipis ajah disini”

Huh kejam! Dia sih enak. Udah pup di seberang kali. Diantara semak belukar pula.

Lah diriku? Yang ditinggalkannya merana sendirian di seberang kali. Mengamati ibu-ibu mencuci pakaian, remaja putri yang mencuci piring gelas. Dan bocah kecil yang mengambil air dalam batang bambu.

Kemudian ekor mataku melihat gadis remaja yang baru datang. Menarik sedikit kainnya. Dan duduk berjongkok di tengah aliran sungai.
 
Suwasti *lagih* : “kayak gitu tuh”

Aku nyengir.

Seperti penjelasan Suwasti kemudian. *sekarang kami sudah gencatan senjata* untuk urusan MCK, mereka menganut sistem zoning, pembagian wilayah. Untuk para lelaki, MCK mereka ada  di sekitar jembatan, nah …cewek sedikit di hilir.  Nggak boleh pake bahan kimia. Jadi, nggak ada sabun, odol and the gank.

Gelasnya pun dari buluh bambu. Piring dan mangkuk yang mereka pakai dari keramik. Antik banget. Jangan-jangan ada peninggalan kaisar Ming disini. *wondering*

Pakaian mereka hanya ada dua warna. Putih dan hitam.  Pakaian untuk kaum pria  *termasuk anak-anak kecil-nya ya* pasti memakai ikat kepala berwarna putih. Baju kurung lengan panjang jahitan tangan. Warnanya hitam, putih atau kombinasi keduanya -putih dengan lengan hitam- wah.. trendy juga.

Bawahannya nggak dijahit seperti celana, tapi berupa kain hitam bergaris yang disarungkan diatas lutut. Lengkap dengan golok baduy yang tersampir di pinggang masing-masing.  Sayang nggak bisa dipotret.













Nah.. sekarang mengenai para wanita. Bentuk dan warna bajunya sama, baju kurung hasil jahitan tangan yang amat rapi. Dikombinasikan dengan kain kain hitam panjang. Untuk ibu-ibu dan gadis remaja rambutnya biasanya digelung. Pake make up pula. Cantik sekali. *saya nggak tau mereka pake make up apa. Soalnya, tiap dideketin pasti mereka ngumpet, atau malu-malu kuciang gitu deh*

Dan baik laki-laki dan perempuan menambah asesories gelang dan kalung manik-manik berwarna warni. Kereeeen…!

Orientasi rumahnya juga searah *kalo  nggak salah utara selatan yaa.. kalo salah maaab* ada jalan utama, ada jalan sekunder. Jalan selebar 1-2 meter yang diberi paving potongan batu alam.

Di ujung kampung, ada tanah luas yang kusebut alun-alun.

Bentuknya persegi panjang, persis kayak lapangan bola. Di sisi terpendeknya terdapat rumah puun kampung cibeo.

Di sisi terpanjang  alun-alun ini, berderet beberapa rumah tinggal.

Salah satunya milik jaro. *tangan kanannya pu'un* dan jauh diseberang rumah pu'un di ujung lapangan ini, ada tempat menumbuk padi dan bale pertemuan. Bangunan beratap tanpa dinding. Aku dan Suwasti sempet lihat ibu-ibu numbuk padi pagi itu. Dan tak jauh dibelakangnya mengalir sungai yang tadi kami datangi itu.


“akhirnya datang juga!”

Seru Sondang dan Hanum bersamaan. *kayak acara di TV itu lho* sementara di dapur, Taufan sedang sibuk memasak nasi goreng untuk kami semua. Oh. Ada tambahan bubur kacang hijau pula. Wheeeeh.. syedaaaap…!


Kami sarapan tak sendiri. Pasti ada deh, satu atau dua orang baduy yang datang berkunjung dan menemani. Juga anak-anak kecil yang ‘diteror’ Hanum untuk makan bubur kacang hijau.

“Program perbaikan gizi, mbak”

Buktinya mereka doyan tuh.

Setuju Hanum!

Sayang kami harus segera pulang. Kalo nggak mau ketinggalan kereta.

