Tuesday, December 15, 2009

Joni hilang!

Baru seminggu kami tinggal disini……Hiks! Joni hilang.

Padahal dia sudah lulus MOK – artinya
- Masa Orientasi Kucing … thanks to Cahyo untuk istilah barunya  - Malah prosesnya jauh lebih cepat dari yang saya duga. Di hari keempat, Joni dan Pippy sudah bisa saya lepas main keluar rumah. Koko, Malih dan Ucup juga menyusul di hari berikutnya.

Mereka sudah bisa main sesuka hati deh. Koko dan Joni loncat tembok ke blok belakang dan bisa balik kembali ke rumah. Malih pergi main ke tanah kosong di ujung blok dan kembali dengan selamat. Hebat kan? 

Nah, Sabtu pagi lalu saya gelisah karena Joni nggak pulang untuk sarapan. Ini diluar kebiasaan Joni. Padahal, malamnya dia sempat tidur di kasur Joni di sudut kamar kami. Tapi kemudian bangun dan mengikuti suami saya yang keluar mengunci motor dan pintu pagar.

Apa Joni kejauhan main hingga nggak tahu jalan pulang? Atau mengikuti kucing garong ke kampung belakang ? Apa dia mencari jalan pulang ke rumah kami yang lama? Itu kan jauh sekaliiiii…. Apa Joni bisa
? Atau …. Apa ada orang yang menculik Joni ya? Huhuhuhu…

Berhari-hari kami keliling komplek. Hingga ke kampung sekitar yang radiusnya lebih dari 5 km. Melongok rumah dan kapling kosong. Bahkan mengendus hingga kolong got. Sambil berlinang airmata saya memanggil-manggil Joni di setiap tempat yang saya curigai akan menjadi tempat persinggahannya.

Berkali-kali salah lihat kucing. Dan kecewa karena itu bukan Joni. Oh…saya sedih sekali.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, kami berdua jalan kaki mengelilingi komplek tempat kami tinggal. Suami saya malah sudah mengadakan sayembara. –kepada satpam dan tukang sampah di komplek perumahan kami- ada hadiah deeeh kalau bisa menemukan Joni.

Tetangga kanan kiri turut prihatin. “oh.. pasti pulang kok!” kata Kakek sebelah rumah.  “Paling ngejar (kucing) cewek” lanjutnya lagi.

Yang paling kehilangan justru anak-anak tetangga. “Joni hilang ya Tante?” Joni sudah jadi idola mereka semua. Kucing-kucing kami yang lain sudah saya kerahkan untuk mencari Joni.

“Pippy… kalau ketemu Joni.. suruh dia pulang yaaaa”
“urff.. urf…”

Hari keempat saya sudah mulai pasrah dan mengikhlaskan kepergian Joni. Rasanya sulit berharap Joni akan kembali pulang. Belum lagi waktu hujan deras kemarin. Joni lagi ngapain ya? Sambil menangis saya bertanya-tanya. Semoga Joni bisa cari tempat untuk berteduh. Apalagi waktu saya lihat kucing liar mengorek-ngorek tempat sampah. Hiks!

Apa Joni juga sedang mencari makan seperti itu? Somewhere out there… ada kucing hitam yang miau-miau merindukan saya, sedang mencari saya. Dan disini.. saya juga miau-miau ..-ehm.. versi manusia tentunya- mencari Joni.

Malamnya… Sudah tengah malam dan kami sudah terlelap sedari tadi. Kami kelelahan mencari Joni. Tapi kok barusan ada yang menggaruk-garuk pintu kamar. Biasanya sih Koko atau Malih ingin masuk dan tidur di kamar atau Joni waktu dia masih ada disini. Jadi dengan mata setengah terpejam saya buka pintu.

“auuuuu..auuuuuu”

Aah.. rasanya saya kenal dengkingan manja itu. Kucing itu menggelayut manja pada saya. Astagaaaa… Badannya kurus, Luka-luka disana sini dan bulunya nampak layu. Tapi matanya bersinar gembira.

“Joniiii? Ini Joni bukaaan?” aaaaah… saya bangunkan suami saya.

“Ini bukan mimpi kan?”

huhuuuuy!!!! Joni is baaaack…!!!! Tuuuh kaaaan…. Joni pasti tahu jalan pulang.

 Joniiii..Joniiiii!!!! Dan kami bertiga melompat-lompat gembira.  

BTR ini kisah 14 Nov 09 lalu. Menurut kami berdua, Joni itu termasuk kucing yang cerdas. Udah keliatan sejak ia kecil. Coba deh baca kisah Joni waktu ia masih kecil dulu. Disini.
tangga monyet untuk mpus Joni

Wednesday, December 02, 2009

the power of emak-emak

Pagi-pagi sekali, sudah ada tetangga yang datang. Kebetulan, suami saya yang buka pintu.

“Ada bu Joko?”

Wah, tumben nyari saya. Ibu yang tinggal di ujung jalan itu menyorongkan kertas. Saya penasaran.

