Thursday, April 23, 2009

Bulu Matamu: Padang Ilalang




Bulu matamu: padang ilalang.
Di tengahnya: sebuah sendang.

Kata sebuah dongeng, dulu ada seorang musafir
datang bertapa untuk membuktikan apakah benar
wajah bulan bisa disentuh lewat dasar sendang.

Ia tak percaya, maka ia menyelam.
Tubuhnya tenggelam dan hilang di arus mahadalam.
Arwahnya menjelma menjadi pusaran air berwarna hitam.

Bulu matamu: padang ilalang.

Joko Pinurbo (1989)

puisi nan cantik ini saya pinjam dari : Joko Pinurbo ; ribuan puisi lainnya juga dapat dilihat disini : Celanasenjajokpin

tour de galunggung 10 April 2009 with my hubby, MJ with our dearest friends : Kukuh and Riam

Wednesday, April 22, 2009

namanya juga setan keder...hihihi....

“jangan-jangan, kita lagi diputerin sama setan keder nih” keluh Kukuh. Hihihihi… aku dan Joko, suamiku, tak dapat menahan tawa.

Barangkali dia sudah lelah dan bete. Sama Kuh! Aku juga begitu. Rasanya tujuan kami masih jauuuuuuh sekali. Mana jalannya tidak rata pula. Dan berlubang di sana-sini. Menjadi boncenger dan duduk manis dibelakang, bukanlah suatu posisi yang menyenangkan saat itu. Pegel bangeeet ooooooi…!

Apalagi motor kami penuh dengan beban. Box belakang dan kiri-kanan penuh dengan perlengkapan. Nah, apalagi kalau sudah menanjak. Kami berdua bahkan sudah membungkuk ala pemain motoGP. Berharap agar motor tidak terjungkal ke belakang.

Mana sempat saya motret. Walau tangan ini gatal rasanya ingin menjepret. Tapi sungguh, alam bumi priangan ini indah sekali. Sejauh mata memandang, bentangan sawah yang menghijau. Kelokan sungai di lembah sana. Tebing yang rimbun dengan pepohonan dan kadang *kalau beruntung* curahan air terjun di kelokan jalan. Bagaimana nggak indah?

“Coba deh perhatikan, setelah turunan (curam) ketemu dengan tanjakan (curam). Pasti ketemu rumah yang sama. Ada bengkelnya. Ada warungnya pula. persis sama, catnya putih!”

Hihihihi… dia frustasi. Sebagai forrijjder, aib besar bila salah jalan  Dia pinjam peta yang kubawa. Ditelusurinya lagi jalan yang kami tempuh barusan. Riam, teman seperjalanan kami yang lain, mengikutinya. “Gue nggak siap!” curhatnya. “Nggak nyangka bakal ketemu tanjakan dan turunan seperti ini”

Beberapa menit yang lalu, kami baru tiba di Bungbulang. Jauh di selatan kabupaten Garut. Seharusnya tadi, begitu melipir Gunung Papandayan kami berbelok ke utara, menuju Arjuna baru ke Santosa dan bukannya malah terus ke selatan dan mengitari gunung Kancana. Ke Cisewu dan baru ke utara menuju Pangalengan. So, here we are. In the middle of nowhere. Berhenti sejenak di salah satu warung yang buka.


“Huaaaaa!!!!”  Kukuh tak dapat menahan kekesalannya.

“yah, kalo nggak gitu, mana kita tahu tempat ini, Kuh” hiburku “Namanya juga petualangan” cieee.. hiburan ala si bolang.hihihi...

Kamis 9 april 2009 “‘the election day”

Jadi inget dua hari lalu. Kamis siang setelah nyontreng. Kami berempat berangkat dari meeting point di salah satu pom bensin di Cibubur Junction.  Jalanan masih sepi. Mungkin masih sibuk di TPS masing-masing. Mungkin juga karena ini hari libur nasional. Dan yang curi start untuk liburan sudah berangkat sejak tadi malam.

