Tuesday, April 29, 2008

Apa kamu mau mpus KOKO jadi gelandangan?

“Apa kamu mau mpus KOKO jadi gelandangan?” omel saya berang.

Mpus Mboy duduk tegak di dekat kaki saya. Saat itu saya sedang marah. Sambil mencuci piring, sesekali saya menoleh ke samping. Mpus mboy menegakkan salah satu telinganya. Matanya yang bak bulan sabit itu menengadah ke atas. Memandang saya. Penuh rasa bersalah.


Saat itu sudah gelap. Adzan magrib baru saja usai. Hanya ada saya dan Mpus Mboy di belakang. Sementara itu, tidak jauh dari situ, KOKO dengan lahapnya menghabiskan jatah makan malamnya.

Ini pasti gara-gara survival lesson-nya mpus Mboy tempo hari. (selengkapnya ada disini ….)

“Kami semua tahu Mboy, kalau kamu bisa naek pager belakang!” lanjut saya lagi.

Tapi anak-anakmu belum tentuuuuuuh” kali ini suara saya jauh lebih lunak.

Lho? Ada apa dengan si Mboy? Dengan KOKO?

Begini ceritanya. Kisah ini bermula ketika acara ritual makan malam mereka baru saja digelar. Sementara makanan saya siapkan, ekor mata saya masih dapat melirik bahwa ketiga kucing mungil ini meniru polah induknya tadi pagi.

Pagi tadi mpus Mboy melompat hingga batas tembok setinggi 1,5 meter. Bertumpu pada om gajah *patung batu ganesha* dan naik hingga tembok.

Kadang-kadang hanya duduk diam memandang kapling kosong yang ada di belakang rumah. tapi lebih sering sih berjalan mundur dan naik memanjat teralis besi yang ada diatas tembok. Dan kemudian.. hup! Melompat hingga atap tetangga sebelah.

Dan tadi ketiga unyil ini –MIMIN, KIKI dan KOKO- dengan semangat nan membara ikut melompat naik meniru induknya.

Benar dugaan saya. Ketika piring makanan saya letakkan. Hanya mpus KOKO yang tak ada di tempat. Sayup-sayup terdengar miau-miau kecil tanda panik dari balik tembok.

Semenit. Dua menit. Saya tunggu. Semoga ia menemukan jalan kembali ke rumah. Sebel, karena si Mboy lebih memilih piring makanannya dibanding mencari anaknya. Lagi-lagi saya yang harus turun tangan. Huh!

Saya bergegas berganti pakaian, memakai sandal. Mengunci pintu. Dan berjalan hampir satu blok jauhnya. Suasana di luar sepi. Pasti semua orang sudah masuk ke dalam rumah. Matahari sudah tenggelam. Cahayanya remang-remang.

Saya berdiri di tepian kapling kosong itu. Jauh dibelakang warna kuning cahaya lampu belakang rumah saya menembus jajaran bambu.


Nyaris surut semangat saya. Membayangkan harus mengarungi lautan ilalang setinggi betis. Membayangkan binatang melata yang mungkin menghuni tempat ini.  Dan juga makhluk-makhlus halus lainnya yang sedang nongkrong disini. *ini magrib. Remember? *

Lima menit kemudian.

Dalam keremangan malam. Sambil menggendong KOKO, saya berjalan terpincang-pincang menuju rumah. Sendal saya hilang satu. Waktu tadi terjeblos parit di ujung kapling kosong itu. Untung tadi sudah gelap. Jadi nggak harus membalas dan menjawab tatapan heran ibu-ibu yang melihat saya hanya memakai sebelah sandal ..hihihihi..

Ah… . demi si KOKO. 

Saya penasaran. Apakah kucing punya kemampuan orientasi seperti halnya anjing ya? Apa mereka bisa mencari jalan kembali ke rumah?

 

Serpong 29 April 2008, 15:26 (si KOKO yang bandel ini lagi tidur nyenyak di samping saya)

Wednesday, April 23, 2008

teknik survival ala mpus mboy

Pagi itu saya melihat potongan kepala ayam mentah di keset depan pintu kamar mandi. Kepala ayam gitu lho. Bukan sesuatu yang saya harapkan nongol di pagi buta seperti ini 

Saya curiga si Mboy pelakunya.
 Karena dia satu-satunya kucing di rumah ini yang hobinya dugem dan ngeluyur tiap malem.