Rupanya itu petisi dari ibu-ibu di RT kami yang menolak keras tambahan iuran RT untuk bulan depan. Nama saya ada di urutan nomor satu


Iuran rutin RT ditarik bendahara RT tiap bulannya. Kisarannya 50 ribu rupiah. Iuran ini sudah termasuk biaya kebersihan, dan keamanan.

Nah, rupanya bulan depan (lagi-lagi) pak RT -dan bapak-bapak ‘pemalas’ itu - punya ide cemerlang, untuk kerja bakti membersihkan got dan membersihkan  ilalang di rumah-rumah kosong yang belum ditempati, tanpa harus mengeluarkan tenaga dan keringat.


Yup! Yaitu dengan menambah iuran 50 ribu rupiah lagi dan mengupah orang untuk mengerjakannya.

“Lha..iyalah..! dari pada saya sakit pinggang” dalih suami saya.

Hehehe… dasar!

Sebenarnya saya nggak masalah kok mengeluarkan biaya sebesar itu. Saya kan tergabung dalam Ikatan Istri Sayang Suami. Hihihihi…

Toh uang itu akan dipotong dari anggaran bulanan yang diberikan suami untuk saya.  dengan catatan saya harus pandai-pandai mengatur uang belanja. Kalau nggak mau tekor  ketika akhir bulan tiba.


Tapi sebagai sesama ‘menteri keuangan’ saya mengerti betul kegelisahan emak-emak ini.  Maka kali ini saya dukung penuh petisinya. lagipula suami saya perlu berolahraga sekali-sekali. Biar pipinya nggak terlalu chubby seperti saat ini.

Jadi tanpa ragu, langsung saya bubuhkan tanda tangan saya disana. Dan tetangga saya berlalu dengan senang.

Go emak-emak… Go!!!!


Tumben kali ini saya akur dengan tingkah ibu-ibu di RT ini.

BTR, 27 November 2009 (hari raya idul adha. Lagi nyuci baju, semua mpus pada molooooor ..termasuk si chubby yang lagi libur kantor )

Tuesday, December 01, 2009

di tempat kami ada poskamling DUGEM lho

“Whaaaat? Pos kamling?”

Ini kejadian sebulan sebelum kami pindah kesini. 

Waktu kami datang menengok rumah, Pak RT datang menyodorkan proposal. Lagi-lagi ini ide Pak RT kami tercinta. 

Proposal untuk membangun poskamling di ujung jalan. Juga daftar saweran dengan nama suami saya salah satunya.

“Untuk apa pak RT?” sahut saya bengis. (hihihi.. sebel sih)
 
“Kan udah ada satpam komplek?” kata saya, si warga yang nggak gaul dan individualis itu 

“Yaaah.. untuk bapak-bapaknya nongkrong lah buuuuu…” sahutnya dengan logat Bataknya yang kental itu. Dan kemudian meneruskan obrolan dengan suami saya. (catat: suami saya dan pak RT ini satu kantor beda divisi) dan for the sake of ‘nggak enak hati’ dia setujui proposalnya. Uh..! pantes.

“gggggrrrrrrhhh!!!” keluh saya dalam hati. (chicken mode on)

Dulu waktu kami pilih rumah ini, sengaja kami cari rumah yang agak di ujung jalan. Biar nggak terlalu ramai. 

Ada juga sepetak tanah kosong persis di ujungnya. Kata si developer, itu akan dijadikan taman kecil atau median jalan. 

Agenda tak resmi saya, sepetak tanah kosong itu sih.. untuk tempat mpus main dan puppy.. hihihi..

Maka musnahlah angan-angan saya. Saya sudah terlanjur memilih rumah no 32 ini.

Saya yakin ini bukan murni idenya. Pasti ini ide kolektif dari bapak-bapak RT kami yang hobinya gaul. Dan betul juga. Begitu kami pindah kesini, saya nyaris pingsan melihatnya.

Pos permanen, dengan dinding bercat oranye ngejreng, lantai keramik tinggi 30 cm, atap asbes miring 30 derajat. Oh.. jangan lupa, ada untaian lampu kelap-kelip yang nyala waktu malam hari. Satu kandang burung perkutut milik pak RT. Satu keran air+pompa di sudut yang lain. Dan satu lagi…..

Ada tulisan POS BHINNEKA TUNGGAL IKA di temboknya.

Kali ini saya benar-benar pingsan!


BTR 1 Des 09 (saya yang lagi ‘pingsan’ )

Monday, November 30, 2009

antara lampu dan pelanggaran HAM

sore itu di ruang depan. Sambil memandang sepetak halaman depan. Ini obrolan saya dengan suami tersayang.

"Apa? Wajib pake lampu taman? Harus seragam pula?" dengus saya, huh aturan yang aneh.

“Udah ketetapan dari pak RT, Hany. Udah kesepakatan bersama" kayak anggota DPR aja.

“Kalau nggak mau gimana?" saya, masih ngeyel.

"Hus! Udah ah... Ikutin aja. Nggak enak sama warga yang lain" kemudian dia ngeloyor pergi.

