Wednesday, February 23, 2011

gunung Pulosari (1346 m dpl) 21 - 23 Januari 2005 episode : "Paparazzi "

Semua menoleh kepada Ika. Kamera analognya sedang melakukan ritual rutin. Menggulung film secara otomatis begitu sudah mencapai nomor 36.Serentak kami semua terkekeh geli.

Sementara itu matahari kembali tertutup awan. Yanto murung mengingat gagal usahanya. Hanya mendapat satu frame akibat butuh waktu untukmenukar lensa kameranya dengan lensa pinjaman *milik Kris* Semuamenepuk-nepuk pundak Yanto. Turut berduka cita.

Hingga jam setengah tujuh malem, kami masih setia menanti. Tapi apadaya. Emang cuaca nggak bisa di prediksi. Begitulah, kami para sunsethunter berjalan lunglai, beriringan kembali ke tenda.

“Besok pagiiii!!! Jangan lupa! Para paparazzi. Kita berkumpul lagi.Sunriseeee!.. Sunriseeee!!! Jam 5 subuh udah stand by! Okeh ??!!!”kataku mengingatkan.

Jam 10 malam. Barbeque time!!!

Sudah pada rapi jali. Udah makan malem. Udah kenalan sama tetangga, yang lagi rame ngegitar dan nyanyi lagu-lagu top forty. Angin menderu-deru datang dari kawah di lembah.

 *jadi kepikiran, orang yang pada ngecamp dikawah. Lebih dingin lagi kali ya?*Sedang kami berdelapan, duduk menunggu jatah. Kris sedang membuat dendeng panggang di atas api unggun *kayu bakar, di sumbang sama tetangga sebelah* 

Sementara Yanto, yang rencananya mau bikin buku kumpulan puisi, sibuk mencatat semua kata-kata mutiara yang kami lontarkan di sela-sela obrolan dan kunyahan dendeng panggang kami.

bunga mawar bunga melati”
“terus?”
“buah mangga buah kedondong”
“terus?”
“kagak nyambung dong!”
"enak juga ya dendeng-nya?"
"????!!!"
“Cateeeeeet!”

Sesekali aku masih melihat kerlip lampu dari dusun di bawah sana. Juga senter yang disorotkan dari temen-temen yang ngecamp di kawah. 

Bulan cukup terang. Kerlip bintang menemaninya. Sementara angin, terus menerus naik dan berputar disini.

Ngantuk!

Heri sudah menghilang dari tadi, alasannya Cuma satu :

“angin kan lagi gede. Biar tenda nggak terbang kebawa angin, makanyaharus dikasih beban. Yaaa…badan gue!”

*huuuuu…..bisa aja cari alasan*

Satu persatu mulai undur diri ke dalam tenda. Istirahat dulu.


Minggu, 23 Januari 2005Jam ½ 6 subuh

“Ries! Bangun!” Ida yang tidur di sebelah sudah menepuk-nepuk lututku.
“Katanya mau nunggu sunrise?” 
“hah? Angin gede begini?“ 

jawabku setengah mengantuk. Angin cukup kencang. Menampar-nampar tenda. Mengguncang tenda. Untung terpasak cukup kuat. Kalo enggak, udah terbang tuh! Serem juga sih. Didalem tenda aja kayak gini. Apalagi diluar.

“liat aja dulu.” Kata Ida. 

Melihat jam. Udah jam setengah enam pagi. Wah, kalo mau ngejar sunrise,udah kesiangan nih. Mengintip keluar, uh ..kabut!!! Ida kami utus untuk keluar. He..he.. perwakilan. 

Mengingat kondisi alam seperti ini. Jangan harap deh bisa lihat matahari. Tunggu punya tunggu, Ida rupanya nyangkut di tenda tetangga yang udah masak air dan minum teh. Aku dan Ika pelan-pelan keluar dari sleeping bag. Shalat subuh. 

Kemudian Ika menyiapkan trangia. Kami sarapan dulu deh.Begitu keluar tenda. Kenalan dulu dengan Iyat, Rudy dan Agus. (tigatemen Faisal yang beryuhuuu yuhuuu itu lho. Masih inget kan?) Mengamati Kris yang sedang memasak. Sementara Faisal dan Yanto terengah-engah*koreksi : Yanto yang terengah-engah itu ..* membawa beberapa botol agua berisi air.

“ambil air? Dari mana?” tanyaku.

*sambil membungkuk menarik nafas, Yanto berkata 

“ kira-kira 100 meterdari sini turun. Ada cerukan berisi air. Ada 2 selang kecil. Air diambildari selang tsb.”

Penasaran. Pengen liat. Dianter Faisal, Rudi, Agus dan Iyat.*rombongan!!* aku, Ika dan Ida turun. Jalur turun ada disisi selatan.Turun beberapa puluh meter. Nggak sampe 3 menit. Sumber air ada di sisi kanan jalur. Persis seperti yang digambarkan Yanto. 

Sambil menunggu giliran. Ida pergi untuk ritual pagi. Faisal ngobrol sejenak dengan trio Iyat, Rudi dan Agus. *Catch up! menyamakan persepsi*

Iyat : “ini pertama kalinya saya lewat jalur tengah itu” *catatan :merambah tebing di sisi timur kawah* (Agus dan Rudi cuma nyengir)

Iyat : “ ketemu cewek. Di tinggalin ama temennya. Bener-bener deh.”
*maksudnya keterlaluan gitu* 

“yaa.. terpaksa. Saya temenin dulu” (Agusdan Rudi tersipu malu)

Faisal : “ Oh ..jadi gara-gara nungguin cewek itu. Lo sendiri jadinyaninggalin temen loe?” (Agus dan Rudi lagi-lagi tersipu malu, catatan :ditinggal Iyat di jalan)

Sementara aku menatap takjub pada sumber air itu. Persis ada diantara akar kayu. Membentuk suatu ceruk kecil. Saking kreatifnya, anak-anak disini membuat dua selang kecil. 

Sempet ngobrol dengan pendaki yang ada disana. Katanya kalo musim kemarau, air tetap mengalir. Cuma karena sumbernya resapan hujan dan dari akar pohon, jam 6 pagi nampung air jam 9 pagi baru terisi satu botol kecil aqua.

Setengah jam kemudian balik lagi ke markas besar. Rada ringan nih!Kayaknya ilmu meringankan tubuhnya sudah tinggi *jelasss.. nggak pakebeban*Suasana di markas sudah jauh lebih ceria. Masakan sudah jadi. Nasi plus goreng dendeng dan ketan goreng *hasil jarahan dari kos-nya Faisal*olahan brother Kris memang lezat. Ditambah pepsi blue milik Faisal dan rujak mangga yang diracik oleh Ida. 

Kami semua ber toast!!!

Sementara tetanggga kiri kanan sudah bersiap dan pamit hendak turun.Kami masih berkutat dengan acara foto-foto *agaiiiiinnn!!!* Ika masih membuat pas foto kami masing-masing di puncak.

Jam 10 pagi

Kami sudah siap packing. Tenda sudah dibongkar, sampah sudah dikumpulkan. Sudah dandan. Dan bersiap turun. Thanks God! Buatperjalanan yang seru dan indah ini.

Tamat

Serpong, 3 Februari 2005

dibuang sayang :

Priiiittt!!

Lagi-lagi suara sempritan Ika.

“kagak liat apa’ kita lagi ngapain?” tanya Kris. 

(catatan : dalamperjalanan turun. keril 85 liter. Berusaha turun. Tangan meraba-rabamencari pegangan. Kaki menggapai mencari pijakan.)