Alih-alih lewat puncak, kami pilih lewat Jonggol. Kukuh dan scorpio setannya (pssst… itu nama  motornya ya ) memimpin di depan. me, my hubby and si Malih, ini nama motor kesayangan kami, ada tengah, Sedang bro Riam dan si buluk (haiiyyyyaaah..) merapat di belakang.

(serius amat mbacanyaaa.. bersambuuuuuung yaaa)
sebagian kisahnya ada disini bulu matamu padang ilalang

Ada yang ingin kusampaikan… (maka dengarkanlah)

Saya ingin di hipnotis. Seperti yang saya lihat di acara talkshow-nya Oprah itu lho. Ada yang pernah nonton kan? Nah, saya dihipnotis lalu direkam di video kamera. Biar nanti waktu sadar, saya tahu dan paham, apa sih yang selama ini mengganggu benak saya.

Tapi ongkos ke psikiater nggak murah ya? Apa biayanya bisa direimburse ke asuransi?  Hmm… atau saya minta tolong si Romy aja yah? (hihihi.. sok kenaaal) minta dihipnotis sama Romy Raphael. Itu lho, magician yang sedang kondang itu. Tapi tanpa di’permalu’kan di depan umum ya. Hasil obrolan kami teteeeeup kami simpan. Off the record!!

Saya percaya bahwa mimpi juga sebagai salah satu bentuk penyaluran alam bawah sadar. Itu cara dia berkomunikasi dengan alam sadar saya. Sebagian besar memang tak dapat saya ingat ketika saya bangun. Sekeras apapun saya usahakan . Tapi ada beberapa yang begitu membekas dan saya ingat. Termasuk pagi ini. Memang sudah banyak hilang detailnya. Dan urut-urutan ceritanya. Tapi, hei… emangnya ini film? Mimpi saya nggak pernah runut dan jauh dari logika kok.

Nah, Mumpung masih inget, saya tulis aja mimpi saya semalam. Buat catatan aja, rekaman. Mungkin suatu hari saya akan paham kenapa.

Dalam mimpi saya, kami –saya dan seorang teman- berpapasan dengan seseorang di masa lalu saya. Wajahnya, perawakannya, dan senyumnya masih sama seperti terakhir kali saya melihatnya. Bajunya warna oranye. Anehnya, dia sedang memanggul pikulan. Berat sekali.

Ia tunjukkan tangan dan kakinya yang melepuh. Mungkin karena pekerjaannya yang sekarang ini.  “(rasanya sekarang) jauh lebih lega. Ini semacam penebusan buat saya” katanya. Saya iri.  Saya diam. Justru teman saya yang kelihatannya senang berjumpa dan tak henti mengajaknya bicara.

Tapi walau begitu, pertemuan kami rasanya aneh sekali. Tanpa kata-kata kami seperti sedang saling mengirim sinyal “aku menyesal“"aku minta maaf”  dan I don’t know what to say” Aku masih memandang sayang kepadanya. Sekaligus sedih, sekaligus menyesal dan bilang “selamat ulang tahun ya. Tanggal 20 kemarin kan?” sambil mengulurkan tangan memberi selamat.

Dan kemudian mereka terus bercakap. Aneh. Sepertinya saya menganggu mereka berdua. Maka saya pamit meninggalkan mereka di belakang.

Itu saja sih ceritanya. Endingnya memang sedih. Tapi begitu saya bangun dan mulai ritual pagi. Sikat gigi, cuci muka, menyapa kucing-kucing saya satu persatu. Dan kemudian menjerang air, membuat kopi dan menyiapkan semangkuk mie rebus untuk suami tercinta.  Kepala saya tak henti memeras otak. Dan bertanya-tanya. Kenapa? Kenapa?

Rasanya saya mulai tahu. Ini semacam ucapan perpisahan saya untuknya. Semacam ucapan bahwa pelan-pelan saya mulai melepaskannya. Dan mengucapkan selamat tinggal. Sebuah kerelaan. Bahwa hidup memang terus ke depan. dan saya serahkan ia pada dirinya sendiri. Saya bukan siapa-siapa lagi baginya.