Hari gini harus seragam? Saya bener-bener nggak setuju. Sejelek-jeleknya rumah, saya nggak ingin disamakan dengan orang lain.

Karena setiap orang itu unik bukan? Lihat aja rumah di ujung jalan itu, pagarnya dicat ungu. Atau rumah nomor 35, langsung berubah hijau warna cat dindingnya.

Saya rasa sih, pasti ada beberapa orang yang nggak sreg dengan lampu jelek ini :D tapi tak kuasa untuk berkata TIDAK. Maaf pak RT, lampunya sih sebenernya nggak jelek-jelek amat. Tapi saya udah terlanjur sebel.

Dan saya pun manyun di pojokan.

Berhari-hari selalu saya pasang tampang PROTES BERAT jika masalah lampu ini disinggung lagi olehnya. Bersama kelima kucing saya, nyaris kami membuat spanduk untuk demo.

Tapi tanpa sepengetahuan saya, rupanya sudah ia setorkan iuran la
mpu ini pada pak RT. Tinggal tunggu waktu pasang lampunya saja.

Uh…rasanya tak berdaya.

disela-sela kegiatan saya mencuci baju, meyiram tanaman dan mengepel lantai. Ide-ide anarkis saya muncul  seperti :

1.    Pura-pura tidak ada dirumah jika nanti ada orang yang datang untuk pasang lampu

2.    Memotong kabelnya kalau sudah terlanjur dipasang

3.    Menggergaji batang besi penopang lampu 

4.    Secara ajaib bohlam lampu  hilang dari tempatnya

5.    dan pura-pura tidak tahu kalau ditanya …(haha!)

Ah.. ide barusan tidak akan menyelesaikan masalah. Batin saya bergelut. Intinya bukan itu. Protes saya ini harus saya sampaikan kepada khalayak ramai.

Seminggu kemudian.

Lampu taman itu sudah dipasang. Dan sudah menyala seperti lampu-lampu taman di rumah tetangga kami yang lain. Apa saya pasrah dan menerima kenyataan ini? Hohooo…. Anda salah besar.

Ada yang beda kali ini.

Cahaya lampu kami warnanya kuning hangat. Satu-satunya lampu yang terangnya seperti itu. Warna kuning di tengah-tengah kepungan lampu taman tetangga yang sinarnya putih menyilaukan.

Haha… rasakan pak RT! Ini bentuk protes saya!!!

BTR, 25 November 2009 ; 22:02 *lagi nunggu yayangnya pulang kopdar, hanya ada Ucup n Pippy di rumah

Wednesday, November 11, 2009

Masa Orientasi Kucing (MOK)

Sebelum pindah rumah, saya sempat tanya kepada teman-teman di mailing list Indonesian Cat Rescue (ICR) dan milis Pecinta Kucing mengenai tips jika si meong ikut pindah rumah.

Terutama kucing stray –istilah ini mungkin lebih dikenal dengan sebutan kucing kampung, kucing jalanan atau kucing liar- yang nggak biasa dikurung di rumah apalagi di dalam kandang. Saya tanyakan juga apa tipsnya agar si mpus nggak stress dan malah hilang ketika kami semua pindah ke tempat yang baru.

Saya senang karena banyak yang menanggapi. Saran mereka cukup beragam lho. Mbak Dini salah satunya. Mbak dini ini dari milis ICR (Indonesian cat rescue) bercerita, si Tiger kucing jantannya, sempat kabur di minggu pertama dan pulang ke rumah yang lama.

 “Untung masih satu komplek. Jadi gampang nyarinya” Mbak Dini ini baru saja pindah 4 bulan lalu. Kucingnya ada 7 ekor.

“Tapi setelah sebulan dia sudah nyaman dan ngga pernah keluar rumah lagi.” Tambahnya lagi.

Atau saran dari mbak Lala Lavita dari milis Pecinta Kucing, Pamannya meninggal dunia karena sakit dan kucingnya, -kucing kampung- tak ada yang merawat.

“Karena kasihan, kucing yang saya beri nama Kipli itu, akhirnya saya bawa pulang ke rumah saya.”

Ini tipsnya :
1.    Minggu pertama : dikurung di sebuah ruangan dalam rumah, bisa dalam kamar atau halaman belakang yang tertutup (jangan ada celah untuk kabur), ada naungan untuk berteduh, makan minum di tempat tersebut, dan biarkan mereka BAB & BAK disana.
2.    Minggu kedua : kucing baru dikeluarkan dari ruangan tersebut, namun masih dalam lingkungan dalam rumah
3.    minggu ketiga : baru boleh berkeliaran diluar rumah, biasanya mereka mulai hafal dengan bau dan letak rumah, jadi kalaupun kelayapan keluar rumah, mereka pasti balik lagi kok dan tidak nyasar...
 
Tapi yang sedikit nyentrik justru saran dari mbak Lucky.  Mbak Lucky yang tergabung dalam milis Pecinta Kucing ini punya pengalaman yang sama dengan saya. Pindah rumah.

