Monday, November 24, 2014

Met jalan, Ndy :'(

Well my bro, terakhir kita ketemu hampir setengah tahun yang lalu ya. Sudah lama sih. Apalagi sejak kalian berdua *kamu dan suami saya* sudah tak aktif lagi di 'dunia persilatan' dan sejak kami memutuskan untuk pindah rumah ke Bekasi daaan... oiya sejak serangan stroke mu yang pertama sehingga kamu harus menjual motormu dan tak lagi touring kesana kemari.
Kita benar-benar jarang ketemu ya Ndy. Tapi kadang saya masih dengar sepotong dua potong kabar tentang kamu. Ketika suami saya pulang kantor atau ketika kami ngobrol berdua di ruang tamu.
Iya, pertemanan kita juga nggak sengaja. Ini gara-gara my hubby yang gaol itu bersahabat erat denganmu. Kamu juga yang pertama kali memanggil saya "hany" *padahal kamu tahu itu, itu panggilan sayang suami khusus untuk saya.  Dan sejak hari itu, serentak seluruh bro turut memanggil saya, hany, ibu hany, sis hany :p
Kadang saya iri dengan kamu, Ndy. Kalian berdua begitu dekat. Begitu spesial. Sepertinya tak ada rahasia lagi.  Seolah langsung ada chemistry-nya, sedetik setelah pertemuan pertama.  Apa karena kalian sama-sama aquarius? Apa karena umur kalian yang hampir sama? Entahlah.
Kadang juga, kamu juga yang jadi tumpahan omelan saya, ketika saya merasa belahan jiwa saya terlalu sibuk dengan kegiatan kalian. Maaf ya, ndy.
Maka ketika pagi ini saya lihat fotomu dengan selang disana sini, dengan masker oksigen di wajah. Saya benar-benar nggak percaya. Bagi saya, kamu adalah manusia super. Kamu nggak mungkin pergi. Ini hanya serangan yang kesekian. Sama seperti yang sebelumnya. Kamu pasti bisa melewatinya.
Tapi rupanya Tuhan sudah punya rencana ya. Dan saya yakin rencana-Nya manis sekali.
Saya nggak bisa nganter ya, Ndy. Suatu hari saya janji akan mampir ke tempatmu. Barusan saya kirim doa.  Dan saya titipkan setiap huruf dan kata, ucapan dan air mata melalui suami saya tercinta. Saya tahu, dia jauh lebih terpukul dibanding saya.
Asal kamu tahu, pagi tadi sebelum berangkat ke kantor, matanya sembab menahan air mata. Dan pikirannya gelisah dan ingin terbang langsung mendekati jasadmu berada.
Maka saya relakan suami saya untuk tak pulang ke rumah malam ini. Supaya dia bisa mengurusmu dan mengantarmu pulang. Ke tempat peristirahatan terakhirmu.

Selamat jalan ya my bro. Hati-hati.
Dan Wida... be brave ya... saya percaya kamu bisa melewatinya.


Buat teman-teman yang lain, jaga kesehatan ya dan selalu bersyukur masih diberi umur panjang. Maka jangan tunda sampai besok. Jangan tinggalkan sholat lima waktu dan mulai rajin baca Al Quran. 


*btr 24-11-2014 : 12.07 wib, ketika tak ada air ketika akan mencuci dan mpus jack yang tadi pagi hilang dan belum sempat sarapan. Tapi siang ini kedua masalah tadi sudah selesai kok. Air sudah mengalir dan mpus jack sudah pulang.

Monday, February 24, 2014

Hal yang paling menakutkan dalam hidup saya

Lalu saya menepuk kaki suami saya. Satu tepukan berubah menjadi guncangan berkali-kali. Saat itu pukul setengah empah subuh. TV masih menyala *saya tak ingat lagi apa acaranya* sudah dua jam saya bangun dan tak bisa tidur lagi. Batuk terus menerus dan dahak yang tak ada habisnya. Saya ada di ujung kasur, masker nebule masih terpasang di wajah. Saya panik.

"Ada apa?" Tanyanya kaget, setengah sadar karena nyawanya belum ngumpul.

Terbata-bata saya mengucap, "Nggak bisa nafas!"

"Ke rumah sakit ya?"

Saya cuma mengangguk. Tak sanggup lagi berbicara. Suami saya bangkit dan bersiap. 