Serpong 07.06 21 April 2009 (sambil denger lagu ‘kecewa’nya BCL. Ditemani mpus Pippy, di ruang musim panas kami <---ruang tamu yang memang lagi disinar matahari pagi. mungkin ntar siang googling tafsir mimpi aaah…
ilustrasi dipinjem dari sini : www.cactusmountain.com

Friday, April 17, 2009

listriiiiiiik!!!!!!

Kalau saya perhatikan, tiap pertengahan bulan pasti ada satu petugas PLN maaf saya lupa tanya namanya- yang rajin keliling mencatat meteran listrik rumah di komplek kami. 

Kadang-kadang saya kasihan juga melihatnya. Orangnya sudah tua. Kadang hari hujan, kadang matahari terik sekali. Sambil mendorong motor bututnya, berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain.

Sering yang punya rumah tidak tahu kalau dia datang. Atau tak bisa dicatat karena si pemilik tak ada di rumah. Kalau sudah begini, tangannya akan terjulur dan –berharap- dapat menjepret meteran listrik dengan kamera digital yang dibawanya.

Nah, tadi dia datang dan membawa kartu meteran PLN yang baru.
“Dipasang ya, Bu” katanya sambil mengaitkan kartu  itu di box meteran listrik rumah kami.

 “Soalnya kalo nggak dipasang, saya bisa diomelin bu!”
“oooo”

Setelah dipasang lalu ia potret angka kwh listrik rumah kami.

“suka di sidak” lanjutnya lagi. (sidak : inspeksi mendadak)
“Ya bagus dong, Pak”

Kemudian ia pamit keluar dan mendorong pintu gerbang.

“Bapak sudah tau, sistem prabayar PLN? Yang pake voucher itu lho pak” sahut saya sambil mengantarnya ke depan.

“Tau bu”
“Wah, kerja Bapak lebih mudah dong ya. Nanti bapak nggak perlu repot tiap bulan datang  untuk catat”
“Lah.. nanti saya nggak ada kerjaan dong Bu”

Duh. Saya salah ngomong yak?

“ehmmm… nanti kan bapak naik jabatan. Jadi boss…” hehehe.. saya ngeles kayak bajaj.

Sambil mendorong motornya, dan pindah ke rumah sebelah ia berdoa.“amiiiiin.. mudah-mudahan, Bu”

Ah…dilema, desah saya dalam hati. Sambil mengunci pintu pagar, sayup-sayup masih saya dengar suaranya mengetuk pagar tetangga.

“listriiiiik!”

Serpong 17 april 2009 20.50

Sekilas tentang listrik prabayar : http://www.antara.co.id/arc/2008/1/17/pln-luncurkan-listrik-prabayar/

Sedang testimoninya ada disini : http://lovefiez.multiply.com/journal/item/19 dan http://katroboy.wordpress.com/2008/10/31/listrik-prabayar-dari-pln/

Friday, April 03, 2009

Imuuuut.....! Please deeeeh!!

Masih inget si Imut kan? Itu lho kucing Pak RT tetangga sebelah rumah kami.

Nah, akhir-akhir ini dia benar-benar menguji kesabaran dan ketabahan saya. Sejak yang bersangkutan

*caila.. gaya
nya udah kayak pejabat aja* nggak di kasih makan lagi sama bu RT. Kerjaannya tiap hari kelayapan ke rumah-rumah tetangga. Termasuk rumah saya. Apalagi disini ada mangkuk mpus yang stand by 24 jam penuh.

Tapi kan itu untuk kucing di rumah ini. Mpus Imuuuuut! Yang notabene gaya makannya seperti putri keraton. Jatah makan pagi aja, bisa dimakan dalam 2 atau 3 kali kesempatan. termasuk si Pippy, yang jam 10 pagi sudah duduk manis menghadap lemari hitam, minta jatah cemilan sehatnya 

Saya kan harus berhitung. Mana si Imut rakus sekali. Whaduh, kalau dibiarkan terus, uang belanja bulanan bisa tekor deh.