“iyaa.. emang kita lagi ngapain?” tanyaku kemudian. (catatan : kakimenginjak batu, salah posisi. Juga Mengapai-gapai mencari pijakan.Memindahkan kaki.)


catatan :
§ Tiket masuk terminal luar kota Kp. Rambutan @ Rp 200
§ Tiket bis Kp. Rambutan – Merak : @ AC (Rp 15.000) AC 2 – 3 (Rp12.000) non AC (Rp 10.000)
§ L-300 Terminal Serang – Gorda @ Rp 2.000
§ Toilet di terminal (Serang dan Kp. Rambutan) @ Rp 1.000
§ Carter angkot dari Gorda ke Cilentung total Rp 120.000
§ Ojek dari ds. Cilentung s.d entry pendakian @ Rp 2000
§ Tiket masuk gn. Pulosari @ Ro. 1500
§ Carter angkot dari Cilentung ke Terminal Serang Rp 80.000
§ Sarapan + kopi di Cilentung (untuk 8 orang) total Rp 14.500
§ Nasi bungkus+telor ceplok+garem+cabe (untuk 8 orang) total Rp15.000
§ Pisang goreng di Curug Putri @ Rp 500
§ Kopi di curug putri @ Rp 2000
§ Angkot dari terminal Serang jurusan Labuan; turun di Mengger @Rp 5.000
§ Angkot dari Mengger ke Desa Cilentung @ Rp 4.000 s.d. 5.000Kalo dari terminal serang, naek angkot jurusan labuan. Turun di Mengger.(ongkos @ Rp. 5000) Terus ganti angkot yang ke arah cilentung (ongkosRp. 4000 s.d Rp 5000) di ds. Cilentung menuju entry pendakian bisalanjut pake ojek (ongkos @ Rp 2000) atau jalan kaki (kl. 15 menit) danbayar retribusi pendakian ke pulosari @ Rp 1500

Info pos :

cilentung (+- 150 m dpl) - curug putri 1 s.d 1,5 jam
curug putri - kawah 1 s.d 1,5 jam
kawah - puncak bayangan1 s.d 1,5 jam
puncak bayangan - puncak 15 menit

Info jalur :

Cilentung - curug putri : entry point di sebelah warung, ada papanpenunjuk arah; jalur cukup landai, kebun penduduk; sebelum curug akanbertemu dengan pondok, ada parit di sisi kiri, lewati aja

Curug putri - kawah : di curug ada pondok, jalur ke puncak ada di depanpondok, melewati parit. jalur cukup landai, sesekali tanjakan, kebundan sawah tadah hujan; bisa buat ngecamp, 

Jalur dari kawah menujupuncak, ada di sebelah kanan kawah (arah selatan); jalur terjal, batu,akar dan tanah licin. vegetasi rapatKawah - puncak bayangan : puncak bayangan berupa dataran sempit, openarea. Selanjutnya ada percabangan dan batu penanda km. Belok ke kiri; ;jalur terjal, batu, akar dan tanah licin. vegetasi rapat

Puncak : bisa buat ngecamp, berupa dataran sempit memanjang arah utaraselatan; beberapa pohon dan semak ; ada menara sensor dan pemancar gempaInfo sumber air:Di curug :banyak!!!di kawah:ada aliran air. Kecil; di sisi kanan kawah, rasanya sedikitasam Di puncak : ada di sisi selatan. Turun kl 50 meteran. Ke arah jalurSeketi.; sumber air berupa cerukan sebesar 50 x 50 cm; dibawah pohon,berupa resapan air. Tidak disarankan bila musim kemarau.