Dan kini serangannya bertambah. Saya sama sekali tak bisa bernapas.

Saya panik.

Masker nebule saya tarik dan lepas begitu saja. Suara mesinnya masih meraung tanpa sempat saya cabut aliran listriknya.

Seingat saya, saat itu saya  merangkak menuju pintu depan. Berusaha membuka pintu. Hanya satu harapan saya. Segera keluar dari rumah. Begitu menghirup udara segar. Lalu sesak saya hilang.

Tapi ternyata tidak. Dan ini membuat panik saya berlipat-lipat.

Kenyataannya saya hanya mampu membuka pintu kayu. Pintu kassa nyamuk masih dengan terkunci rapat. Dan saya bertambah panik. Saya sama sekali tidak bisa nafas. Saya me rasa seperti ikan yang berada di luas akuarium. Mulut saya membuka lebar berusaha menghirup udara sebanyak-banyalnya. Tapi tak bisa. Tak ada oksigen yang masuk ke dalam paru-paru saya.

Suami saya memeluk saya.
"Istigfar, hanyyyy... Istigfaaar"

Tersengal-sengal, sambil memejamkan mata saya mengucap Allah... Allaah.. Dan saat itu saya takut sekali. Jika ini memang sudah waktunya hamba berpulang ya Allah... Hamba belum siap.  Dalam pelukan suami saya, kaki saya lemas, badan saya lemas dan kedua tangan saya pun begitu.

Mata saya terpejam, wajah saya, kepala saya basah oleh keringat dingin. Sambil tetap mengucap asma Allah, saya hanya mampu mengingat ten tang shalat saya yang buruk akhir-akhir ini, kurang beramal, jarang membaca al Quran, jarang mengikuti majelis taklim karena saya sibuk dengan urusan dunia. Ya Allah... Saya belum siap. Saya mau menangis. Tapi tak bisa.

Lalu kejadian setelahnya hanya samar-samar. Seperti potongan slide show. Yang setiap potongan adegannya berjarak 3-4 detik lalu disela dengan efek gelap sementara.

Saya ingat saya disuruh untuk memakai masker nebule sekali lagi. Saya merangkak kembali ke kamar dan memasang masker. Tapi tanpa selang masker *bodohnya*

Saya ingat baju saya diganti dengan t-shirt lengan panjang. Saya tak sempat memakai kerudung. Kostum saya subuh itu hanya kaos dan celana selutut.

Saya hanya memejamkan mata dan duduk di lantai di depan pintu. Hingga suami saya menarik saya dan membimbing saya Untuk duduk di mobil. Saya melihat si juki sudah parkir di depan rumah.

Saya hanya sekilas melihat pintu gerbang komplek dan satpam yang tergopoh-gopoh membuka pagar. Saya hanya sekilas mendengar gumaman suami yang membatalkan rencananya untuk pergi ke klinik 24 jam yang ada di depan komplek. Sedetik saya kecewa, karena tak langsung di bawa kesana. Tapi saya ingin hidup.

Sambil menyetir berkali-kali suami saya mengingatkan saya untuk mengucap istigfar. Berkali-kali pula ia berkata,

"Sabar ya hany, sebentar lagi kita sampai"

Tangan saya mencengkap dashboard dan paha suami saya. Mata saya membuka sebentar lalu kembali terpejam. Sekarang baru saya tahu. Dengan mata terpejam rasanya jauh lebih nyaman. Walau napas masih tersengal-sengal. Saya ingat pesan dokter saya dulu. "Kalau terserang asma, jangan panik dan atur napas" maka saya menarik napas pelan-pelan dan menghembuskannya dengan perlahan.

Yang saya ingat hanya, betapa lama perjalanan kami menuju rumah sakit yang jaraknya hanya berkisar 7 km jauhnya dari rumah kami. Saya ditarik keluar dari mobil. Saya hanya ingat saya di papah menuju pintu UGD yang terkunci *halah* kemudian saya baru tahu bahwa petugas parkir ikut memapah lengan kiri saya.