Heran juga. Darimana ia bisa dapet potongan kepala ayam seperti ini? Dagingnya begitu segar., bersih dan cutting-nya begitu rapi.

 Tanpa diduga misteri itu akhirnya terjawab sudah. Esoknya, saya melihat si Mboy berlari-lari kecil mengejar ibu penjual ayam yang lewat di depan rumah. Penjual ayam keliling dengan motor bebek plus box isi ayam segar yang ada di boncengan.

 Pasti si mboy berdoa dengan kerasnya. Semoga ada orang yang beli. Karena kalo enggak. Nggak mungkin dong dia dapet bagian. Ini suatu anugerah. Bonus kepala ayam dari si ibu penjual ayam.

 Ternyata kepala ayam yang nganggur di depan kamar mandi itu ia dedikasikan khusus bagi ketiga anaknya. MIMIN-KIKI-dan KOKO (selengkapnya....) Dan saya terlanjur malu mengira itu untuk saya

 Tapi rasa itu tidak bertahan lama. Dua hari kemudian rasa Ge Er saya mendadak berubah menjadi jeritan penuh rasa sebal.

Kali ini yang dibawa *siapa lagi kalo bukan* si mister micky mouse. Masih pingsan. Di bolak-balik. Dan dipersembahkan kepada anak-anaknya. Si Mimin  terlihat tertarik. Tapi tidak dengan si kembar KIKI-KOKO.

 “Duh mboy! Jorok banget sih kamu!”

 Kali berikutnya. Hanya tinggal kepala tikus yang malang itu. Ditinggalkan di halaman depan. Horor banget nggak sih memungut mayat hasil mutilasi itu dan membuangnya ke bak sampah.

*film tali perawan pocong aja kalah *

 Tapi lama kelamaan. Saya mulai sadar. Mungkin ini adalah salah satu cara untuk mengajar teknik-teknik dasar survival bagi ketiga anaknya. *nggak hanya digunung aja dong yaaaa…di komplek ini perlu juga latihan dasar seperti itu*

 Halah!

 Serpong 23 april 08 (12:19 yang lagi latihan survival udah pada makan siang semua J udah mandi kucing dan sekarang lagi bobo’ siyang)

sepotong ayam dari mpus mboy

Malam itu. Giliran mpus mboy menemani kami makan malam di belakang rumah.

Ketika bonus potongan ayam itu diberikan padanya. Alih-alih dimakan tapi justru digigit dengan hati-hati  dan duduk menghadap pintu, minta dibukakan. Kemudian ia mengeong-ngeong dengan suara yang khas sekali.


“Kenapa dia, hany?” tanya suami saya heran. (hany : panggilan sayang suami untuk saya )

 “Oh… lagi manggil anak-anaknya tuh” jawab saya sok tau.

Saya hapal betul nada miau mpus yang satu ini. Agak susah juga mendeskripsikannya dalam bentuk tulisan. Hmmm…. sedikit tebal warna suaranya. Mengeong pendek-pendek tapi sering sekali.

 “Lho? Untuk apa?”

 Sambil membuka pintu saya nyengir dan mengajaknya mengikuti mpus mboy.

 Di ruang depan, ketiga anak kucing itu sedang bermain petak umpet. Biasalaaah, namanya juga anak-anak. Si Mimin ngumpet di balik bantal sofa. Ketahuan sama Kiki. Mimin melompat tinggi. Kiki juga begitu. Ber high fi di udara.  Si Mimin kabuuuuur! Kiki mengejar Mimin. Koko *yang sedang mandi kucing di kursi kayu* lari membantu Kiki. Dan mengejar Mimin hingga belakang tv. Aaaah….

 Dan semua kegiatan itu mendadak terhenti demi mendengar miau mamie mboy. Kemudian mereka berlari-lari mendekat dan bergelayut manja di seputar ibunya.

Mpus mboy duduk dan meletakkan potongan ayam itu di lantai. Mendorong-dorong anaknya untuk makan.