PULOSARI - BANTENGEOLOGYThe Quaternary G.Pulosari volcano lies 15 km south of the caldera atDanau Danu, NW Java Island, and about 120 km west of Jakarta. G.Pulosariis one of four volcanoes which erupted after the caldera collapse atDanau Danu and from their morphologies only G.Karang had youngervolcanic activity. Refer also to the geology sections in the Danau Danuand G.Karang prospects.A solfatara filed occurs in the summit crater of G. Pulosari and thesteam is escaping in this area at temperatures up to 121°C. A smallamount of sulphur is being sublimated. Low flow, acid springs are alsopresent with temperatures of 93 - 95 °C. However one spring in thiscrater is 25°C. An increase in activity at the crater was reported in1939 when the maximum temperature found was 93°C. Slightly acid, warmsprings (51°C maximum) emerge from the NW and SW fluks of the volcano.NW-SE and NE-SW structural trends are again dominant at Pulosari as theyare in the adjacent Danau Danu and G. Karang prospect. The summit craterand solfatara field are situated close to the intersection of faultswith the above trends. The springs to the NW lie on a NW-SE fault, andthe summit and SW springs are aligned parallel to the NE-SW trendingfaults.The geological evidence suggests that a geothermal resource of limitedpotential exists in this area. It appears to be associated with theandesitic volcanism at G. Pulosari.GEOCHEMISTRYThe region labelled the Banten geothermal area covers an approximatearea of 1200 km2. Three major topographic features dominate it :G.Pulosari to the south, G.Karang to the NE of G.Pulosari, and the DanauDanu lake to the north of both of these features. The lake lies within acaldera in the G.Gurang complex of altered ground. Groups of geothermalfeatures appear to be associated with each topographic feature.Close to the summit of G.Pulosari (1045 m.a.s.l.) there are two hotsprings and one cold spring, containing steam heated and/or local groundwaters. A steam vent with vapour at 121°C is also present. To thesouth-west of G.Pulosari (on its lower slopes) lie the Kadupaiongsulphate-bicarbonate springs which are possibly a mixture of an outflowfrom the Pulosari system with local ground water. The springs at highand low altitude are all of low flow (<0.5 kg/s).Only one full spring analysis is available on the Kadupaiong springs andestimates of the prospect potential are unreliable even thoughtemperatures are probably high. This prospect may have a small tomoderate power potential.GEOPHYSICSA considerable amount of geophysical exploration has been carried out inthe Banten area. This is partly due to the lack of clear surfaceevidence of a geothermal reservoir at depth, and broad areas of very lowresistivity which cannot be obviously related to the existing thermalmanifestations. Three phases of M.T. surveying have been carried ouit :BEICIP (1979), GEOCO (1983) and GEOCO (1986). The last survey is stillbeing interpreted. Various Schlumberger resistivity surveys have alsobeen made, the last of which are still being interpreted at the time ofwriting. A gravity survey is also still being interpreted.The earlier exploration work was concentrated in the south of theprospect, around G.Pulosari, which has the hottest thermal features(120°C fumarole in its crater), and on the southern flanks of G.Karang(80-94°C solfatara near its summit and 60°C springs at Citaman about 7km further south). As a result of this work, a deep well, BTN-1, wasdrilled about 5 km south of the summit of G.Karang. The total depth was2.3 km, and the maximum temperature was at the well bottom, with aninferred temperature of around 140°C. A stable temperature profile(since drilling) has not yet been measured.Subsequent exploration has concentrated on the northern flanks ofG.Pulosari and G.Karang, and in the vicinity of the caldera Danau-Danu,and G.Merek further north. There are several locations of warm-hotsprings (max. temp. 60°C) in this area, some with flows of up to 20kg/s.Because the geophysical interpretation of this northern area is not yetcompleted, a preliminary interpretation using only the 1983 and 1986GEOCO M.T. data has been made for this evaluation. The results for thetwo surveys were combined by compiling an apparent resistivity map fromthe T=3 second data. The combination of the two M.T. surveys isessential so that the results of the well can assist interpretation ofthe whole exploration area.A feature of the apparent resistivity map is the very low resistivity ofover large areas. There are broad anomalies with an apparent resistivityless than 2 ohm-m on the southern flank of G.Pulosari (>50 km2), aroundthe west of D.Danu (>75 km2) and north of G.Karang (possibly >50 km2).In all 3 areas, the low resistivity anomalies appear to extend beyondthe edge of the survey data. It seems most unlikely that such largeareas of uniformly low resistivity are due to hot, conductive fluid.Tertiary sediments are known to underlie the volcanics in this area, andin the BEICIP geological report a theoretical vertical section, whichsuggests marls should be common below about 1 km depth, implies lowresistivity. South of Pulosari these sediments apparently outcrop.In the deep well BTN-1, the dominant lithology was simply logged asargillic-altered, andesite and tuff breccia. The 3-second apparentresistivity in the vicinity of this well is 3-5 ohm-m. Since thetemperature below 1 km depth is of the order of 100°C, and the chloridelevel measured in the drilling fluid was the order of 1000 ppm, the lowresistivity is probably a consequence of all 3 factors (elevatedtemperature, pore fluid conductivity and matrix conductivity). Ratherthan indicating higher temperature or more conductive pore fluid, thebroad areas of even lower resistivity (1-3 ohm-m) are probably caused byan increased clay content in the rock (because of the absence of activethermal features here suggests the low resistivity does not have athermal origin). Whether the increased clay content reflects a change inrock type (i.e. sediment) or increased alteration, cannot be ascertainedfrom the available data.In the vicinity of D.Danu, the thermal springs of Batukuwung, Cipirut,Citasuk, Citiis, Jumpari, and Jumungkal are all in areas of slightlyincreased resistivity (2-10 ohm-m). Similarly the fossil alterationzones at Wangun and Garung are also in areas of increased apparentresistivity (3 and 10-15 ohm-m respectively). The case of G.Garung, verylow resistivities occur at short periods (0.1 s) which are consistentwith a shallow, localised zone of alteration. D.Danu caldera has astrong gravity expression (amplitude maximum of -15 mgal). Many of thethermal features in the area are situated in the region of steep gravityaround the flanks of the caldera.A consensus based on all the M.T. data, the results of BTN-1, and thetype of thermal activity in the area suggests that no large, hightemperature reservoirs are present. Local, high temperature zones may bepresent beneath the summit areas of G.Karang and G.Pulosari. Few, if anyof the springs in the Banten area are now precipitating silica; thesprings are predominantly bicarbonate in character, and judging from thefossil of solfataras, and an old sinter sheet in the vicinity of Wangun,thermal activity was much more intense in the past. The broad areas oflow resistivity, presumably due to rock with a high clay content, meansthat the resistivity method is not very sensitive to lateral temperaturevariations at depth in this area. Both active solfatara areas arerelatively inaccessible, and neither appears to have a major outflow.There may be a minor outflow from G.Karang beneath its eastern flank.There was probably once a very active geothermal system in theBatukuwung-Wangun area, but there is little evidence to indicate whetheror not high temperatures still exist at depth. The local gravity high(~10 mgal) which extends west from the zone of thermal activity nearBatukuwung could be a consequence of densification as a result of thepast outflow of thermal fluids. The available data does not appear tosupport a further deep well in this area. However if there is a highdemand for electricity generation in the Banten area, then anintermediate depth well could be considered. This will have a higherthan normal risk of failure, and if acceptable, the well should eitherbe located on top of, or on the east flanks of, G.Karang (around GEOCOM.T. station 137). The well should not be deeper than 1000 m, and shouldbe aimed at detecting a deep temperature gradient which may be able tobe extrapolated to greater depth.REFERENCESAlhamid,I., O.Razali,U., Pekar, L., 1975. Geophysical Report on Banten.Pertamina Report.BEICEP, 1979. Geothermal Study, Banten area. Report for Pertamina.Ganda, S.A., and Suroto, 1981. Pendugaan daerah prospek panasbumi daerahCitaman - Banten. Unpublished Report, Divisi Geotermal, Pertamina Pusat,Jakarta.GEOCO, 1983. Magnetotelluric Survey for geothermal exploration in GunungPulosari Area (West Java-Indonesia). Report for Pertamina.GEOCO, 1986. M.T. Study in preparation. Report for Pertamina.Idrus Alhamid, 1981 , Laporan Penyelidikan Panas-Bumi Survai TahananJenis daerah Citaman-Pulosari, Banten. Pertamina Report.Kyushu Electric Power Co.Inc., 1975. Reports on Banten GeothermalSurvey. Parts I, II. Report for Pertamina.Mulyadi, 1985. The geophysical Investigation of Banten Thermal Area,West Java. Proc. 7th N.Z. Geothermal Workshop, 1985.P.T.Geoservices, 1985. Pengamatan gempa mikro di daerah Pandeglang(Banten), Jawa Barat.Gunung Pulosari - Pusat Peradaban Masa Lalu BantenGUNUNG Pulosari telah lama dikenal. Dalam sejarah Banten dikatakan SunanGunung Jati dan Hasanuddin melakukan perjalanan dengan tujuan ke GunungPulosari yang menurut Sunan Gunung Jati merupakan wilayah BrahmanaKandali. Di atas gunung itu hidup delapan ratus ajar-ajar yang dipimpinPucuk Umun. Hasanuddin diberitakan konon tinggal bersama mereka selamasepuluh tahun lebih.Keberadaan Gunung Pulosari yang dipercaya sebagaisalah satu gunung keramat diperkirakan telah muncul jauh sebelumberdirinya Kerajaan Banten Girang yaitu kerajaan yang bercorakHindu/Buddha sebelum berdirinya Kesultanan Banten Islam. Berita-beritadari beberapa pakar kepurbakalaan seperti Pleyte mengisahkanSanghyangdengdek berdasarkan sumber cerita Ahmad Djayadiningrat padatahun 1913 dan NJ Krom dalam Rapporten van der Oudheikundingen Diens inNederlandsch Indie tahun 1914 menyatakan pula bahwa di seputar KabupatenPandeglang ada peninggalan arkeologi berupa arca nenek moyang. Salahsatu arca yang dimaksud adalah patung tipe polinesia di Tenjo(Sanghyangdengdek). Gambaran Gunung Pulosari sebagai gunung keramatdiperoleh pula dari keterangan Claude Guillot bahwa di DesaSanghyangdengdek, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang terdapatpemujaan lama yang menyandang nama dewa. Tempat pemujaan tersebut sudahlama dikenal berupa batu berdiri yang tingginya kira-kira satu meter danpuncaknya dipahat sederhana dan kasar berbentuk kepala, mata bulat,mulutnya hanya berupa goresan, telinganya dibuat hanya tipis sederhanadan hidung tidak nyata, lengan-lengan dan kelamin lelaki kelihatan pula,tetapi hampir tidak menonjol. Tidak hanya itu. Keberadaan GunungPulosari yang dikenal sebagai gunung keramat dapat dikatakan sebagaisalah satu pusat peradaban masa lalu di daerah Banten. Pernyataan initentunya didukung bukti-bukti peninggalannya. Kira-kira empat kilometerdari Sanghyangdengdek di atas bukit Kaduguling tepatnya di perbatasanDesa Sukasari dan Desa Bongkaslandeuh, Kecamatan Menes, KabupatenPandeglang terdapat kompleks megalitik berlanjut yang disebut BatuGoong-Citaman. Hasil penggambaran Direktorat Purbakala tahun 1999,tampak situs Batu Goong adalah punden berundak yang merekayasa bentukanalam. Bukit Kaduguling sebagai bukit tertinggi di seputar situs,posisinya tepat berada pada garis lurus ke Sanghyangdengdek berorientasike puncak Gunung Pulosari dibentuk pelataran-pelataran bertrap-trapmakin ke timur makin tinggi menjadikan bentuk memusat ke belakang. Ditempat tertinggi itulah ditempatkan Batu Goong bersama menhir. Menhirini berdiri di tengah-tengah sebagai pusat dikelilingi oleh batu-batuyang berbentuk gamelan seperti gong dan batu pelinggih. Formasi semacamini lazim disebut formasi "temu gelang". Di tempat lain dapatdiperbandingkan dengan peninggalan megalitik di Matesih, Jawa Tengah,dan di situs Pugungraharjo di Lampung Timur.***SITUS Batu Goong dilengkapi kolam megalitik berukuran cukup besar, yangdikenal dengan situs Cataman. Cataman berada di sebelah barat Batu Goongjaraknya kira-kira 450 m, dan posisinya berada lebih rendah. Berdasarkanhasil pendataan Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala Serang,menunjukkan dahulu situs Batu Goong dan Citaman merupakan satu kesatuan,satu kompleks budaya dan satu periode. Di Citaman terdapat batu-batuberlubang, batu datar, batu dakon dan batu bergore. Disamping itu disitus Batu Goong-Citaman ditemukan pecahan keramik, diantaranya keramikSung putih berasal dari akhir abad ke-10 M yang paling tua, dan keramikYuan dari abad ke-14 M yang lebih muda.***SATU hal menarik dan menjadi perhatian adalah bila ditarik garis lurusbarat-timur, antara Batu Goong dengan Sanghyangdengdek akan berakhir dipuncak Gunung Pulosari sebagai kiblat persembahan tempat roh nenekmoyang sekaligus menganggap Gunung Pulosari itu sendiri sebagai gunungkeramat. Anggapan ini tidak berlebihan mengingat Babad Banten yangmerupakan produk masa Islam masih menyebutkan Gunung Pulosari adalahgunung keramat. Berdasarkan penuturan Babad Banten kendatipun GunungKarang dan Gunung Haseupan juga banyak disebut-sebut tempat kegiatanasal mula pendukung/masyarakat Banten, namun Gunung Pulosari dinyatakanlebih penting ditinjau dari segi kekeramatannya. Hal ini mungkin karenaGunung Pulosari sejak zaman prasejarah ditunjuk sebagai gunung sucitempat para arwah leluhur. Pada tahun 1993 Ny Sawinah, penduduk DesaSukasari, pernah menemukan potongan kaki arca dari masa klasik disebelah barat situs Batu Goong. Hal ini berarti situs Batu Goong-Citamanmerupakan situs megalitik berkelanjutan. Peninggalan-peninggalan diseputar Gunung Pulosari jauh lebih lengkap, lebih banyak dan artefaknyadapat ditelusuri hingga ke masa klasik. Bahkan banyak sarjana kenamaantelah memiliki bukti awal yang menunjukkan di Gunung Pulosari pada abadke-7 atau ke-9 telah berdiri bangunan candi, khususnya dari agama Hindu.Data atau buktinya kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta berupakoleksi beberapa buah patung arca Hindu seperti arca Brahma, arca Siwa,arca Agastya, arca Ganesha, arca Durga, dan lapik arca dari GunungPulosari. Masih di seputar Gunung Pulosari, tepatnya di lerengselatannya, di Kampung Baturanjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanukditemukan sebuah dolmen. Dolmen di Baturanjang tergolong telah majukarena meja batunya telah dikerjakan secara halus. Dibandingkan dengandolmen-dolmen yang ditemukan di Sumatera bagian selatan, dolmenBaturanjang amat menarik karena terbuat dari batu andesit yang tergolongmaju. Dolmen dibuat secara halus dan permukaannya rata, disangga empatbatu dan dikerjakan sangat rapi dengan pahatan pelipit melingkar. Dibawahnya terdapat pondasi dari batu kali untuk menahan agar batupenyangga tidak terbenam ke dalam. Di sebelah timur dolmen terdapat batulumpang atau batu berlubang. Bentuk dolmen Baturanjang ini mengingatkanpada batu dolmen dari Sumba yang digunakan sebagai tempat penguburanraja-raja. Namun, secara pasti fungsi dolmen Baturanjang belum diketahuiapakah sebagai kuburan atau media pemujaan arwah leluhur, mengingatbelum pernah dilakukan penelitian dalam bentuk ekskavasi arkeologis.***MASIH di seputar Gunung Pulosari, di Kampung Cidaresi, Desa Palanyar,Kecamatan Cimanuk, ditemukan batu monolit megalitik yang ternyata batubergores. Bentuk goresannya sangat berlainan dari batu-batu bergores ditempat lain. Batu bergores Cidaresi berbentuk segi tiga dengan lubang ditengah-tengah sehingga menyerupai kemaluan wanita. Karena itu, penduduksetempat menamakannya "batu tumbung" yang berarti kemaluan wanita.Diduga batu Cidaresi ini menggambarkan simbol kesuburan, atau sebagailambang kesucian wanita. Demikian beberapa gambaran temuan kepurbakalaandi seputar Gunung Pulosari yang diduga sebagai salah satu pusatperadaban Banten pada masa lalu. Di era otonomi daerah dewasa inipeninggalan tersebut patut menjadi perhatian pemerintah daerah untuktetap melindunginya dan menjaga kelestariannya bahkan kemudian dapatdimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata budaya. (Juliadi, tenagateknis di Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Serang, Banten)