Jadi sebelum semua barang masuk ke dalam rumah baru, kucing-kucingnya ia lepaskan dulu didalam rumah. Mereka biarkan kucing jantan untuk menandai area dan mengendus-endus isi rumah.

“Baru deh…. Semua barang kami masukkan”

“oooo..”

“Tapi ada satu tradisi yang biasa kami lakukan untuk membuat kucing baru merasa hommy”

“Caranya?”

“Caranya adalah dengan memutarnya di bawah kaki meja sebanyak 7 kali” oh ya? Saya baru dengar tuh.

“Memang agak unik sih. Tapi biasanya manjur loh..” bisa saya bayangkan mbak Lucky tersenyum senang. Dan tambahnya kemudian,
 
“Oiya, biasanya dua minggu pertama, si meong masih berasa asing di rumahnya yang baru. Jadi harus sering dibelai dan diajak main ya…...Semoga pada betah di rumah yg baru..  “

“Hahaha.. siaaaap mbak Lucky!”

Kalau mbak Agil lain lagi. Tipsnya adalah dengan menyibukkan si meong dengan mengolesi seluruh kaki depannya dengan mentega. 

“Lakukan sekitar 3 hari terus menerus.” Sahutnya dengan yakin.

“Nanti kalau ada yang berusaha untuk celingukan cari jalan pulang, olesi lagi mentega lebih banyak. Itu resep nenek.” 

Wah.. saya bisa bayangkan Pippy lupa makan gara-gara seharian sibuk menjilati kakinya. 

Terlepas benar atau tidak, menurut saya sih layak untuk diuji. Penasaran juga saya dibuatnya.

“Semoga berhasil ya, mbak”  Lanjutnya. Ho oh!
 
Nah.. di tengah kesibukan saya membenahi barang-barang untuk pindah. Ibu saya telpon dan bilang :
“Pindah nanti.. nggak usah bawa kucing banyak-banyak. Satu atau dua ekor aja cukuuuup” huuuuuuu… ibu yang sangat saya cintai ini. Dari dulu memang nggak pernah setuju kalau saya pelihara kucing. Huhuuuu….

Tapi ayah saya kemudian bilang, “papa.. udah 18 kali lho pindah rumah” *secara dia veteran sering pindah rumah * dia juga rupanya sepakat dengan ibu saya. Dan membagi sedikit tips cara cepat merapikan rumah dalam waktu 3 bulan. Kwak..kwaaaaw…

Hati saya makin tak menentu. Bahkan sambil mengangkat kardus-kardus berisi buku. Benak saya sibuk membuat rencana detail untuk kucing-kucing ini nanti. Ada satu tips menarik nih dari Mbak Endah dari milis ICR. Yang menyahuti kegundahan hati saya.

Saya dan mungkin ribuan orang diluar sana –hehehe.. terlalu lebay ya- bisa jadi terlalu fokus ketika hari pindah.  Dan luput mengenai persiapan mereka sebelum pindah.

Ini tipsnya, “Jauh-jauh hari sebelum pindah, mpus-mpus itu diungsikan dulu. Bisa dititipkan di tempat penitipan atau di rumah teman”

Karena biasanya kucing itu punya feeling yang tajam tentang apa yang sedang terjadi di rumah. Atau jika ada 'kesibukan' yang lain dari biasanya. Dan itu membuat mereka kabur dari rumah dan menunggu situasi kembali aman seperti semula. Dan akibatnya, malah pada ketinggalan nggak ikut pindah.

Hiks! Jadi ingat Mimin yang dua minggu sebelum kami pindah, pergi entah kemana.

“Dan perihal outdoor yang nggak biasa dikurung, mau nggak mau, nggak ada cara lain deh kayaknya selain memaksa mereka 'dipenjara' dulu.”

“Duh.. saya jadi raja tega dong ya?”

“Iya.., pada akhirnya mereka hanya bisa pasrah terima nasib. Ngamuk sih... memang, pastinya stress, tapi setidaknya mereka aman dan nggak hilang”

“Hiks!”

Moga-moga pada keangkut semua ya...ntar deh kalo nemu artikelnya dimana, diupdate lagi.” Iya mbak Endah. Makasih lho.

Tapi kayaknya yang paling mendekati kenyataan sih sarannya dari mbak Okti. Dia bilang kucing outdoor, kalau dibawa pindah jangan langsung dilepas, paling tidak dikurung beberapa hari dulu.

Sediakan makanan. Karena makanan merupakan faktor yang sangat menentukan. Kucing tergantung dari makanan yang kita berikan. Lambat laun kucing juga akan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. kalau itu sudah dipenuhi, nggak usah khawatir kalau kucing-kucing tidak akan kembali, kecuali kalau mereka ditangkap orang lain.

Waaah.. mbak  Okti.. semoga nggak kejadian deh kayak gitu.

eniwey…makasih ya semua… berkat saran dari teman-teman semua, masa orientasi kucing kami sudah berhasil kami laksanakan. Sekarang sudah menginjak minggu kedua. Dan kucing-kucing kami sudah bebas bermain seperti di rumah yang dulu.