Padahal Imut tahu betul, kehadirannya disini, tak di restui. Si Mimin contohnya. Setiap kepala imut nongol di pintu pagar, tanpa ampun langsung di kejarnya.

Dan saya lelah sekali karena harus mengubah kebiasaan di rumah ini. Setiap kali kucing-kucing selesai makan, mangkuk sisanya harus saya simpan agar tidak di makan imut. Kan kasihan, si Koko atau Kiki nggak bisa makan lagi.

Yang ajaib sih begitu jam makan tiba. Entah darimana, kok si Imut tau aja. Dia sudah nongkrong di pintu belakang, berharap dapat jatah makan.

Ah.. sebenarnya saya kasihan. Tapi kata suami saya, nggak boleh dibiasakan. Nanti, dia akan terus makan disini. Saya juga nggak mau. Apalagi kalau ingat, betapa mudahnya bu RT menghentikan jatah makannya si Imut.

“Herannya lagi Bu. Sejak saya nggak pernah kasih makan lagi, si Imut bisa keliling sendiri kok cari makanan” kata Bu RT,  waktu pagi-pagi kami ngobrol sambil belanja di tukang sayur yang lewat.

“oh.. begitu ya Bu” sahut saya hambar.

Iya, dan cari makannya di rumah saya, Buuuuu. Please deh! Jerit saya dalam hati.

Oh… kalau saya tidak ingat bahwa dulu saya pernah berhutang budi pada Bu RT, pasti sudah saya buat permohonan tertulis rangkap tiga. Meminta dengan sangat agar dia menjaga kelakuan kucingnya itu.

Arrrgh!.. saya memang pengecut… tok..tok..tok..petoooooook….

Serpong, 3 Apri 2009; 09.04 (tau deh.. mpus-mpus pada kemanah)

Menurut saya, punya hewan peliharaan di rumah itu juga suatu komitmen. Mereka juga berhak mendapat makanan, perlindungan dan kasih sayang. Dan bukan berarti begitu mereka bosan atau tak sanggup memberi makan, lalu dicuekin begitu aja.  Ihiks! Malang benar nasibmu Imuuuut!

Wednesday, April 01, 2009

walau matamu seperti buto ijo, dan tampangmu kayak cakil, aku tetap cinta kamu Joni

Joni itu kucing yang cerdas. Saya tahu itu. Dari kecilnya aja, saya nggak pernah kerepotan mengajarinya untuk pup dan pis di luar, menyuruhnya naik tangga Joni, ketika ia nyemplung ke kapling belakang atau duduk manis saat makan tiba dan bahkan menggaruk-garuk pintu karena ingin masuk kamar.

Semua kode yang ia berikan, saya pahami. Semua miaunya saya mengerti. 

Kadang saya nggak habis pikir, Joni itu kucing atau anjing sih? Kok ekornya kerap bergoyang jika saya panggil namanya. Barangkali dia tahu kalau namanya Joni. Dan dia juga tahu kalau saya sedang sedih. Entah dari mana, tiba-tiba dia datang menemani. Dia juga tahu kalau saya sedang sakit. Datang dan tidur di ujung kasur, menunggui saya.

Dan sayalah yang akan menangis jika ia sakit. Pernah suatu malam, ia tak mampu bergerak. Terlentang di lantai. Hanya ekornya saja yang bergerak lemah waktu saya panggil namanya. Pernah berhari-hari  nggak nafsu makan. Badannya lemas, bulunya kusam. Saat itu yang saya ingat hanyalah :

“Kamu nggak boleh menyerah mpus. Kita berdua tidak akan menyerah”

Rasanya cukup saya melihat kematian mpus Ndut, Mpus Tommy, Uci dan Kunyit di rumah ini.

