Wednesday, November 26, 2008

Dan kuburan itu bertabur bunga kamboja

Kemarin, saya masih melihatnya bermain-main di sekitar taman di depan rumah. Tampang kucing kecil itu kumal sekali. Umurnya tak lebih dari dua bulan. Dua  warna. Mirip mpus Imut *kucing milik pak RT*

Entah darimana dia muncul. Sepertinya sih dari gang sebelah. Waktu pagi itu seusai belanja sayur, saya melihat anak lelaki ‘sepertinya’ hendak menangkap kucing kecil ini. Bisa jadi ia datang kesini karena godaan ikan segar yang dibawa tukang sayur yang mangkal di dekat taman. Atau juga, seperti yang sering saya alami, orang meninggalkannya di depan pagar rumah saya.

Diantara kesibukan saya, mencucibaju-menjemur-dan-menyetrika pakaian hari itu. Masih saya lihat tingkah polah kucing kecil ini. Kadang ia merengek mengikuti Kiki, ingin ikut masuk ke dalam rumah. Atau memandang penuh harap agar diajak bermain oleh mpus Kunyit dan mpus Ucup.

Dan kemudian melahap sisa makan mpus yang saya sengaja saya berikan untuknya. Mengeong rakus karena lapar dan kemudian tidur terlentang di dekat pagar karena kekenyangan.

Ketika malam menjelang, masih saya amati ia berjalan dan bermain sendirian di rumah sebelah. Hingga miau-miaunya yang nyaring mulai terdengar sayup dari telinga saya. Ah, kalau besok ia mampir lagi ke rumah, mungkin sudah takdir kami berdua *saya dan kucing kecil itu maksudnya* untuk hidup together forever.. sudah pasti  ia akan menjadi bagian keluarga besar kucing di rumah ini.

Tapi pagi, tubuhnya ditemukan tergeletak di trotoar rumah sebelah. Ah.. sedihnya.

Serpong 26 november 2008, 13.16 hari ini mendung dan berangin.

*pemakamannya dihadiri oleh anak-anak tempat saya tinggal. Di bawah pohon. Di taman depan. Selamat jalan ya Mpus. Mungkin sekarang ia sedang berlari-lari di padang rumput. Di surge sana *

Friday, November 21, 2008

apa kaitan antara pohon, senam taichi dan taman kota ya?

Pernah lihat pohon menteng? pohon bintaro? Beringin Sabre, Meranti, pohon sosis afrika?  Nggak perlu jauh-jauh ke Kebun Raya Bogor. Main-mainlah ke Serpong. Di kawasan tempat saya tinggal saat ini, ada satu tempat yang namanya TAMAN KOTA. Paru-parunya kota BSD. Luasnya sekitar 2,5 Ha.

Yang saya suka disini adalah.. pohonnya banyak sekali.  ada sekitar 60 jenis tanaman dalam 2500 pohon. tempatnya cozy sekali. Ada tempat bermain anak, tempat makan, toilet umum, bangku untuk duduk, dan yang pasti, ada jogging tracknya. Whaaaah….sambil lari sambil lihat-lihat pohon!! *uh...I love it*

Nah, kalau bicara mengenai kegiatan, tempat ini nggak pernah sepi. Contohnya saja : Senam Taichi (seminggu tiga kali) dan senam aerobic (seminggu dua kali) digelar rutin setiap minggunya.

Kemarin pagi, setelah sekian lama akhirnya bisa juga ikutan senam Taichi di taman kota. ini pertama kalinya saya ikut. Akibat telat datang, saya berdiri di barisan belakang  dan dengan gerakan kikuk mengikuti gerakan instruktur. 

“hitungan pertama, tarik nafas mbak. Hitungan kedua, dikeluarkan”  Bapak  bersahaja yang ada di samping kanan memandu saya. *Nyengir* Rasanya, saya peserta termuda hari ini. Di sekeliling saya, oma opa yang umurnya rata-rata sudah berumur diatas 60 tahun, nampak serius mengikuti gerakan yang dicontohkan.