 “Aaah… so sweeeeet!” kami berdua mendesah.

 Kalau pada akhirnya si mboy juga yang menyantap ayam itu. Itu bukan soal.


Yang menakjubkan bagi kami adalah kok ada ya induk kucing yang nggak egois dan lebih memilih memberikan makanannya untuk anaknya.

 Ajaib!

 Serpong 23 april 08 ; 10:23 (hari yang cerah, lagi jemur bantal guling di luar)

Friday, April 11, 2008

Ketika Mpus Pippy melahirkan

Tanggal empat kemarin, akhirnya, Pippy melahirkan juga. Padahal sudah sejak akhir bulan lalu saya tunggu-tunggu.

Sejak pukul sebelas malam, urf.. urf-nya Pippy sudah mulai terdengar. Ketubannya pun pecah di dekat saya.

Maka, begitu pintu lemari pakaian saya buka. Pippy segera masuk ke dalamnya. Heran deh…. Itu juga tempat mpus Mboy melahirkan si mimin, kiki dan koko dulu.

Saya dan suami menunggui Pippy. Kami rela tidak segera tidur. Selain pengen nemenin Pippy, mungkin juga karena penasaran. Seperti apa ya rupa bayi mpusnya nanti?

“Pasti ada yang bulunya seperti mpus Pippy.“ saya berkhayal.

“ Uuuuurrrrrf….!” Jerit Pippy. *mungkin dia bilang.  Penting nggak seeeeh?*

“Tarik nafasnya Piiii…” sahut suami saya. Prihatin. *dia ingat kisah di film-film itu barangkali*

 “Urf!”

Hingga pukul 12 malam dan hari pun mulai berganti. Belum juga nampak tanda-tanda bayi mungil itu nongol. Saya sudah mulai rebahan karena pegal dan ngantuk. Sementara suami masih asyik bermain PS. *Ugh!*

Tapi limabelas menit kemudian.

“Oui!”  sayup ada suara miau kecil di balik tubuh Pippy.


Kontan saya bangkit. Kami saling berpandangan. *maksudnya saya dan suami bukan sama mpus Pippy hehehe..* Dan berlomba-lomba duduk di depan lemari.

Aaaaah…. Rupanya Mpus Pippy sudah melahirkan. dan tak lama kemudian anak berikutnya pun menyusul.

Nah, ini dia. Mari saya perkenalkan kedua anak Mpus Pippy. Warna bulunya hitam. Dada dan keempat kakinya berwarna putih. *seperti sedang pake kaos kaki* dari moncong hingga ujung hidungnya berwarna putih. Ada totol-totol hitam pula. *kok kayak badut yah?*

Sayang tebakan saya salah. Nggak satupun yang mirip Pippy.

Saya curiga, si Zorro yang nampang di sebelah ini adalah ayah biologisnya.


 

Serpong 11 april 08 ; 15:42

“Pasti deh kayak dulu. Banyak calo-nya. Banyak yang ngerokok. Dan laki-laki semua. Sebel! “

“Cepet kan, Buuuu!” tiba-tiba saja bapak tua si tukang parkir itu sudah ada disamping saya.

“Iya…yaa”  saya nyengir.

Gara-gara ada pemutihan kemaren nih Bu. Mangkanya nggak ada calo. Biayanya 80 ribu aja kan? Nggak kayak dulu. Bisa sampe 270 ribu!” sambung bapak yang sudah beruban itu *deu.. curhat*

“Ehhhmm.. 85 ribu, Pak” sambung saya lagi *si perfeksionis ini gatal pengen bicara *

Ini sudah kedua kalinya saya perpanjang SIM saya. Lima tahun lalu saya pernah hadir disini. Sepanjang yang saya ingat, hanyalah penderitaan yang tiada berkesudahan. Sebut saja, mulai dari puluhan calo yang mengikuti mulai dari pintu masuk hingga loket pendaftaran, ruang tunggu yang pekat dengan kabut asap rokok , pusat informasi yang entah ada dimana serta biaya siluman yang bisa membuat pingsan tujuh hari tujuh malam.