Tapi kali ini, saya sedih luar biasa. Tak sanggup lagi membendung air mata. Jum’at malam itu, seperti biasa, setelah makan malam, Joni nongkrong di kolong si biru. Entah darimana, tiba-tiba sudah terdengar suara kucing yang heboh bertengkar dan masuk ke dalam rumah.

Yang saya ingat, saya keluar kamar dan mengejar si kucing garong hingga keluar rumah. Sayang tidak terkejar. Pintu pagar sudah di gembok pula. Sudah lama si garong ini mengincar Kiki. Tapi yang saya temukan di rumah hanya tetesan darah. Duh!

Tidak ada Kiki. Hanya ada Joni yang meringkuk di atas box laundry dekat kamar mandi. Nafasnya pendek-pendek. Mulutnya mengaga, karena tak dapat bernafas dari hidung. Hidungnya tersumbat karena terus menerus mengeluarkan darah. Mata kanannya bengkak, selaput matanya tergores. Dagunya luka. Dan yang paling parah, rahangnya bergeser ke kiri.

 Oh Joniiiii…..

Saya benci si kucing garong itu. Mungkin karena Joni sudah di steril, jadi dia kalah telak dari si kucing garong. Joni itu kucing rumahan.

Tiga hari pertama, tak ada satupun makanan yang nyangkut di lambungnya.  Kalau tidak saya paksa minum susu dan bubur bayi yang saya campur dengan obat. Kerjanya hanya tidur. Bulunya kusam. Matanya tak bercahaya. Saya khawatir dia sudah nggak punya semangat untuk hidup lagi.

Hari berikutnya, dia sudah mau turun dari tempat tidurnya. Ikut datang ke dapur belakang ketika waktu makan tiba. Joni sudah mulai mau makan. Walau masih mengecap dari telapak tangan saya. Dan satu lagi, Joni jadi manja sekali. Kalau malam, dia pasti tidur melingkar dekat lengan kanan saya dan tak terbangun hingga pagi hari.

Dan kemudian  luka-lukanya mulai mengering. Rajin saya bersihkan biar nggak infeksi. Bulunya juga saya lap setiap hari. Tapi mata kanannya masih keruh dan bengkak. Kelopak matanya masih sulit ditutup. Rahangnya bergeser kekiri. Gigi taringnya tidak sejajar lagi.

“Mungkin joni harus pake kawat gigi, Hany” kata suami saya.

“huhuhuhuhu..!” masih aja dia bercanda. Ini kan situasi genting.

Mungkin dia akan cacat seumur hidup. Tapi walau matamu seperti buto ijo, dan tampangmu seperti cakil. Aku tetap cinta kamu Joni.

Serpong, 1 april 2009, 14:44 (sekarang, sudah 15 hari setelah kejadian itu. Walau badannya sedikit kurus, matanya cacat dan tampangnya seperti cakil, Joni sudah sehat kok, foto diatas, foto sebelum kejadian)

Luv u my lil bro..!




Namanya Oki Imam Dipraja. Dia adik bungsu saya. Nama Dipraja diambil dari nama kakek kami almarhum.  Akhir maret lalu, umurnya tepat 23 tahun. Selisih sehari dengan hari ulang tahun saya. Ya. Kami memang berdekatan. Sama-sama berbintang aries. Sama-sama shio macan. Dan sama-sama keras kepala

“Kapan mau nikah Ki?”
“Kalau udah jadi Kapten” *maksudnya, kalo pangkatnya udah kapten*

Lulusan akmil 2007 lalu. Sekarang dinas di Armed 10, Bogor. Pangkatnya letda (letnan dua) dan menjabat sebagai Danton (komandan Pleton) yang membawahi sekitar 30 orang anak buah. Hmmm…..ada di piramida paling bawah, karir militernya masih panjang.