"menggapai rembulaaaaaaaan"
"mendorong ombaaaaaaaaak"

aih.. asyik juga.

Selama kurang lebih satu jam. Akhirnya senam ini selesai sudah. Kami semua bertepuk tangan. *ah.. inget waktu TK* Tshirt saya basah oleh keringat.  Duh! menguras tenaga juga rupanya. Rasanya seperti baru selesai jogging 5 kilometer jauhnya Salut deh dengan komunitas mereka. Walau sudah sepuh, semangat dan staminanya jauh melebihi saya.

Gara-gara senam ini, saya kok jadi berkhayal. Andai tempat seperti ini dibangun lebih banyak lagi. Nggak usah membuat taman seluas monas, senanyan atau menteng. Cukuplah taman kecil di setiap daerah pemukiman.

Saya jarang melihat taman yang benar-benar ‘hidup’ dan dapat berinteraksi langsung dengan warganya seperti tempat ini. Taman kota sekaligus tempat rekreasi, tempat olahraga, kegiatan warga, pendidikan dan paru-paru dan resapan kota. Apa mungkin karena jarang dibangun pemerintah setempat, dan mungkin juga karena mereka  lebih tertarik membangun mall daripada taman.

Tiba-tiba.

“ibu-ibuuuu… bapak-bapaaaak… Sabtu besok , jangan lupa kaosnya dipake yaaa"

(kaos = t shirt seragam)

“iyaaaaa” *deuuu.. kompak ni yeee*

“ biar nggak hilaaang” tersipu-sipu.

 “acaranya, senam pagi bersama, berkunjung ke taman bunga, beli oleh-oleh roti unyil di bogor, dan karaokean sampe puwaaaaas”

“yahooooo!!!” seruan riang terdengar disana-sini.

yaelah, rupanya mau jalan-jalan ke puncak. Sambil tersenyum geli, saya  meninggalkan kerumunan dan meneruskan jalan pagi saya. Apalagi kalau bukan menyapa pohon-pohon yang ada disana. Hmmmm….

Serpong, 21 Nopember 2008 ; 15.34

Info terkait silakan lihat disini :
http://www.bsdcity.com/thecity_csr.aspx)
http://www.serpong.org/2007/12/16/taman-kota-bsd-oase-diakhir-pekan-bersama-keluarga/

hap! lalu ditangkaaaap....

Di tengah kekalutan saya akibat jumlah kucing yang terus bertambah di rumah ini, dulu saya pernah berharap,  agar  Koko hilang saja.

Mungkin nyasar atau diculik orang. Yang penting, jumlah kucing di rumah ini berkurang satu. Bagi saya, Koko kecil tampangnya jelek sekali. Dibanding saudara kandungnya, si manis Kiki yang manja  atau si hitam Mimin yang rajin berkebun.

Tapi anehnya, walau sudah hilang berkali-kali, seperti :

1.    Lupa pulang karena betah bermain di rumah besar yang ada di ujung jalan
2.    ikut naik gerobak tukang sayur dan nggak tau jalan pulang
3.    tak terhitung jumlahnya, melompat tembok turun ke kapling belakang dan tak bisa naik kembali.

Kucing ini tetap saja bisa pulang ke rumah. Well, karena pulang sendiri atau saya rescue juga karena nggak tega. Ternyata saya masih sayang dengan kucing ‘jelek’ ini

Kalau ingat itu, rasanya berdosa sekali. Ah.. Maafkan kelakuan saya, Koko.


Hari ini Koko genap berumur sembilan bulan.  Di usianya yang belum setahun ini, sudah tak terlihat lagi wajah kanak-kanaknya. Raut wajahnya sudah melebar nyaris seperti beruang. Badannya mulai memanjang dan berotot. Maklumlah, cowok. 

Tapi dibanding Kiki yang suka bermain jauh, Koko justru lebih betah tinggal di rumah. Bener-bener kucing rumahan deh.