gunung Pulosari (1346 m dpl) 21 – 23 Januari 2005 episode : “Thompson berkata : Tepatnyaaaaa”

“Missster!!! Foto dong!” 

*idih! Kagak salah tuh. Masak dipanggil mister. Tapi demi profesionalisme *betul nggak brother Kris dan brotherYanto?* Aku foto juga deh makhluk itu.

Eh.. masih belum nyambung ya? Makhluk mungil yang lucu itu ternyata ABG setempat yang lagi JeJe eS bareng temen-temen sekampungnya. Sedang memakai masker belerang yang berwarna hijau untuk perawatan wajah akibat jerawat yang mulai muncul pada masa pubernya.

Sambil berdecak kagum atas prestasinya. Aku mengedarkan pandang. KawahGn. Pulosari ini sangat indah. *sekaligus was-was .. * inget literatur yang dikirim Ika dan sempet aku baca sebelum pendakian.

(terjemahin sendiri yaaa….. A solfatara filed occurs in the summitcrater of G. Pulosari and the steam is escaping in this area attemperatures up to 121°C. A small amount of sulphur is being sublimated.Low flow, acid springs are also present with temperatures of 93 - 95 °C.However one spring in this crater is 25°C. An increase in activity atthe crater was reported in 1939 when the maximum temperature found was93°C. Slightly acid, warm springs (51°C maximum) emerge from the NW andSW fluks of the volcano)

Luas kawah kurang lebih sebesar lapangan bola. Kawah sedikit menanjak kearah timur dan terus dihadang tebing tinggi punggungan gunung. Nun jauh diatasnya, terlihat satu titik kecil menara pemancar. Itulah puncaknya!!

*satu dua detik hilang dari peredaran. Duh… tinggi sekali ya?*

Tak berapa lama, Kris dan Yanto menyusul. Ida sudah sedari tadi nongkrong di atas batu. Mengamati para ABG yang sedang memasak nasidengan memanfaatkan panas air belerang yang ngebul di sela-sela batu dikawah. Yang lain meremas isi mie instant, mengikatnya di satu sisi. Memasang tali rafia, dan mulailah acara memancing supermie di atas air belerang.