Dan selanjutnya begitu cepat. Saya duduk di salah satu ranjang UGD,  beberapa perawat di sekitar saya. Dokter memeriksa saya dan lamat-lamat mendengar perintahnya pada suster-suster itu. Srlang oksigen dipasang di hidung saya, masker juga dipasang diwajah saya untuk di uap. Lengan kiri saya langsung ditusuk jarum dan dipasang infus. Dan diinjeksi pula dengan obat. Sementara jempol kan an saya, dijepit semacam klem yang kabelnya langsung tersambung dengan alat untuk memonitor jantung.

Dan perlahan saya mulai bisa bernapas. Saya berusaha menghirup sebanyak mungkin uap obat yang dihembuskan dari masker saya.

Dan mata saya mulai membuka. Saya melihat suami saya pergi men gurus administrasi. Pamit pada saya untuk kembali pulang ke rumah karena lupa membawa dompet. :-)

Saat itu sudah pukul setengah enam subuh. Saya sholat diatas ranjang, dengan selang infus masih di tangan. Saya sudah memasuki sesi kedua. Saya kembali diuap.

Dan sesak di dada berangsur lenyap. Ketika dokter kembali memeriksa saya, dia nyatakan saluran nap as saya sudah clear dan n ormal. Rasa seperti ada sesuatu yang nyangkut *mungkin dahak* sudah tidak saya rasakan lagi.

Tak lama kemudian suami saya datang membawa perlengkapan saya sekedarnya. In case saya harus di opname detik itu juga. Namun dokter bilang saya sudah boleh pulang.

Alhamdulillah... ! Saya nggak mau lagi seperti ini.

Maka, jika ada yang bertanya, peristiwa apa yang paling menakutkan selama hidupmu? Saya hanya pumya satu jawaban.

Ketika asma saya kumat dua hari Lalu. Itu peristiwa yang paling menakutkan. :(

(BTR senin 24-02-2014, seharusnya saya sadar karena sejak seminggu sebelumnya, gejala seperti sesak napas, batuk yang tak pernah berhenti, dahak yang terus diproduksi, lelah sangat, itu yang terus menerus terjadi. Saya kira karena PMS, karena melihat jadwalnya, memang sudah memasuki waktunya.

Ada perubahan dengan dosis obat yang saya gunakan. Nyaris tiap lima menit saya gunakan inhaler ventolin. Juga karena ingin cepat, saya hajar juga dengan nebule uap. Tapi bodohnya saya. Saya tak terlalu menganggap serius. Saya hanya melapor sekilas pada suami saya. Kenapa ya sudah di nebule, masih aja sesak. Seharusnya saya tahu.

biaya saya di UGD pagi itu sebesar dua juga rupiah. Thanks god ada asuransi yang dig anti 100%, saya harus banyak istirahat, tidak oleh terlalu lelah, menghindari dingin, debu dan bulu. Saya diberi obat kapsul racik u tuk 5 hari kedepan. Saya harus libur dulu nih bermain dengan kucing kucing peliharaan saya. Tidak ada lagi kucing yang boleh masuk ke dalam kamar. Saya rela kok yang penting saya sembuh dan nggak Kumat seperti kejadian sahut subuh itu)

Saturday, January 11, 2014

a song for anjani



we're realized that this trip will be windy and filled of heavy rain, however we are very grateful to have a chance to play with grass and trees along with rain and listen the windy song.

(with my hubby and friends, to the summit 3726, january 2014)

Thursday, October 31, 2013

di latimojong ada yang menulis sepucuk surat

Ada yang menulis sepucuk surat.
Tapi aku tak berumah. 
Tak diperlukan alamat
 agar pesan tak salah arah.

 (SDD, pesan) latimojong 11-13 oktober 2013

tryin' for

karangan river
goin' down
strugglin' for

not ready yet





Thursday, August 22, 2013

kunyit dan kursi


Seandainya aku lahir sebagai kursi! 
Lho, tapi kau kan memang kursi 
yang setiap malam aku duduki, 
di samping seekor kucing, nonton televisi. 

 (seandainya, sdd, sutradara itu menghapus dialog kita, buku dua;  malem minggu bareng kunyit, ketika ada waktu untuk 'mengintip' bukunya. cc : dek Astri Kusuma)

Wednesday, May 01, 2013

di cikuray : ketika desau udara melintas cakrawala



Banyak yang bilang, dalam kondisi lelah dan tertekan akan nampak sifat aslinya. Juga ada yang bilang kalau kita berharap terlalu banyak, lalu tak sesuai  dengan keinginan, akan kecewa pada akhirnya. Tapi memang ada yang tak perlu diucapkan terlalu keras. Perlahan saja akan lebih elok rasanya.  (maka saya rasa)  Pengertian akan timbul dengan sendirinya.