Yang tak pernah berubah adalah kebiasaanya tidur tengkurap dan kelakuannya setiap malam tidur bergelung di dekat saya. Dan kalau manjanya tiba, miau-miau berkeliling rumah mencari saya. menggigit pelan-pelan tumit kaki saya. Dan Hap! Lalu ditangkaaaaap .. hahaha….!


(serpong, 21 Nopember 2008 09.28; yang diomongin, lagi bobo di kamar )

moral of the story is : kalo suka jangan sampai terlalu suka. kalo benci , jangan terlalu benci. kalo kata vety vera mah.. "yang sedang-sedang sajaaaah .." hahaha...

Friday, November 14, 2008

si gendut Pippy

“si gendut lagi ngapain?” tanya suami saya siang itu. Siang hari memang kebiasaanya untuk telpon ke rumah.

“Tau tuh kemana. Tadi sih lagi jaga pos di jendela depan” jawab saya.

Gendut itu nama kesayangan untuk Pippy. Rasanya dulu tubuhnya tidak segendut ini deh. Mungkin sejak disetril pertengahan juni lalu, nafsu makan (dan tidurnya ) gila-gilaan apalagi ditambah dengan jarang olahraga. (stop press : jalan kaki keliling taman depan bareng saya dan suami)















Selain tubuhnya yang sekarang gendut, sifatnya yang bossy juga tetap nggak berubah. Ibarat dunia mafia di Italia sana, si Pippy ini boleh dibilang godmothernya rumah ini. Nggak ada yang berani melawan, termasuk suami saya pun ‘segan’ dibuatnya.

Kalau pagi pintu kamar saya buka,  Pippy langsung masuk membawa pasukannya *kadang-kadang si Joni dan Koko* duduk di perut suami saya dan miau-miau bernada cempreng tepat di telinga. Membangunkan kami  dengan nada lima oktaf dan menuntut sarapan tepat pada waktunya. *yaelah mpuuus, kalo mau demo sekalian aja bawa spanduk *

Kemarin pagi ketika saya belanja di abang sayur yang lewat di depan rumah, Pippy yang biasanya ikut mengawal saya berbelanja, tiba-tiba sudah ada di ujung jalan. Mendekati anak kucing ABG yang dengan tampang bloon datang bergabung. Akhir ceritanya sudah dapat ditebak, si ABG lari tunggang langgang dikejarnya tanpa ampun. Duh Pippy…!!!

Sebenarnya edisi kejar-kejaran itu tidak cukup hanya sampai disitu saja. Kalau isengnya lagi kumat, semua kucing yang ada di rumah ini, dikejarnya hingga kehabisan nafas. Walau sebenarnya kalau sudah ditangkap, biasanya dengan semangat ia jilati muka dan kuping mereka satu persatu.
Oh… dikejar untuk disuruh mandi kucing rupanya.  Ini  rupanya yang dikangenin suami saya. Pernah suatu pagi sebelum ia berangkat ke kantor, melapor dengan takjub kepada saya :

“hany, semua mpus diuberin si Pippy” lah, baru tahu dia. (diuberin=dikejar)











Namun nggak selamanya si Pippy galak bin jutek kok. Kalau lagi manja, kerjaannya mengikuti saya kemana pun saya pergi. Biasanya sih dia ingin digendong dan di elus-elus punggungnya. Ah, kalau sudah begini sih, nggak ada lagi yang dapat saya perbuat selain mengangkatnya dan menggendongnya berkeliling rumah. Tapi Pippy, nggak bisa lama-lama ya. Badanmu beraaaaaat sekali.

Nah, bicara mengenai pos jaga. Pos jaga favoritnya adalah lengan sofa yang ada di dekat jendela depan. Kalau sudah begitu, bisa berjam-jam ia betah nongkrong disana, sambil mengawasi jalan dan kucing-kucing yang lewat di depan rumah. Mungkin juga karena adem kali ya, secara dekat dengan jendela yang anginnya smiring aduhai begitu.