(cerita berikutnya : MOK tahap dua episode Joni Hilang!)

-lagi mati lampu, 19:29 ...pippy lagi nongkrong deket jendela-
 

Friday, November 06, 2009

rumah itu bernomor tigapuluh dua




yup! besok tepat seminggu kami tinggal disini. Setelah berminggu-minggu mengepak, mengelompokkan dan memilah-milah barang, stress mengenai pembagian tugas dengan suami, menyimpan logistik untuk berminggu-minggu, membetulkan keran air dan lampu serta membujuk kucing-kucing di rumah agar mau ikut pindah. Akhirnya kami pindah juga.......

Ke rumah mungil tipe 36/72 di salah satu komplek pemukiman yang ada di Bekasi. Masih gersang karena baru dibuka oleh developer. Tapi saya lihat tetangga kiri kanan sudah menanam pohon mangga di depan rumahnya.. ah... sabar.... sabaaar....

bekasi timur, 6 november 2009; 16.00
-yang sedang rindu dengan keteduhan pohon, untung hari ini mendung, dan mpus-mpus lagi bobo ciyang semua-

Thursday, November 05, 2009

lost in time square




barangkali Ucup -belang putih kuning- bobby -putih- dan kunyit -kuning garfield- adalah tiga kucing jantan yang sempat dipertemukan oleh takdir. Ucup dan Bobby dilahirkan Mboy di kapling kosong  belakang rumah, diantara bedeng-bedeng tukang yang sedang mengerjakan rumah. Sedang Kunyit, saya temukan miau-miau crying for help di got taman depan rumah. umur mereka baru sebulan saat itu.

Ketika saya letakkan Kunyit diantara Ucup dan Bobby yang sedang menyusu, Mboy tak merasa terganggu dengan tambahan satu ekor anak lagi. Malah kasih sayang yang ia berikan sama besarnya seperti yang ia berikan pada Ucup dan Bobby.

Beberapa kali mereka –mboy dan anak-anak- pindah rumah. Tapi akhirnya kembali lagi ke rumah ini. Lalu kemudian Bobby hilang. Raib lenyap entah kemana. hanya tinggal Ucup dan Kunyit. Kedua bocah ini menjalin persahabatan. Main bareng, tidur bareng, dan tetap bermanja-manja pada Mboy seorang … eh .. seekor. 

Tapi kemudian virus itu datang lagi. Hanya 2 hari Kunyit bertahan dan kemudian mati.

Kami menguburnya di taman depan. Dan dua hari pula Ucup berkeliling rumah mencari Kunyit. Sahabat tersayangnya. Sedih saya melihatnya, tapi ini cerita lama. 

(edisi nostalgia  6 November 2009; 11.03)

Friday, October 23, 2009

Nero, pemuda dari bukit seberang

Pagi itu saya tiba di Tanakita, di Situgunung, Sukabumi. Tanakita ini adalah salah satu campsite yang dikelola oleh Rakata Adventure , salah satu operator yang ada di Jakarta. Saya disambut Nero yang mendengking manja dan kemudian duduk di dekat kaki saya. 

“Kenapa Nero?” Saya berjongkok dan mengelus kepalanya. Kemudian ia berjalan dan memamerkan sesuatu. Jalannya pincang. Salah satu kaki depannya bengkak.

“Astagaaaa.. Neroooo”  pengen nangis rasanya.

Begitu saya tanya teman-teman yang ada disini, mereka bilang Nero dipukul penduduk yang ada di kampung tak jauh dari campsite. Sedang jadi tertuduh raibnya kambing peliharaan mereka.

Kami semua tak percaya. Kang Isep -yang sekarang merawat Nero- saja bilang, pernah suatu hari Nero dikurung bersama ayam peliharaannya. Tidak terjadi apa-apa tuh. Biasa-biasa aja.  Jangankan kambing, ayam saja dia sayang kok. Padahal bagi orang yang belum kenal perawakannya cukup menyeramkan. Anjing jantan, besar, kekar dan hitam. Ini sudah kartu mati deh. Nggak bisa diganggu gugat lagi.

Ngomongin hitam, saya jadi ingat beberapa bulan lalu. Waktu kami semua ada di Tanakita.  Sedang meeting dan duduk di teras bangunan utama. Seperti biasa Nero mengambil posisi di tengah-tengah kami. Bayangin aja. Badan sebesar itu memaksakan diri ingin eksis di tengah-tengah kami.

Bori –ini salah satu teman saya- menggoda Nero “Mana si Nero ya. Kok nggak keliatan?” sambil mengendus-endus mencari Nero. Dan Nero merajuk dibuatnya. Hahaha… habis kamu bulunya hitam sih. Ya nggak keliatan walau ada di tempat terang. Hahaha..