Setelah selesai sesi foto-foto dan wawancara. Kami kembali ke marka besar. 

Makan siaaangg!!

Yanto sudah mengeluarkan satu set alat masaknya. Menjerang air. Dibantu Kris, mereka mulai menyiapkan minuman hangat bagi kami semua.Bekal nasi plus telor ceplok serta bonus garam+cabe merah dibagikan.

Makan siang kami ditutup dengan …. Semangka! 

Hue..hue… masih inget kan?

Faisal dengan semangatnya, selalu menawarkan kami untuk membelah semangka. Dengan golok di tangan, lengkaplah sudah makan siang kami kali ini. Sebelah semangka di simpan untuk di puncak nanti.

Jam 14.30 Aku, Ika dan Ida bergantian sholat di dataran kecil di dekat aliran air di sisi kanan pondok. Berwudhu. Merasakan air yang sedikit asam.

Jam 15.00 Lanjuuutttt!!!

Jalur Tidak seseram yang aku bayangkan *walau ternyata .. tetep ajaserem* Maklum, tadi imajinasi berkembang dengan pesatnya. Demi melihat tebing tinggi dan menara pemancar, aku kira .. jalurnya merambah tebing di sisi timur kawah. 

Rupanya, setelah melompati aliran air. Kami berbelok ke sebelah kanan kawah, ke arah selatan. Dan langsung di hajar jalur licin, akar pohon, plus batu dengan kemiringan hampir 80 derajat.Uh, harus ekstra hati-hati. 

Tangan dan kaki semua digunakan untuk memanjat. Mencari pijakan aman.Rasanya tidak habis-habisnya, terus menanjak, sama sekali tidak ada bonus. Di kira-kanan jalur tertutup rapat oleh pepohonan. 

Kadang-kadangaja sih ada bonus….. bonus liat kawah dan pemandangan di sela-sela pohon!!!! he..he…

Jam 17.00

Aku, Ika dan Yanto ada di barisan terakhir. (kemudian ditambah dengan Kris) Sayup-sayup terdengar obrolan di atas sana. Apalagi ditambah dengan terang langit yang sudah terlihat jelas. Dan rimbun pohon yang sudah mulai terbuka.

Kami bertiga, menebak-nebak buah manggis. 

“Puncak nih! Puncak!” kata Yanto. Aku udah senyum-senyum aja sendiri. Berharap. Cepet juga ya? *yangbiasanya selalu malem kalo nyampe puncak. Atau kadang-kadang sering nggak nyampe dan ngecamp di jalan* 

Kami tiba. Di suatu tempat datar.Terbuka. Kurang lebih 2 x 2 meter luasnya. “Yang bener aja. Mana menara pemancarnya? Mana bisa buat ngecamp!

”Protes! Proteeeeesss!!!"

Ika cuma bisa manyun sambil berkata : 

“Kalo gitu, anda kurang beruntung!Hi..hi…” 

Faisal, Ida dan Heri masih nongkrong dan nunggu disana cuma nyengir. Kris menambahkan dengan gaya ala Thompson (dengan P) 

“tepatnya: kurang beruntung”

Faisal dan Toto pergi dahulu untuk booking tempat di puncak. 

“Nggak jauh kok. Cuma turun sedikit, terus naek lagi dikiiiittt” 

Dari sini, kami sudah melihat batu km dengan percabangan. Ke kiri : ke puncak Manik. Kekanan : jalur turun via seketi. 

Rupanya kami tiba di puncak bayangan. Dan langit cerah sekali. Kami dapat memandang Gn. Aseupan, matahari di barat, sebagian punggungan gn.Pulosari. Pemukiman penduduk di bawah sana. 

Serta …….. lauuutttt!!!!!Uhhhhh!!! Indahnya. 

Tempat terbuka dan sempit ini menampung kami berenam. Berdesak-desakan. Diantara kamera-kamera yang sudah dikeluarkan. Memandang laut, pulau, matahari yang sebentar lagi akan tengggelam. 

Kadang-kadang awan dan kabut berarak menutup pandang. No problemo! Kami sabar menanti kok.

Jam 17.15 Kami mulai bergerak. Kami ambil yang ke arah kiri. Jalur cukup jelas.Mungkin karena banyak orang yang sering yang lewat dari sini. Sementara jalur ke kanan, sedikit tertutup semak dan bambu. Jalur kembali gelap dan rimbun oleh pepohonan. Jalur sempit dan rawan longsor. Turun sejenak, untuk kemudian naik kembali. Beberapa kali terjadi.

Jam 17.30

Cuma 15 menit. Rupanya sudah tiba di gigiran puncak. Melewati gundukkan.Sedikit berbelok ke kanan. Di kiri, tebing curam berikut kawah terlihat jelas nun jauh di bawah sana. 

Puncak Manik, Gn. Pulosari sendiri berupa dataran sempit memanjang dari selatan ke utara. Hampir semua tempat dapat dipakai buat ngecamp. Di ujung utara, ada menara sensor dan pemancar gempa. 

Kami ngecamp tidak jauh dari menara. Beberapa tempat sudah ada tenda kelompok lain.

Jam 17.45

Selesai pasang tenda. Berjejer 3 tenda. Sementara yang lain masih berbenah. Aku dan Ika sudah mencari posisi di ujung puncak untuk mengabadikan sunset. Tripod sudah di gelar. Membawa air dan cemilan.Kami berdua ngobrol sambil menunggu matahari. Langit sudah mulai kemerahan. 

Tak lama kemudian, Ida, Kris dan Yanto datang menyusul.Kini, praktis ada 5 orang yang berdiri berjajar menanti moment. Dengan kamera di tangan masing-masing dan pandangan tak lepas ke arah barat.Layak dinantikan. 

Cuaca mulai berubah. Kabut mulai datang beriring menutup pandangan.

“waaaaaaaa…..” penonton kecewa.

Lamaaaaaa banget, sampe akhirnya matahari sedikit mengintip dari balik awan. Momen sepersekian detik. Suasana cukup tegang. Kami semua menahan nafas. 

*yaaa.. serius amat sih bacanya… nafasnya nggak ditahanterus-terusan donk* Begitu matahari muncul. Bergantian suara rollershutter disana sini. Hingga tiba-tiba …. ada suara nyaring membelahkesunyian.

“krek …. Rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr……………..!”

“apaan sih?”

(kira-kira bunyi apa ya? Kok semuanya menoleh ke arah yang sama. Kaloada yang buang gas .. maap ..maap nih … *sebagai orang yang malang melintang di dunia persilatan* kayaknya bukan begitu deh suaranya …besok deeeh.. besok lanjutannya…..)

Gn.Pulosari (1346 m dpl) 21 - 23 Januari 2005 episode : "profesional dalam bekerja

Tantangannya ternyata disambut Faisal. Demi sebuah semangka, ia rela menukar daypack (yg rencananya mau dipake besok) menjadi backpack.Sukses dengan Semangka, kini Ika yang tergerak hatinya untuk membeli mangga. Dan kemudian menatap Faisal dalam-dalam.Faisal hanya menarik nafas panjang : 

“iya deeh… gue bawa.”

Briefing singkat di tempat Faisal. Berikut hadirnya temen Faisal sebagai bintang tamu yang menjajakan sepatu. Maklum deket pabrik. Adaaaa aja barang reject yang jatuh-jatuhnya murah punya. *sales style, kota style* 

Mobil carteran sudah di beritahu. Kapiten Ika putuskan : 

“besok kita berangkat jam 5 subuh!”