Pagi-pagi sekali kami harus mulai bergerak meninggalkan kampung Cibeo.  Jalur pulang kami tidaklah sama dengan kemarin. Kali ini kami menuju Ciboleger. Sebenernya Ciboleger ini adalah pintu masuk resmi bila ingin berkunjung ke kawasan Baduy.

Pak Sardi melepas kepergian kami.  Ada dua orang yang ingin menemani kami hingga Ciboleger. Ada satu bapak juga yang pengen ikut.

“Pengen jalan-jalan aja katanya”  jawab Suwasti ketika aku tanya kenapa.

Kami berlima berjalan  meninggalkan rumah pak Sardi. Menjemput Taufan di rumah tetangga. Lah? Mbawa apa dia? Di kerir 45 liternya sudah menggantung dua tempat air yang terbuat dari labu. Bentuknya jadi seperti bebek gitu deh. Warnanya abu-abu kehitaman. Dan ketika aku pegang.

“Duh.. fragile banget sih Faaan!”

Aku ragu kendi itu akan bertahan hingga Jakarta. *dan berharap pecah di jalan.. huehehe…maab paaak.. ampuuun*

*and you know what? Akibatnya aku dikutuk untuk terus memangku kendi itu sepanjang perjalanan dari Rangkas menuju Jakarta. Terus waspada mode on sepanjang jalan.  Takut pecah boooo! Duduk berhimpitan diantara penumpang lain dan pedagang asongan yang terus-menerus lewat di dalam kereta. Hiks! Dunia memang kejaaaaaaaam…*

Nah.. kembali ke perjalanan menuju Ciboleger. Jam setengah sembilan tepatnya kami baru melangkah meninggalkan Cibeo. Mulanya melewati jembatan bambu. Dan dimulailah petualangan never ending tanjakan yang terkenal itu. 

Daypack Suwasti dibawakan oleh salah satu penduduk Baduy yang menemani kami hari itu.

“sok luuuu”

“katanya pendakiiiih”

“halaaah.. pake malu-malu segalaaaa”

Itu kata-kata bijak kami pagi itu padanya.


Dan Suwasti tersenyum malu.  Sebenarnya, kami berlima yang baik hati dan tidak sombong ini   tahu kalo bahu kiri Suwasti sempat cidera waktu maen sepeda awal bulan lalu. 



Nggak pengen dong, cideranya bertambah parah. Apalagi kemaren kaki kanannya sempat terkilir pula. Waaah.. banyak amat sih bu?

Formasi barisan, tetap seperti kemarin. Di depan teman baduy kami sebagai penunjuk jalan. Taufan, Hanum, Sondang, Aya, Suwasti dan aku beriringan di belakang.

Jalur yang kami lalui ini tidak melalui Gajeboh yang harus naik turun bukit dan menuruni lembah yang panjang itu.  Tapi memotong jalan.

Mendaki sedikit dan tetap berada di pucuk-pucuk bukit *hihihi.. susah juga nih istilahnya* dan masuk ke hutan lindung.

Untuk menyusur gigiran pasir. Sayang nggak bisa motret. Padahal hutannya indah sekali.  Katanya, ntar di ujung hutan. Udah bisa motret. Udah masuk baduy luar.

Aku *pengen tahu* : “udah bisa motret belum, Kang?”

“Belum”


Sempet ketemu monyet. *dari jarak jauh tentunya* melihat jebakan burung *bentuknya batang bambu yang dipasang vertikal dengan tali layangan -seperti kerekan tiang bendera- kemudian dipasang jaring diujungnya dan secara berkala di periksa. Siapa tahu, ada yang terjerat*. Juga tangga bambu untuk memetik buah aren. Berupa satu batang bambu yang di beri tukikan setiap 30 cm untuk pijakan kaki. Nah. Batang itu diikatkan di pohon aren. Dan.. voila.. jadi deh.. tangga buat naek ke atas.

Aku *lagi-lagi iseng tanya* : “udah bisa motret belum?”

“Beluuuuuuum”  kali ini beberapa orang turut menjerit.

Aku nyengir lagi.


Catatan : foto ilustrasi yang digunakan dalam catper ini adalah foto-foto selama di baduy luar. Pada dasarnya gambaran yang diberikan kurang lebih sama antara baduy luar dan baduy dalam.


selanjutnya episode : who scrathes at the blue sky

 
;