Saya sih seneng-seneng aja. Punya kucing sekaligus satpam. Pantas saja, sekarang nggak pernah ada kucing iseng yang tak dikenal mampir ke rumah. Baru menginjakkan kaki di pintu pagar saja, langsung diburu oleh Pippy. Mana ada yang berani kalau begitu.

Tapi kalau urusan tidur, Nah, nah…. kalau sudah waktunya tidur siang, tak seekor kucing pun yang boleh tidur di kursi kayu dekat kulkas. Haram hukumnya.  Tapi  Pip, kalau dengan posisi terlentang seperti itu …ah, rasanya segala citra diri sebagai kucing yang patut disegani, patut dipertanyakan deh.


Serpong 13 nov 2009 , 10:03 (pagi yang cueeeeraaaaaaah…..si mimin lagi bobo deket monitor)

Tuesday, November 04, 2008

Jangan ditendang dooooong!!!

Saya maklum, tidak semua orang suka dengan binatang. dan saya juga nggak mungkin berharap bahwa mereka juga harus suka. Tapi bukan berarti boleh di lempar dengan batu, kaaaan?

Nggak tau kenapa, saya kok selalu bertemu dengan tipe orang seperti ini ya ?

Minggu lalu contohnya, ketika saya dan suami jalan-jalan sambil bergandengan tangan dan mengobrol dengan mesra *tersipu-sipu* hingga blok sebelah.

Jangan kaget lho, seperti biasa, kucing-kucing peliharaan kami pasti akan turut serta mengikuti dari belakang. Memang nggak bisa rapi sih barisannya Beberapa nyangkut di pagar rumah tetangga. Sisanya berlari mendahului kami dan bergulingan di aspal jalan. Bukan mau demo tapi mencuri perhatian.

Mendadak obrolan kami terhenti. Jantung saya rasanya mau copot. Dari sebuah rumah yang baru saja kami lewati, ada seorang kakek bergegas keluar, mengambil batu dan dengan entengnya menyambit kucing.

KUCING KAMI.

Kucing kesayangan kami yang sedang berlari-lari kecil mengikuti kami.

Arrrrggggghhhh!!!!

Saya marah besar. Kalau nggak ingat yang saya hadapi itu orang tua. Sudah saya jitak kepalanya, saya jewer kupingnya sambil mengaduh minta ampun dan tidak akan saya lepas jika ia belum berlutut minta maaf kepada kucing yang sudah ia sambit itu.

Salah siapa coba?

Saya kira cukuplah, sampai disitu saja. saya salah sangka.  Esok paginya,  ada dua anak kakak beradik yang sedang main di jalan depan rumah kami.

Sementara si adik riang gembira ingin menangkap dan memeluk kucing-kucing saya *yang memang suka overacting bergulingan di jalan depan rumah sambil menghangatkan tubuh* si kakak tanpa pikir panjang mengambil posisi siaga dengan kaki kanan menendang salah seekor kucing yang sedang bengong tak jauh dari mereka.

Saya murka seketika.  Dengan wajah sangar dan mata mendelik ala tokoh antagonis dalam sinetron-sinetron itu *mungkin ada bakat terpendam* Saya omeli dia habis-habisan.

“Jangan ditendang dooooong!!! Kalau mau dipegang, ya di ambil dengan tangan. Kalau kamu takut sama kucing, ya jangan ditendang. Pergi aja.” *maksud saya. Kamu yang pergi jauh-jauh dari sini.*

Bodo Ah! Terpaksa reputasi ibu-ibu ramah baik hati namun tidak sombong ini saya sudahi sampai disini.

Padahal tukang bubur ayam yang lewat setiap pukul enam pagi, pasti membagi sedikit cemilan suwir ayam jika ada kucing yang datang mengemis padanya.