Sehari sebelumnya, saya sempat mengeluh kepada suami. *curhat tepatnya*

“Pasti deh kayak dulu. Banyak calo-nya. Banyak yang ngerokok. Dan laki-laki semua. Sebel! “

Si bawel ini ngomel panjang pendek. Pendek kata, saya ngerasa nggak nyaman untuk pergi sendiri kesana. Tapi apa boleh buat. Maka, pergilah saya pagi itu menuju Jalan Daan Mogot. Melintas jalan yang padat. Bersamaan dengan orang-orang yang akan berangkat kerja dan sekolah.

Dan dua jam kemudian saya baru tiba di lokasi.

Mangkel.

Pertama, sudah pasti kemacetan di jalan. Kedua, karena kantor pelayanan SIM ini tidak ada dalam peta. ditambah dua kali saya harus memutar karena salah tebak lokasi, harus berhenti dulu untuk bertanya, dan terlewat karena tidak ada penanda yang jelas.

Begitu turun, si tukang parkir malah menawari pulpen dan pensil. “Buat test ntar, Buuu”

“Laaaah?” Saya udah parno aja ada calo yang mengejar-ngejar saya *hehehe…ge er mode on*

Kurang dari satu jam. Kartu plastik mungil itu sudah ada di tangan saya. Untuk perpanjangan SIM, mereka mengklaim tidak lebih dari 30 menit prosesnya. *Saya lebih lama karena sibuk tanya sana-sini, motret dan jalan-jalan di sekitar gedung utama*

Jadi proses untuk perpanjangan SIM itu adalah sebagai berikut :

  1. Beli form test kesehatan Rp 10,000 *perlihatkan KTP*
  2. Test kesehatan *test mata aja* dapet surat keterangan dokter
  3. ambil form permohonan asuransi *warna kuning* isi
  4. bayar asuransi Rp 15,000 *dapet form warna putih+pink*
  5. bayar form isian untuk perpanjang/ buat SIM, Rp 60,000 *dan isi dengan lengkap*
  6. ngantri di loket 21 *serahkan semua dokumen diatas+SIM lama+fotocopy KTP*
  7. masuk ke loket 23 s.d 28 (pilih sendiri) untuk di foto, tanda tangan+ cap jempol
  8. tunggu di depan loket 39 *ada ruang kaca untuk tunggu* akan dipanggil namanya via speaker
  9. SIM sudah jadi

Jadi untuk perpanjang SIM total jendral biayanya tidak lebih dari Rp 85,000

Ada beberapa hal yang patut dicatat disini. Pemutihan, pengawasan, atau apapun itu bentuknya. Mengarah ke satu muara, perbaikan. Semoga nggak anget-anget tai ayam.

Catatan :