Semua bebenah. Mandi. Istirahat. Sementara Faisal dan Toto bermain badminton. Bermain ganda dengan tetangga sebelah 

“kunjunganpersahabataaaan!!!” serunya riang.

di bangku supporter, nampak duo Yanto dan Kris yang sedang serius diskusi mengenai profesionalisme. *beraat euy!!* kesimpulan diskusi panjang mereka adalah : 

“Walaupun dia tukang sapu. Menyapulah dengan professional!”

Sementara diujung lain, beberapa penghuni kos sedang berkumpul di sekitar sumur, cuci baju!!!

Sabtu 22 Januari 2005

Jam setengah enam sudah siap di dalam angkot carteran. Dengan mata setengah terkatup. Dilepas pandangan seekor kucing yang menoleh panjang dari kanan ke kiri mengamati kepergian kami.

Sejam kemudian kami sudah mencapai kota Pandeglang. Dan terus dilanjutkan kearah Labuan. Di daerah Mengger (sebelum Labuan) kami berbelok ke arah ds. Cilentung.

Jam 8 pagi kami tiba di ds. Cilentung. Rencana mau sarapan di warteg langganan urung karena tutup. Akhirnya nangkring warung rokok yang berada tepat di depan warteg. Bernego sebentar. Hasilnya didapat beberapa mangkok mie panas dan kopi hangat. 

Sarapan dulu aaaahh…

Desa ini tidak terlalu besar. Beberapa rumah dan beberapa warung. Selebihnya sawah dan jalan aspal yang membelah desa. Dengan pandangan lepas ke arah gunung Pulosari di kejauhan sana. Pucak samar tertutup kabut. Uh! Serem …

Karena masih suasana hari raya. Warung pada tutup. Berikut pos lapor.Jadi, kami nggak bayar retribusi. Aku dan Ika, sempet ke rumah tetangga untuk memesan nasi plus lauknya. Ngobrol sebentar dengan ibu yang baik hati menyediakan nasi untuk kami.

Jam 09.00 pagi

Berdoa bersama serta berfoto keluarga *huhuy .. teteeeeepp!* Kami berdelapan (tiga lainnya menyusul nanti malam) berjalan kaki menuju entry pendakian. Melalui jalur aspal sempit cukup untuk 2 mobil *bila berusaha keras* berpapasan. Jaraknya kurang dari lima menit naek ojeklah. 

Selama perjalanan ini, kami disuguhi pemandangan Gunung Pulosari yang puncaknya sedikit tertutup kabut.Gentar! Itu yang selalu aku rasakan setiap melihat puncak gunung.

Bisakah aku datang berkunjung? Kupandangi Ida, Heri, Faisal dan Totok yang sudah melaju di tanjakan depan. Sementara Kris sudah nyungsep disawah di sisi kiri jalan. Apalagi kalau bukan untuk menjepret gunung Pulosari. 

lalu tiba-tiba :

“Priiiiiiiiiiittttttt!!!!!!!!!!!”

Semua menoleh kearah suara. Berusaha menginterpretasikan arti suara sempritan berikut. Sawah = suara burung. Suara sempritan? Tidak match.Sempritan = polantas nah .. itu baru match. *Tapi ada polisi di jalanaspal kecil ini?* Yang udah duluan nun jauh disana, panik. Menghentikan

langkah dan menoleh kebelakang.Kapiten Ika nyengir. Memegang sempritan orange.

 “Sori Maaaan… Cuma ngetest. Biar jij tau posisi kalian”

Setelah melewati sawah dan hutan bambu akhirnya kami tiba juga dikawasan permukiman penduduk. Rumah penduduk di sisi kanan dan kiri jalur jalan. 

Di sebelah warung ternyata merupakan jalur naik. Entry nya berupa plang bertuliskan curug putri, kawah dan puncak manik. Nyelip diantara dua rumah penduduk. Sedikit menanjak. Kami ber hos hos berjalan melewati rimbunnya kebun.

 Jalan setapak berupa tanah dan bebatuan. Tidak begitu curam. Nggak ada yang bawa altimeter. Tapi berdasarkan informasi kami start naik dari ketinggian 150 meter. Lima menit perjalanan sebelum tiba di Curuq Putri, kami temui sebuah pondok yang cukup besar.

Jalan setapak yang kami lalui membelah melewati pos tersebut. Melompati parit yang adadi sisi kiri depan pondok. Sudah terdengar deru air terjun. Sedikit menanjak dan kami tiba di Curuq Putri.

Jam 10.30 pagi

Ada sebuah pondok yang cukup besar. Tepat di depan aliran air terjun.Air nya jernih sekali. Suasana sedikit mendung. Sedikit ke atas, ada sebuah bak penampungan air yang dibeton. Sedikit menanjak ke atas. Air terjun setinggi kurang lebih 10 meter mengalir dengan derasnya. 

Rupanya untuk menghindari pemakaian air untuk mandi. Penduduk setempat memberi pagar kayu. Plang bertuliskan …………………….. sengaja dipasang. 

Air tersebut dimanfaatkan penduduk di desa Cilentung untuk keperluan air minum.Wajar.Aku dan Ika dan Heri tiba terlebih dahulu. Sementara kami jeprat-jepretdi sekitar air terjun. Heri sudah nangkring di salah satu aliran Air.Merendam kepala dan mencuci muka. Suegeeeerrr!!!!

Lumayan lama sih kami disana. Faisal, Toto dan Heri malah sudahberjuntai kaki duduk di atas atap bak beton. Sementara portergrapherlainnya *catat juga ya.. portergrapher .. bukannya fotographer..he..he..* tak habis-habisnya mengabadikan moment Curuq Putri diantaramendung dan sinar matahari yang kadang muncul menyelinap di sela-seladaun.

Jam 12.00 siang!

Sebenernya dari setengah jam yang lalu kami semua sudah bersiap untukmelanjutkan perjalanan. Tapi hujan turun. Tidak begitu besar. Tapilumayan. Memakai raincoat. Tapi masih berat rasanya untuk melanjutkanperjalanan. Mau makan siang? Uh ! Masih kenyang euy….Hingga hujan benar-benar berhenti. Melepas raincoat. 

Dan kini kami mulai pendakian menuju kawah. Jalur jelas terlihat dari depan pondok.Melompati parit aliran air terjun. Dan langsung menanjak. Karena habis hujan. Kami harus hati-hati melewati jalur yang cukup licin. Melewati akar pohon dan sesekali bebatuan.Jalan terus. Naik terus. Sesekali kami temukan bonus berupa tanah datar.Lumayan untuk sejenak menarik nafas panjang. Jalur sangat jelas. 

Seringkami temui ladang dan sawah tadah hujan milik penduduk.

Jam 13.30

Begitu aku tiba, Faisal dan Heri sudah menunggu di pondok pertama yangkami jumpai. Pondok kecil. Tanpa atap. Hanya rangkanya saja. Merekaberdua sedang leyeh-leyeh dan menganyam mata *tidur maksudnya*.

Dari pondok ini, sudah terlihat sepotong kawah berwarna putih, dengan asap belerang (yang juga berwarna putih) ngebul bergerak-gerak ditiupangin. 

Nun jauh disana, beberapa kelompok ABG sedang berpiknik diseputar kawah .Meletakkan keril. Dan segera menyusul Ika yang sudah terlebih dahulu berada di kawah sedang mengatur barisan anak-anak ABG.. apalagi kalaubukan untuk difoto. 