Kalau begitu Nero itu suka bergaul, dong? Iya. Ini kata Nganga. Kata Nganga –teman saya yang lain, fyi juga nih, Nganga ini semacam godfathernya Nero. -

 “Penyakitnya nih.” ucapnya kesal.

“Penyakit apaan?” masih binun mode on.


“Kalo ngeliat cewek, pasti didatengin dan mulai caper deh” (caper=cari perhatian)

“ooooh..” geli.

“Dipanggil-panggil juga nggak didengerin. Huh!”

Ah Neroooo… Maka, jadilah kami berdua duduk dan bergossip tentang Nero. Yang diomongin sih lagi duduk diantara para wanita-wanita itu. Gerombolan tamu yang sedang ngobrol di pojokan sana. Sebagian sih bubar jalan karena takut pada Nero. Tapi sisanya baik-baik aja tuh.

Mendengar cerita Nganga, Saya baru tahu kalo Nero itu jenis Labrador Retriever .Dia termasuk salah satu ras terpopuler di dunia. Mereka tenang, tidak agresif dan tidak suka merusak. Sangat ramah sehingga cocok dijadikan anjing rumah, termasuk sebagai teman bermain anak-anak segala umur.

Nero juga bukan tipe anjing yang haus akan daerah kekuasaan. Pernah ia main jauh. Ke salah satu villa yang ada di kampung sebelah. Nah, di villa itu ada satu anjing gede yang tinggal disana. Maksud hati mengajak anjing itu main. Eh.. Nero malah ditampolnya. Maka larilah Nero pulang dan mengadu. Hingga hari ini, dia tak mau main lagi kesana. Kapok katanya! Hihihi…

Dan yang menarik dari Nero. Dia amat suka bermain air. Apalagi berenang.

“Serius?” saya tak percaya.

“Pernah nih. Karena penasaran, waktu main ke danau  Nero sengaja diajak naik perahu. Di tengah danau, kita cemplungin deh ke danau.”

“terus?”

“Bisa tuh. Langsung berenang”

Hebat! Nah mengenai hobinya main air ada lagi satu kisahnya. Waktu itu tangki air di Tanakita belum sempat ditinggikan, jadi masih bisa dijangkau oleh Nero.Nah suatu ketika hari sedang terik-teriknya disana. Dan Nero tertangkap basah sedang asyik berendam. Sudah tentu Nero diusir keluar. Dan omelan orang-orang disini karena harus kerja bakti menguras tangki. Hahaha…..

Tapi kayaknya siang ini Nero nggak bisa ikut main di sungai ya? Menemani tamu-tamu ini bermain tubing disana.  Kasihan Nero. Cepat sembuh ya!

Kisah di tanakita 16-17 sept 2009 lalu
-Tapi waktu saya turun ke sungai, ketemu Nero yang mendengking sedih. Ia sedang dipapah salah satu crew Rakata dan dilarang keras masuk ke sungai. Wong kakinya lagi sakit begituuuuu…! Ah.. Nero…Nerooo….

Mimin kamu ada dimana? hiks!

Sudah hari kelima. Dan Mimin belum juga pulang. Terakhir kali saya lihat dia malam minggu lalu. Ketika kami –saya dan suami- baru tiba di rumah.

Saya lihat Mimin sudah makan dan sedang tidur di sofa ruang tamu. Hari itu memang saya titipkan semua kucing pada Mbak Nia –orang yang biasa datang dan membantu saya jika cukup lama kami pergi meninggalkan rumah-


Mimin juga tidak muncul keesokan harinya. Ketika pukul setengah tujuh pagi saya membuatkan sarapan untuk mereka. Tidak biasanya ia melewatkan waktu makannya.

Apa ada yang menculik Mimin ya? Setahu saya, kucing hitam ini tidak begitu jinak pada orang asing. Dia juga bukan tipe kucing yang suka berlama-lama dipeluk dan digendong.  Lalu kalau tidak diculik, apa dia kabur dari rumah ya?

Padahal menjelang kepindahan kami ke Bekasi dan disela-sela hiruk pikuk saya mengemasi barang-barang di rumah, semua kucing ini juga tak luput dari masa sosialisasi mengenai pindah rumah  saya nggak peduli apakah mereka mengerti bahasa manusia. Tapi dengan intonasi yang lemah lembut dan ekspresif. saya rasa sih mereka mengerti  .

Seperti pagi ini misalnya. Kebetulan si Koko sedang beraksi dan bergelayut di betis saya. Sambil saya gendong berkeliling rumah, lalu kami ‘bercakap-cakap’.

“Koko, minggu depan kita pindah rumah lho”

“Miaau ?

“Koko nggak usah khawatir. Koko pasti ikut kok. Semua mpus pasti ngikuuuut!!!”

“Miaaaau!” -pasti artinya Horeeeeee!!! Hehehe-

“Kopernya mpus Koko sudah siap belum?”