  1. Siapkan alat tulis sendiri *kalo nggak sempet ya beli aja disana. Atau pinjem*
  2. budaya antri sudah diterapkan. Jangan coba-coba nyela kalo nggak pengen ditimpuk dari belakang
  3. petugas jaga di pintu masuk ketat sekali. Jadi yang tidak berkepentingan dilarang masuk gedung. *mungkin untuk menyaring calo yang pengen ikut masuk, kayaknya sekarang alih fungsi jadi penjual pulpen dan pinsil di depan gedung*
  4. kerja petugas di setiap loket amat cekatan, cepat dan efisien. *saluuuut!* nggak ada istilah gaya pegawai yang ngetik satu menit. Ngopi, ngobrol dan ngerokoknya setengah jam.
  5. ada pusat informasi untuk bertanya. Ada papan petunjuk tata cara pengurusan SIM yang dapat diikuti. Ada sign board elektronik untuk panggilan nomor antrian.
  6. Bawa uang pas *walau nggak ada tulisannya di depan loket harus menyetorkan uang pas. Sebaiknya sih siapkan uang pas. Daripada disuruh balik ngantri dari belakang. Di tiap loket kayaknya petugasnya males ngasih duit kembalian. Atau mungkin mereka nggak punya uang kembalian*
  7. Siapkan fotocopy KTP *daripada bolak-balik dari loket, untuk fotocopy dan ngantri lagi*
  8. Ruang tunggunya bersih. Toiletnya juga bersih.
  9. Daerah bebas rokok benar-benar diterapkan disini. Ada ruang kaca tersendiri untuk merokok.
  10. Petugasnya ramah-ramah dan sangat informatif.
  11. perhatikan jarak antar gedung. Loket tes kesehatan letaknya cukup jauh dari gedung utama. Buka dari jam 07.30 pagi *ada di sisi barat kompleks, di sebelah tempat parkir* 
  12. Nggak ada calo *mungkin ada, tapi satu dua aja. Terselubung*
  13. Memang disana sebagian besar laki-laki semua. J pada waktu saya disana, hanya saya sendiri ibu-ibu yang ngurus perpanjangan SIM.  Dapat dipahami karena hampir sebagian ‘sopir’ itu cowok. Nggak ada yang ‘iseng’ karena semua sedang ‘panik’ untuk test praktek atau ujian SIM.
  14. Untuk perpanjangan SIM tidak ada test uji kecakapan mengemudi. Prosesnya seperti sudah saya jelaskan diatas. *tapi apabila masa berlaku SIM sudah expired lebih dari 12 bulan. Harus mengikuti ujian teori lagi*
  15. oiya, catat juga kalau lokasi kantor pelayanan SIM Daan Mogot itu letaknya di km 11. *kalo naek busway, turun di halte taman kota* kalau dari arah Jakarta, letaknya sebelum terminal Kalideres. Tapi kalau dari arah Kota Tangerang, letaknya sesudah terminal Kalideres.
  16. plang penunjuk bahwa itu Kantor Pelayanan SIM, kecil sekali. Hati-hati terlewat.

Dan akhirnya,

“Komisinya dong, Buuu!” katanya lagi sambil menadahkan tangan.”Kan tadi sudah saya bantuin” 

 “Ah Bapaaaaak!” *Cuma nunjukin arah gedungnya doang. Semburku dalam hati*

“teh kotak aja ya? Mauuu?”

“Ahaha.. ya mau dong Bu. Mumpung saya lagi haus nih”

Dan berpindahlah barang itu. Nggak apa-apa. Saya lebih rela.

Sembari meninggalkan lapangan parkir. Si petugas melambaikan tangan dan berkata:

“Sampe ketemu lagi lima tahun mendatang ya Buuuuu!”

“halah!” *saya nyengir* mudah-mudahan lima tahun ke depan, pelayanan di tempat ini masih sebaik hari ini dan diikuti dengan kantor pelayanan publik lainnya. Semoga.



Pengen liat SIM-nya? Niiih….*bangga beneeeeerrrrr* Mumpung lima tahunan. Kan harus kereeeeeeen…..!

Serpong, 11 april 2008 ; 09.40 (mpus pippy lagi bobo’ di sebelah monitor)

Mumpung lima tahunan. Kan harus kereeeeeeen…..!

Alkisah, setelah jepretan pertama.

“Saya lihat preview-nya ya Pak?” tanya saya. Penuh harap.

”Mumpung lima tahunan. Kan harus kereeeeeeen…..!” tambah saya *makin menjadi-jadi *

Si petugas tersenyum simpul. Geli.

“Tapi setelah tandatangan ya Bu”

Betul. Minggu lalu saya ada di Kantor Pelayanan SIM yang ada di Daan Mogot. Di salah satu ruang tempat kami diambil foto, sidik jari dan tanda tangannya.

“Kalo kacamatanya dilepas gimana Bu?” kali ini si petugas yang mengusulkan. “Soalnya kacamatanya mantul” *maksudnya memantulkan cahaya. Fotonya jadi jelek banget*

“Wah.. betul juga Pak.” Sahut saya dari balik bahunya.

Maka dipotretlah sekali lagi. Kali ini saya sengaja memasang tampang cengiran ala Tigor. Tigor ini teman saya. Untuk urusan pose di depan kamera. Nggak ada duanya deh.

Selesai dipotret. Pos selanjutnya adalah menunggu di depan loket 39 *kalo nggak salah* untuk ngambil SIM yang udah jadi. Lima menit kemudian. Melalui pengeras suara, nama saya –dan nama lima orang lainnya- dipanggil bersamaan. SIM-nya sudah dicetak. Sudah jadi.