Nggak mau kalah, aku segera menghampiri Ika. *ehmmlumayaaann .. mudah-mudahan ikut kefoto* 

tapi ternyata tidak semudah itu saudara-saudara. Sesosok makhluk menghadangku. Tubuhnya kecil. Wajahnya berwarna hijau lumut.*Alien? Emang ada UFO disini?* otakku berpikir keras. 

Hijau = Alien …….match!!!!! 

Huaaaaaaa ……..Apa yang terjadi kemudian? Lagi-lagi …. harus sabar menanti. Jawaban ..sudah pasti ada pada catper berikut.


Gunung Pulosari (1346 m dpl) 21 - 23 Januari 2005 episode : "misteri frame yang hilang"

Jum’at  21 Januari 2005 KAMPUNG RAMBUTAN

Janjian jam 13.30, begitu aku dateng udah ada Ida. Yang langsung ngeloyor pergi gara-gara mau ke toilet. Heri yang udah stand by daritadi, ternyata nunggu di mushola. Kenalan dulu dan ngobrol sebentar. Taklama kemudian Jenny dan Ika datang bersamaan. 

“lho? Kok nggak bawa kerir Jen?”
“aku nggak bisa ikut.”

Sambil mengangsurkan tenda kepada Ika dan frame tenda kepadaku.Memberikan satu kantong logistik kepada Ida dan nyengir kepada Heri.Kris baru datang. Bengong mengamati pembicaraan yang terjadi antara aku,Jenny dan Ika. Mendadak pucat wajahnya. Tangannya bergetar. Suaranya tercekat. 

Kami semua yang hadir disana jelas bertanya-tanya. Kalo ada penampakan, ini masih siang bolong, Kriiiis!

“Whaduuuh… lupa bawa frame! Tendanya sih bawa. Tapi framenya!Frame-nyaaaaaaa!” teriaknya sendu.Matanya mulai berkaca-kaca. Mau balik ke Ciledug. Hiks! Jauh! Bisa tujuh hari tujuh malam. Itupun setelah melewati tujuh gunung dan tujuh lembah!*.. he..he… peace Kris! Peace!!*

Jenny segera berunding dengan Ika. Kebetulan, tenda Ika masih ada dikost-nya Jenny. Tenda Kris dikeluarkan. Rencananya, langsung dibawaJenny untuk ditukar dengan tenda Ika. Tak lama kemudian Ika dan Jenny pergi. Berpapasan sejenak dengan Joko yang sengaja datang untuk melepaskan kepergian kami (dan mengembalikan kompor trangia milik Ika).

Begitulah. Pada saat yang bersamaan Yanto sudah dalam perjalanan menuju Serang.Jam setengah tiga sore.Baru masuk bis. Diiringi lambaian tangan selamat jalan dari Jenny dan Mbakyu Djoko. Kami berlima berangkat dari Kampung Rambutan. Aku, Ika,Ida, Kris dan Heri, duduk dalam satu row. Apalagi yang dilakukan kalaubukan menghentikan semua pedagang yang lewat.

“gua pengen ngemil nih!” kata Ika. (catatan : masih mengunyah tahu goreng dan sedang menawar kedondong sementara kacang goreng dan botol aqua masih nyelip di punggungan kursi depan) 

Heri langsung terlelap.Begitu juga Kris. Sementara kami bertiga, sibuk merencanakan trip berikut. Hua..ha..haa…Resminya sih jam setengah tiga meninggalkan kampung Rambutan. Tapi bertambah ½ jam gara-gara ngetem di belokan. Jam 3 baru meluncur.Sementara Yanto sudah tiba di terminal serang. Sedang makan dan leyeh-leyeh di mesjid. 

TERMINAL SERANG

Hanya satu setengah jam, bis transit sejenak di Terminal Serang. Posisi turun kami sedikit aneh. Melintang di tengah jalan. Diantara angkot danorang-orang yang berlalu lalang. Estafet menurunkan kerir dan berjalan menuju mesjid. Harapanku sih segera berjumpa dengan Yanto yang legendaris itu … he..he.. *pletaaaaakkk…. !!! catatan : disambit sandaljepit*  

Faisal pun rencananya bakal menjemput kami di terminal. Janji-janji tinggal janji, bulan madu hanya mimpi…. Yang ada cuma sms singkat *yaaa.. namanya juga short message*

“naek L300 aja sampe Gorda. Ongkos 2000 per orang. Yanto udah disini”Setelah aku menuntaskan panggilan alam dan Ika beredar di sekitar terminal. Kami naek L 300 yang ada di terminal (bus luar kota dan dalemkota jadi satu) menuju Balaraja.

Nggak perlu ngetem karena penumpang sudah cukup banyak. Keril diikat dan diletakkan diatas atap. Heri duduk di depan. Aku, Ika dan Ida menempatikursi belakang. 

Kris? Kris? *panic style *Rupanya dengan rambut berkibar-kibar sedang bergelantung santai di pintu mobil. Menjadi asisten tak resmi dari kernet L 300. Setengah jam perjalanan dari sana, kami turun di prapatan Gorda.

KOS FAISAL

Menurunkan keril. Dan diserbu puluhan tukang ojek (berikut motormasing-masing) yang memang mangkal di prapatan. Ika sudah nangkring diseberang jalan. Foto-foto. Sedang kami berempat merapatkan barisan,nyaris ciut nyalinya diserbu tukang ojek.

“Gih telpon Faisal!” kata Ida (mata siaga ; kaki, posisi kuda-kuda)
(Kris posisi menelpon)“Bilangin! Kami minta di rescue!” kataku menambahkan (mata juga siaga;pengen naek ojeg)
(kris tetap menelpon)Tak berapa lama, muncul rombongan (aduh saking banyaknya) dari seberang jalan. Menghampiri kami. 

Berhubung aku belum kenal satupun dari mereka.Maka di perempatan jalan itu terjadi perkenalan antara kami.Menebak-nebak, mana yang namanya Faisal, mana yang namanya Yanto … mana yang namanyaToto … saking gembiranya, semua kusalami *termasuk tukangojek*

Faisal dengan rambut kiwil-kiwil diikat kecil-kecil. Toto dengan rambut gimbal yang diikat kebelakang dan Yanto dengan cengiran selebar monitor 17 inchi menyambut kami semua.

Jam 5 sore

Sudah ada di kos-kosannya Faisal. Buat temen-temen yang dulu rajin nonton filem Melrose Place, pasti nggak kaget lagi bila melihat suasana hunian tempat tinggal Faisal. Setelah di rescue dari tukang ojek. Kami memasuki jalan setapak. Keluar masuk daerah hunian yang padat. Melompati pagar. Melewati halaman orang dan beberapa jemuran.

Kamar Faisal ada di lantai dua. Berukuran 3 x 4 m2. Gedung dengan bentuk huruf U ini uniknya, memiliki satu lapangan bulutangkis dan satu sumur pada inner court Melrose Place mereka. 

Mengaku sebagai Rangga *Rangga?Rangga-nya AADC? gubraaaakk* Faisal sering beredar berkeliling menyambangi penghuni kos lainnya.

“nganggu cewek mulu!”
“Kalo nggak kita ngangguin. Mereka yang nggangguin kitaaaaa” 

Sekarang Adit yang menjawab. *adit? Aditnya Eiffel I’m In love??? * Rupanya Iyat alias Ridho Hidayatullah menjawab.

Aku, Ika dan Ida ditempatkan pada kamar Faisal. Sementara Ia sendiri,mengungsi ke kamar sebelah (yaah .. beberapa kamar deh jaraknya) bersama Kris, Heri dan Yanto.Hujan rintik sore itu tidak menyurutkan semangat kami semua. Malah suasananya syahdu sekali.