“hihihihihi!!!” –kalau yang ini, suami saya. Kebetulan dia lewat di belakang kami.-

Baju bulunya jangan lupa dibawa ya …mpuuuuuuzzzz” -sambil ngeloyor pergi-

“huahahahaha…!!!” –laaah? Ada yang tertawa terpingkal-pingkal nih  -

Tidak hanya Koko. Semua kucing di rumah ini juga mendapat perlakuan yang sama. Pippy saya ingatkan untuk tidak lupa membawa kardus kesayangannya. Joni dengan selimut tidurnya. Malih dengan shampoo anti ketombenya.

Semua saya ingatkan. Dan saya selalu bilang kalau mereka semua pasti ikut pindah ke rumah yang baru. Saya awasi juga jadual main mereka setiap harinya. Terutama Joni, Kiki dan Mboy yang hobinya main keluar.

Tapi Mimin? Hiks! Kamu ada dimana mpooooez?

Ah, kalau itu Kiki atau Mboy, saya tidak sekhawatir ini. Pernah berhari-hari mereka meninggalkan rumah atau sering melewatkan waktu sarapan karena malamnya terlalu jauh bermain dan kemudian datang tergopoh-gopoh karena ketiduran di luar sana. Saya sih tenang-tenang saja. Mereka berdua memang hobi main. Dan pasti survive diluar sana.

Tapi tidak dengan Mimin. Mimin itu kucing yang selalu on time pulang ke rumah. Paling disiplin kalau sudah berurusan dengan makan. Tidak heran kalau sekarang perawakannya hampir menyamai Pippy –maaf ya Pippy rekormu sebagai kucing tergendut di rumah ini, hampir di pecahkan oleh Mimin-

Mimin juga kucing yang paling manja pada Pippy. Walau kadang-kadang jika Pippy lagi PMS dan ingin 'bunuh orang'  maka sedetik kemudian sudah ditampolnya Mimin dengan cakar miaunya. Hebatnya, Mimin tak pernah merasa sakit hati. Dia akan kembali menggelayut di depan Pippy, dan minta dijilat kupingnya.

Ah.. Mimin yang manis.

Hingga hari ini, saya sudah berkali-kali mencari Mimin. Bahkan hingga ke blok sebelah yang saya curigai tempat Mimin bermain. Membonceng motor suami saya ketika ia pulang kantorpun sudah saya lakukan. Dan berkeliling komplek sambil berseru-seru memanggil Mimin –sudah tentu dibumbui pandangan ‘kasiandehloe’ dari tetangga yang kami lewati-, tetap saja Mimin tak kami temukan.

Oh Mimin.. Mimiiiiiin…  

Serpong 23 Oktober 2009, 15.17, Joni lagi ‘pingsan’ dan tidur terlentang di depan pintu..hihihi.. capek begadang ya mPus?

-saya yang lagi sedih, andaikan Mimin membaca postingan ini. Hiks! Mimin.. pulang yaaa.. kamu nggak akan ditinggal. Kamu pasti ikutan pindah kok- atau andaikan si penculik Mimin membaca postingan ini, please..please deh, kembalikan Mimin kepada kami. Huhuhu…

Monday, October 12, 2009

taman nan asri itu bernama Taman Sari




“Mbak…!”  panggilnya. Di kamar depan, Cecep duduk bersimpuh memunggungi pintu. Berkutat dengan komputernya.  Disamping, ada Ivana yang memandang saya penuh harap. Mereka ingin saya melihat sesuatu. Malam itu di salah satu rumah, di utara kota Jogja.


“Ada apa Cep?” Saya baru selesai mandi. Dan saya yakin ia pun sebenarnya sedang diburu waktu. Jam tujuh nanti ada janji dengan teman-temannya dan kemudian ia akan pulang ke rumah ayahnya di Gunung Kidul.

Saya duduk diantara mereka. Tiga kepala serius menghadap monitor. Slide show foto rupanya. “Tadi kami kesana.” “Ooooo…” “Sayang kalian mbatalin acara ke tamansari sore tadi. Padahal kalo iya. Bisa dapet moment bagus nih.”

Ihiks! Betul juga. Fotonya bagus Cep. Modelnya juga keren -sambil melirik Ivana - Terus terang, dari dulu kalau mampir ke Jogja, saya kok nggak pernah tertarik untuk mampir ke Tamansari.

“Maaf ya Cep. Tadi kami batalkan acara kesini. Gara-gara sebel waktu ke Borobudur tadi siang. Rame banget kayak cendol. Jadi kupikir, sama aja dengan Tamansari.  Maklum toh. Soalnya lagi liburan. Pasti banyak turisnya”

Masih sambil menyesali diri melihat hasil jepretan Cecep. Saya bertanya-tanya, apa saya masih bisa kesini lagi? Cecep mengangkat bahu. Nyengir dan segera berlalu ke belakang. Mandi.