Padahal, tukang sayur yang lewat setiap pukul setengah delapan, pasti membagi potongan sisa isi perut ikan dan potongan ayam mentah jika ada kucing yang meong-meong dekat gerobaknya.

Ah.. saya nggak habis pikir.

Dan ketika nenek-nenek yang tinggal tak jauh dari rumah saya sambil lalu berkata. *Sebenarnya sih kami sedang ngobrol OOT –out of topic- kesana kemari. Saya lupa gimana awalnya. yah.. namanya juga OOT hihihi*

“Saya nggak suka sama kucing. Dan saya nggak suka dengan semua binatang”

Segera saya berbalik untuk pulang. Detik itu juga saya tahu. Bendera perang sudah dikibarkan.

Serpong, 4 Nop3mber 2008, 14.03 (mendung, lagi ditemenin mpus Pippy n Joni yang lagi bobok ciyang)

Si Kunyit, Ucup dan Bobby

Saya tahu, akhir-akhir ini kelakuan Mboy aneh sekali. Datang dari atap belakang ketika waktu makan tiba dan segera pergi begitu makanan dalam mangkuknya habis.

Rasanya saya dapat menduga. Semenjak insiden kabur dari rumah -ketika ia akan kami steril- Mboy tak lagi mau diam di rumah. Dan ketika perutnya buncit dan kemudian langsing kembali. Ah… Saya tahu, dia sudah melahirkan, somewhere di suatu tempat.

“Mbok ya anak-anakmu diajak kemari toooh”
“miau!”
“dikenalin gitu sama kita-kita”
“Miau!”

Entah dia mengerti atau tidak. Dua hari lalu, ketika tukang yang bermukim di kapling kosong yang ada di belakang memulai kembali aktifitasnya -menumpuk batang baja, bambu, genteng dan teman-temannya- Mengusik ketentramannya.

Siang itu ia putuskan untuk hijrah dan bermukim kembali di rumah kami. Miau-miau menyuruh anaknya naik tembok belakang dan pindah ke halaman belakang rumah kami.

“Ada berapa, Hany?” tanya suami saya melalui telpon.
“Dua” sahut saya gemas. Soalnya, lucu-lucu sih. “kayaknya  udah satu bulan.”
“warnanya...?warnanyaaaa?” suami saya tak sabar.
“Putih dan putih kuning. Hmmm.. namanya siapa ya?”
“ hmmmm.. ucup ajah”
“huahahaha….!!!!”

Nah, lalu kenapa anak kucingnya ada tiga ekor? Bukannya anaknya si Mboy ada dua? Oh ini ada kisahnya tersendiri. dalam kesempatan lain deh ya akan saya ceritakan.

Apakah dunia persilatan kemudian akan tenang begitu saja? Tentu tidak. Yang paling keras menentang kehadiran penghuni baru di rumah ini, tentu saja adalah Pippy seorang eh seekor ding.

dan puncak kekesalannya tiba ketika acara makan siang pertama mereka semua di halaman belakang. Si godmather ini memasang tampang terjutek dan tergarang yang pernah saya lihat.

Tapi begitu ketiga kucing kecil ini muncul sembari berlompatan riang gembira. Mau tahu siapa yang kabur duluan dan paling kencang larinya?

Pippy!

Mimin sih nggak peduli. Memasang wajah akutakpeduliapayangterjadi dot kom. Hanya Kiki yang sedikit perasa dan kehilangan nafsu makannya. 

Tapi untunglah, hari ini mereka sudah mulai saling kenal. Hanya Pippy yang masih ogah datang ke halaman belakang. Terpaksa saya yang mengalah dan mengantar mangkuk makanannya. Si Kunyit dan si Ucup ikut makan di piring emaknya. Si Bobby malah sudah ikut makan bareng di mangkuknya mpus Mimin.

Dan Kiki sudah dapat makan dengan tenang.

Ah… senangnya.


Serpong 13 oktober 2008 20.00 malem (nungguin yayangnya pulang kantor nih)

 
;