Malamnya. Kami dinner pecel lele di warteg depan. Belanja tambahan logistik di Alfa Mart Gorda. Dalam perjalanan pulang, Yanto punya idegila untuk membawa sebuah semangka berdiameter 40 cm ke puncak.

Syaratnya cuma satu :“asal bukan gue yang bawa!”Beranikah kami menerima tantangan Yanto? Jawabannya ada pada catperberikutnya.

gunung Pulosari (1346 m dpl) 21 - 23 Januari 2005 episode : kami adalah

Tokoh kali ini :

Ida Farida : tau info jalan-jalan ke Pulosari justru dari Jenny. Selama ini lebih memilih menjadi silent milister dan solo trekker. Dalam pendakian ini ia memiliki nama kesayangan “si gembul”. 

Akibat resah karena masalah berat badan, dibawanya pula teh kepala jenggot untuk diet ketatnya. Walaupun paling muda diantara kami semua. Pengalamannya jauh melewati batas para sesepuh (yang rata-rata baru berumur 17 lewat sedikit itu lho!) Adapun sesepuh itu diantaranya adalah ……….

Sudaryanto aka bleem: juga tau info jalan-jalan ini dari Jenny. Hari pertama langsung meluncur ke terminal Serang. Karena lebih cepet kalo nyegat busdari Kebon Jeruk (catatan : kos di daerah Kebon Jeruk). Tampilan sihboleh pake daypack tapi kenyataan tidak seindah yang dibayangkan.Bebannya justru jauh lebih berat dari backpack!! Tampilan lain? Sudahjelas, betisnya selalu menjadi object menarik untuk di jepret oleh ….

Ika Dewi Kartika : dengan camdig baru kesayangan berikut jabatan muliaselaku kapiten untuk perjalanan kali ini. Tak ketinggalan, dengan bajudan kerudung kuning summit attacknya ia berujar dengan mantap :“Ngejreng, Ries! Yang penting ngejreng. Biar keliataaaaaaan!!”

Kris Hartanto : komentarnya cuma satu waktu aku ajukan proposal pesertatambahan: “Saya tidak keberatan soal peserta bertambah. Kita kan maucari teman banyak...Ingatlah: satu musuh terlalu banyak, seribu temanterlalu sedikit, (sering jadi moto HC'ers) sepuluh pacar pasti kurangbanyak..he..he..heee! Sister Aris mau dimasakin apa? Saya baru punyasatu menu. (Mushrom Risotto With Smoked Beef)”

Mochamad Faisal Ilyas : temennya Mbakyu Djoko. Karena posisi kost dankantor ada di GORDA (catatan :lumayan deket dengan target pendakian)secara alami sudah didaulat untuk menjadi informan dalam perjalanan kaliini. Karena belum kenal seluruh anggota pendakian (kecuali Kris waktu keSemeru lebaran kemaren) mengeluh pendek kepada Joko ketika tahu bahwaJoko batal ikut. Berikut petikan obrolan mereka.Faisal : “Kalo si Boss batal ikut. Bakal nggak enak dong.”Joko : “Kalo nggak enak. Kasih sama kucing aja.” (catatan : bener-benernggak nyambung)

Heri Supriyanto : bener-bener belum kenal siapa-siapa. Ketemu langsungdengan member team di terminal kampung rambutan. Selama ini perkenalandan persiapan logistik di lakukan jarak jauh via telpon dan email.

Mengaku ini pendakian perdana. Tapi kalo jalan selalu paling depan.Dan menyesali nasib (seperti yang diucapkan kepada Kris dan diulangkembali kepada saya, demi keorisinalan bukti sejarah) “Kenapaaaa yaa..baru ketemu kalian sekarang? Kenapa nggak dari dulu?” *deu .. kayak dilagu-lagu deh!*

Toto Bahruddin : temennya Faisal (sekaligus temennya Joko) leadersekaligus sweaper yang care habis kepada anggotanya. Ayah dari seorangputri bernama Edelweis ini dengan rambut gimbal dan logat Banten-nyayang kental punya motto keren : “lewat lima meter dari rumah, sayaadalah seorang bujangan.” Hua…ha..ha..ha…

Ridho Hidayatullah alias Iyat, Rudy dan Agus : Tiga temen Faisal yangjam 11 malem beryuhuu .. yuhuuu… di puncak memanggil Faisal. (catatan :mereka bertiga nyusul. Berangkat jam 7 malem dari Cilentung. Karenabanyak yang ngecamp di puncak. Bingung. Pengen cepet, nekad ambil jalurtengah yang super serem itu.)

Dan saya sendiri, 

Ariesnawaty …..Kami adalah sebuah kesebelasan yang bertekad sehidup semati mencapaipuncak Ki Manik, nama puncak Gunung Pulosari, pada tanggal 21 – 23Januari lalu.

(Ical batal ikut, karena udah janji dengan Hanief untuk pergi ke Gn.Talaga Bodas, Jenny juga batal pas detik2 terakhir,Suwasti & Rifi juga batal berduka karena Jakarta lagibanjir, Budi urung karena harus ke Surabaya, Anie nggak dapet ijin dari doi, Elly harus ke Bandung,Haris, belum dapet exit permit )

-------------------------------------------------------------------------------------

AWALNYA

“Emang di Serang ada gunung?”

Hampir seluruh peserta pendakian (baik yang diajak untuk ikutan,terancam ikut, coba-coba bertanya dan ternyata ikut serta yang tidakikut karena mendadak batal ikutan) mengajukan pertanyaan yang sama.

“Itulah diaaaa…. Pada nggak tau kan?” jawabku pasrah 
Sama dong!”
“Huaaaa…!!!” (catatan : penonton kecewa)Wong aku juga belum pernah kesana. 

Denger namanya juga baru. Kalo nggakdi tawarin Mbakyu Djoko yang baru aja dari sana. Mana pernah tau tentangPulosari. Sebenernya tawaran untuk datang kesana sudah datang sejakakhir tahun lalu. Selalu menjadi plan B gara-gara sering melirikpropinsi tetangga. Nggak taunya, di deket-deket Jakarta ada juga toh.Duh kupernya!

“Ada air terjunnya!” Kata Joko.Telinga Ika langsung tegak mendengarnya …. hmmm .. *catatan : Ika yanghobbynya maen air*“

Juga ada kawahnya Ries! Sebenernya kemaren nggak ada rencana maukesana. Cuma pake sandal jepit dan kantong keresek. Ditawarin Faisal buat nerus sampe kawah. Males, nggak bawa kamera masalahnya”Penasaran. 

Berminggu-minggu japri. Bertukar data dan informasi diantarakami. Itinerary segera di susun Jenny yang dulu pernah kesana. Ika danJoko menambahkan bumbu-bumbu mengenai object menarik yang bakal kamitemui disana.

Gunung Pulosari (1346 mdpl) terletak di kabupaten Pandeglang, PropinsiBanten. Lokasinya sekitar 120 km ke arah barat Jakarta. Gunung inidiapit oleh gunung Aseupan (1174 mdpl) di utara dan Gunung Karang (1778mdpl) yang terletak di arah timur laut Pulosari.Apalagi, banyak sekali situs-situs bersejarah yang nggak kalahmenariknya di sekitar kaki Gn. Pulosari. Kompleks megalitik di BatuGoong, arca di Tenjo (Sanghyangdengdek) hingga dolmen diBaturanjang.(Info lengkapnya, ntar baca aja di akhir catper ya)Uh ….nggak kuku deh!

To be continued.
 
;