Jogja, 24 September 2009
(tapi ternyata keesokan harinya, pagi-pagi sekali dalam perjalanan kami kembali ke Jakarta, kami sempat mampir kesini. Penasaran  makasih ya Cep. Untuk inspirasinya. Juga untuk tumpangan penginapannya. So sorry about the door. Maaf yaaa… ;ditulis di  Serpong 12 oktober 2009 05.09 sibuk-sibuk packing barang)


info lainnya silakan lihat disini :

taman sari
istana air
taman sari

Saturday, October 10, 2009

Mas gondrong pemuda dari tamansari




Barangkali tampang kami yang sedikit ‘gagap’ menarik perhatiannya. Begitu motor kami hampir putus asa, berderum perlahan mencari tempat parkir.

Ia duduk di dekat pagar dan memperhatikan kami. Memakai tshirt hitam bergambar kamera dengan sebatang rokok terselip ditangan yang tak kunjung dibakarnya.

Sementara itu si Malih –ini nama motor kami- akhirnya kami parkir di dekat pintu masuk. Tempat parkir motor berkanopi yang letaknya persis di depan loket yang belum juga buka. Padahal sudah pukul setengah sembilan pagi.  Hmm…

Ia segera menarik minat saya. Rambutnya panjang, berminyak dan diikat satu. Matanya redup. Mungkin semalam tidak tidur. Ketika saya tanya namanya, ia hanya bilang :”Panggil saya Gondrong”

Melihat gelagatnya, saya sih sudah menduga. Dia pasti salah satu pemandu tempat ini. Saya sebenarnya nggak begitu suka jalan ditemani guide. Entah mengapa. Mungkin saya nggak begitu suka menjelajah ditemani orang lain. Rasanya imajinasi saya tidak bisa berkembang  tapi ternyata saya salah duga.

Kemudian kami diajak menembus pagar tembok. Merunduk melewati lubang setinggi 1,5 meter. Memutar menembus pemukiman di luar pagar tembok tamansari. Sempat berhenti di warung –mas gondrong mau beli rokok- kami turun menuju lorong bawah tanah. Melewati lorong-lorong sempit, meniti atap dan akhirnya tiba di mesjid yang bentuknya aneh sekali.

Karena terlalu asyik memotret, kadang saya tertinggal di belakang. Ia melirik kamera yang saya tenteng. Dan tiba-tiba saja kamera sudah berpindah tangan. “Kamu berdiri disana!” perintahnya. Hihihi… ini pemandu atau satpam sih?

Padahal, saya bukan tipe orang yang pandai bergaya di depan kamera. Sama seperti ribuan ‘tukang potret’ diluar sana ‘yang pandai memotret tapi tidak pandai untuk dipotret. 

Begitu juga suami saya. Kami pasrah saja mengikuti instruksinya. Tanpa saya sadari saya sudah memanjat tembok tinggi dan melompati pagar demi mendapat angle yang menarik. Baru kali ini saya bertemu pemandu yang juga jago motret.

Tidak saya sangka hasilnya akan seindah ini. Ah… saya harus banyak belajar lagi. Maka dengan segala kerendahan hati, tulisan ini saya tujukan untuk Mas Gondrong.
“Potretmu… kereeeennn sekali Mas  !!!!”

tamansari, jogja 25 september 2009 (salah satu kisah edisi trip tour de Solo akhir September lalu, fotonya mau dicetak ukuran besar dan dipasang di dinding rumah ah..

Thursday, September 10, 2009

Pengumuman : dikontrakan rumah di BSD

Rasanya berat meninggalkan rumah ini. Saya sudah terlanjur cinta. Rumah mungil tempat saya, suami dan kedelapan ekor kucing kami berteduh. Rumah mungil yang ada di daerah yang tidak terlalu ramai dan yang masih sejuk udaranya.

Tapi saya lebih cinta kepada belahan jiwa saya. Sedih rasanya melihatnya kelelahan karena harus berangkat pagi dan pulang larut malam. Jadi tahun ini kami berdua memutuskan  pindah rumah. Tentunya ke tempat yang lebih dekat dengan kantor suami. Semoga di tempat kami yang baru nanti juga akan sedamai rumah ini.

Rumah ini ada di Nusaloka, Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten. Akses dekat sekali dengan jalan tol Bintaro-TB Simatupang. Jika dengan kendaraan umum, banyak moda transportasi yang dapat digunakan. Bus trans bsd dan kereta api contohnya.

Luas bangunan 36 meter persegi dan luas tanahnya 72 meter persegi.  Letaknya persis di depan taman lingkungan.

Dua kamar dan satu kamar mandi. Satu dapur, carport untuk parkir mobil. dan taman mungil yang ada di depan dan belakang rumah.

Furnished. Sudah tersedia lemari pakaian, rak buku, rak pembatas ruang, dan kitchen set serta meja makan kecil di dapur.









Kawasan aman karena hanya ada satu portal masuk dengan penjagaan ketat.


Tidak jauh dari Indomaret, dokter 24 jam, rumah makan padang, ayam kremes, bubur ayam dan bakso… hmmm…nyam..nyam….

Jadi, bagi yang berminat silakan hubungi saya, rumah ini kami sewakan. Cocok deh buat pasangan baru atau keluarga kecil yang ingin mandiri.

makasih yaaa....

serpong, 10 september 2009; 12;23

 
;