Daaan..

Wah..wah…. cengiran saya… lebar sekali ternyata…. Hahaha…


Apa kabar kantor pelayanan SIM kita hari ini? selengkapnya...

(pagi di Serpong, 08.59 dikisahkan kembali 2 april 2008)

 

Wednesday, April 09, 2008

antara kucing dan komitmen

Apa kabar ketiga anak mpus Mboy?

Ahhhh… mereka baik-baik saja. Realtime-nya ketika kisah ini ditulis, ketiga ‘setan’ kecil itu sedang tebar-tebar pesona, berlompatan dengan keempat kakinya, kejar-kejaran dan main petak umpet di sekitar saya. whaduuuuh…

Mari saya perkenalkan. Namanya MIMIN, KIKI dan KOKO. Si Hitam ini saya beri nama Mimin. *Ah.. kalian pasti ingat komik si hitam MIMIN  itu kan?*

Sedang si kembar bercorak tabby ini, saya beri nama KIKI dan KOKO. *inget si chipmunks dalam kisah si Donald Bebek?* Membedakannya gampang sekali. KIKI berhidung merah jambu sedang KOKO berhidung hitam.

Dulu, hidung saya masih sibuk mengendus-endus belakang sofa. Rupanya salah satu tersangka itu, puppy di belakang sofa. *Arrrrghhh!!!!* Dan salah dua tersangka, ternyata tidak dapat menahan hasratnya untuk pipis dan ngompol di salah satu bantal sofa… *aaaargggh… menjitak kepala sendiri* Sambil mengomel panjang pendek saya bersihkan area tersebut. *sigh!*

Tapi saya percaya, bahwa kebiasaan bisa dibangun dan disiplin bisa ditegakkan di muka bumi ini. *hihihi.. maaab…terlalu bersemangat sih*

Dan seperti halnya bayi kucing yang tinggal di rumah ini, kebiasaan makan dan pup dan pip *maksud saya, buang air besar dan kecil * selalu saya ajarkan sejak dini. Kira-kira begitu mereka berumur satu bulan kebiasaan ini dapat dipraktekkan. Karena biasanya pada saat itu, bayi kucing sudah mulai berani keluar dari tempat mereka dulu di lahirkan. Sudah berani lepas dari induknya dan mulai bermain.

Maka, hari berikutnya saya susun rencana. Untuk terus memata-matai mereka. Mengikuti kemana mereka pergi. Jika ada tanda-tanda hendak puppy. Ahaaaa…! ‘setan’ kecil ini akan saya angkat dan pindahkan ke taman kering yang ada di belakang. Sudah ada senjata sekop kecil yang siap menyendok dan membuangnya ke kapling kosong yang ada di belakang rumah

Lah.. belum sempat saya kerjakan. Sudah mereka lakukan sendiri tuh. Kok bisa ya?

Jadi begini ceritanya. Begitu pagi, pintu belakang pasti saya buka lebar-lebar.  Mpus Mboy dan Mpus Pippy yang sudah bangun sejak subuh pasti mengikuti saya ke belakang untuk makan pagi.

Tak disangka tak diduga. Ketiga mpus kecil ini berlarian mengikuti induknya. (red : mpus Mboy). Dan kemudian mencari spotnya masing-masing dan …. Aaaaaaaah…! Dengan wajah lega melepas hajat.

Mungkin sudah naluri.

Saya sih dengan senang hati, tinggal menyisir halaman belakang, dan menyekop ‘tanda mata’ yang ditinggalkan mpus kecil ini. Dan tetap bersabar. Hingga nanti mereka bisa melompat keluar masuk melalui jendela depan yang saya buka 24 jam itu.

Bagaimana dengan makan?

Sama. Persis seperti kita. Untuk makan dan minum pun harus belajar. Maka, disamping piring induknya saya letakkan satu piring plastik besar untuk mereka bertiga. Harapan saya, mereka dapat mencontoh ibunya yang sedang makan.

Namanya juga anak-anak. Masih belepotan kalau makan. Kadang-kadang ada nasi yang nempel di kepala mereka. Makanan yang tumpah di sana-sini. Bahkan, keempat kaki yang masuk ke dalam piring .. halah!