“kegiatan sekarang ngapain Ki?”
 “Tenis. Berkebun. Tanam jamur. Lumayan kalo dijual”

Jadi tentara di masa tenang ini memang butuh improvisasi. Setelah dipotong sana-sini gaji bersih tak sampai 1,2 juta perbulan. Padahal masih butuh pulsa buat telpon yayang dan mama di Cimahi. *yup! Dia memang anak mami*

Kemarin, karena kangen, diantar suami, saya sidak ke tempatnya. Setahun ini dia nggak bisa pergi kemana-mana. Bahkan untuk pulang ke rumah orang tua kami di Cimahi. Tinggal di barak, karena tiga bulan terakhir, rumah dinasnya dipinjam atlet taekwondo yang sedang latihan.

“Pengen makan apa Ki?”

Ini bentuk rasa sayang saya padanya. Ngerayain ultah bareng.  Maka di siang yang panas itu, kami beriringan menuju Bogor kota. 

“Pengen makan Mc D mbak. Udah lama nggak makan McD”

Luv u my lil bro..!

Serpong 1 april 2009, 13.13

dilarang buang kucing disini

Masih inget si Malih? Anak kucing yang dibuang orang dan ditinggalkan orang di depan rumah kami minggu lalu?

Nah, kemarin waktu saya selesai belanja di abang sayur yang lewat depan rumah. Abim dan sepupunya, Aceng, anak tetangga yang semula ikut ibunya belanja sayur, akhirnya datang dan main ke rumah.

Rupanya mereka senang melihat ada kucing kecil berbulu gondrong (baca: si malih) yang lagi berjemur panas pagi di lengan sofa dekat jendela depan.

“ih.. ada kucing angora” kata Abim.
“kucing darimana sih tante?” tanya Aceng.

Sambil meletakkan belanjaan di kulkas dan membawa ikan mentah untuk dibersihkan di dapur, maka berkisahlah saya mengenai kucing kecil malang yang kami temukan di depan rumah.

Tiba-tiba Aceng bilang.

“itu kan kucing yang kak Anggi dan kak Billa bawa kemaren. Mereka kok yang naruh kucing itu di depan rumah tante” *Anggi dan Billa itu kakak perempuan mereka*

Saya diam dan balik bertanya.

“lho? Kalo gitu apa maksudnya?” dan mulailah mulut saya yang bawel ini tak dapat dihentikan. Saya esmosi saudara-saudara.

“it’s not fair!” *for me maksudnya* “Kalo Anggi dan Billa yang nemuin kucing, ya mereka dong yang pelihara. Itu nggak bertanggung jawab namanya. Jadi kalo bosen, dan nggak mau pelihara, semua kucing ditaruh di depan rumah tante? Begitu?” Nada suara saya mulai tinggi.

Aceng terdiam. Memang untuk ukuran bocah, saya lihat dia jauh lebih dewasa dari usianya. Sedang Abim, seakan tak peduli. Dia lebih asyik bermain dan mengejar kucing-kucing saya yang lain.

Setelah itu, saya tinggalkan saja mereka di ruang tamu. Saya pergi ke belakang untuk mengolah ikan yang baru dibeli tadi.

Saya masih kesel tauuuuu. Mungkin sudah waktunya saya pasang pengumuman : dilarang buang kucing disini.


Tapi lama-lama, saya jadi malu sendiri. Untuk apa marah-marah sama mereka berdua. Toh, mereka nggak salah apa-apa. Cuma kebetulan aja ‘ketiban sial’ akibat pagi ini datang ke rumah dan membocorkan rahasia perihal asal muasal kucing kecil ini.

Tiba-tiba sayup-sayup saya dengar kedua anak itu pamit.

“pulang dulu ya Tanteeee”

Saya buru-buru keluar dan mengantar mereka hingga pagar depan. Saya nggak marah lagi. Sambil nyengir saya bilang.

“iyaaaaa… makasih ya udah mampiiiiir”

Hahaha.. duuuh.. dasar. Ibu-ibu ganjen.. hahaha…

*serpong, 16 maret 2009; 19.39*

 
;