Yang lebih menggemaskan sih waktu mereka belajar minum. Kadang-kadang hidungnya tercelup di mangkuk berisi susu atau air putih. Bersin-bersin sebentar. Dan mogok minum.

Kalau sudah begini. Jangan pernah ragu untuk terus nongkrong di sebelahnya. Mengoleskan setitik air ke bibirnya. Dan kalau dia sudah menjilat-jilat tanda suka. Aah.. pekerjaan menjadi dua kali lebih mudah. Sorongkan mangkuk minum itu ke dekatnya. Lama-kelamaan, ia tahu kok. Kucing juga belajar… hehehe….

 

Serpong 9 april 08 10:37

(oprah di metro tv. Sean penn dan into the wild de movie)

Bagi saya, memelihara kucing itu adalah sebuah komitmen. Begitu saya memutuskan untuk hidup berdampingan dengan makhluk berbulu ini, saat itu juga saya siap dengan segala konsekuensinya. Dibalik keceriaan saya bermain dengan mereka dan tergelak dengan tingkah polah mereka yang menggemaskan.

Ada satu kewajiban untuk memberikan makanan yang sehat dan teratur. Membuang kotorannya. Memberikan kasih sayang. Dan merawatnya ketika sakit. Mengajaknya bicara. Serta memberikan kebebasan dan ruang yang luas untuk bermain. Saya rela kok ....I really do…!

Thursday, April 03, 2008

daripada kebawa mimpi (episode : I believe I can fly)

waktu: 07.30 pagi
hari dan tanggal : Minggu, 27 Januari 2008
kegiatan : lagi jalan-jalan pagi
lokasi : tepi Danau Talaga Bodas, garut Jawa Barat

 
“Foto sambil loncat yuuuk
s!” jerit Deasy bersemangat. *maklummm.. masih pagi*

 “Badan gendut gini Deas?” Lirikku setengah tak percaya. Sumpah. Seumur-umur. Belum pernah tuh foto lompat kayak gitu.

 “Don’t worry Mbak. “ Sahutnya penuh arti. ”FYI aja ya, badan segede Ovie aja bisa. Apalagi kita”  Nyengir. *maaf lho Vieee…. Itu Deasy yang bilang lhoooo *

Mari kita lihat hasilnya. Nggak ada yang sukses tuh. Dari semua yang foto bareng –Suwasti, Deasy, Novi,Tinoy dan Chipi- hanya Chipi seorang yang BISA dan nggak pernah kehabisan gaya. Ada lompat gaya Naruto. Melompat gaya mompa ban sepeda. Lompat dengan gaya bertapa. Dan gaya lain yang tak terpikir oleh kami semua.

“Kok bisa?” “Gimana caranya, Puts?”

Dan Chipi hanya nyegir seribu basa. *emang diem aja yang bisa seribu basa*

(dan kemudian kami semua kembali ke Jakarta. Kembali dengan aktifitasnya masing-masing)


dua bulan kemudian ……..

waktu: 16.30 sore
hari dan tanggal  : Minggu, 23 Maret 2008
kegiatan : baru turun gunung
lokasi : di kebun teh Gunung Dempo, Pagar Alam, Sumatera Selatan

 

“Foto sambil loncat yuk!” bisikku pada Suwasti. Dalam perjalanan turun dari Kampung 4 menuju villa yang ada di bawah sana. *berharap nemu angkot yang bisa bawa kami turun sampe basecamp*

Dan gayung pun bersambut. Suwasti terima dengan bahagia. “Sambil nggendong kerir Ries?” tanyanya penuh harap.

Halah!

Aku nyengir. Dan menyitir ucapan Dotten dua hari lalu di Dinding Lemari “Dari pada kebawa mimpi? Hahahaha…..”

Dan inilah dia. Dua ibu-ibu yang berlulumpatan di kebun teh. Walau kaki masih pegel-pegel, Walau belum sempet makan siang *kecuali sepiring pempek pemberian teman baru kami tadi *

Kami tetap bersemangat. Lihat aja hasilnya. Bener kan?


Serpong 3 april 08; 14:29 siang (si mpus lagi bobo siyang semua)

 
;