 20-21 april 2013, cikuray 2821 mdpl, garut, jawa barat (along with my hubby, nyunyun, mia+macan, triyuli+dian, Ivana+cecep, Dodo+zee, tigor, toots, shiwa)


brief

cecep
@ backstage

a bunch of shoes


BTR  mayday mayday 2013 13.02 *thanks god mpus2 tak demo menuntut UMK (upah minimum kucing) hari ini :p


another pics :  juga ada disini.

Wednesday, March 20, 2013

gunung dan si kecil


tadi siang, saya mengajak beberapa teman untuk pergi ke gunung. Beberapa langsung setuju. Sisanya masih pikir-pikir dulu. Dan yang satu curcol karena diultimatum oleh sang ayah untuk menikah terlebih dahulu :P . 

Tapi ada seorang teman yang langsung berucap. 

“Gue akan bawa anak gue. Mohon bantuan ya”

Sebelum saya iyakan, tentu harus saya uji dulu kelayakannya. Yang saya tahu, anak perempuannya belumlah genap berusia lima tahun.  Fit and proper test lah. Pertanyaan yang paling sederhana adalah :

“Apakah dia sudah pernah naik gunung sebelumnya?”

Dan saya rasa ini adalah pertanyaan saya pula jika ada teman yang belum saya kenal, ingin ikut serta naik gunung. Tentu saja akan saya sambut dengan tangan terbuka. Tapi biasanya saya selidiki terlebih dahulu.

Saya ingat dua tahun lalu, ada seorang teman yang baru pertama kali naik gunung. Sebagai kepala rombongan, tentu tak saya lepaskan sedetikpun dari pengawasan saya. Bahkan beberapa bulan sebelum kami pergi, saya cukup rewel mengingatkannya untuk rajin olahraga.

Nah, kembali ke topik diatas. bolehkah mengajak anak naik gunung? Saya rasa tidak ada masalah jika ingin mengenalkan gunung pada anak-anak. Bahkan pada seorang balita sekalipun. Tak ada ukuran untuk umur berapa dia siap untuk naik gunung. Tapi menurut saya, jawablah dulu pertanyaan dibawah ini sebelum mengajak si kecil naik gunung.

Apakah secara fisik cukup sehat untuk diajak pergi?  Apakah dia mampu? Apakah dia senang? Apakah dia nyaman? Apakah dia cukup sabar untuk melakukan perjalanan yang lama?

Dan saya rasa, pertanyaan yang sama akan saya tanyakan juga pada anda.

Apakah anda senang? Apakah anda nyaman? Apakah secara fisik anda cukup mampu untuk menggendong anak anda jika mereka lelah? Apakah anda cukup sabar menghadapi dan membujuk anak anda jika ia rewel dan bosan? Apa anda juga mampu membawa beban perlengkapan anda dan anak anda sekaligus? (bayangkan jika tak ada porter)

Ingat lho, mendaki gunung itu adalah kegiatan yang memerlukan persiapan fisik yang matang, mental yang kuat, perlengkapan yang cukup dan berat pula untuk dibawa.

Lalu apa yang harus dilakukan?

Saya rasa yang harus dilakukan adalah mengenalkan kegiatan ini secara bertahap. Tidak langsung naik ke puncak gunung sih. Tapi mungkin trekking ringan di kaki gunung. Kemping ceria di kaki gunung, bersama ibunya atau teman-teman sebaya. Lalu, barulah dinaikkan tingkat kesulitannya. Mungkin naik gunung hingga pos satu lalu turun kembali. Begitu seterusnya.

Saya punya seorang teman yang kebetulan suami istri dan memiliki hobi naik gunung. Mereka bercita-cita untuk mengenalkan kegiatan ini pada putrinya sejak dini. Tentu tak langsung naik gunung apalagi langsung ke puncak gunung. Tapi secara perlahan mengenalkannya pada anak mereka yang masih balita itu. (selengkapnya bisa dilihat disini (http://sereleaungu.blogspot.com/2012/12/mengapa-mendaki-gunung.html)

Dan untuk trip ke gunung dipersiapkan dengan serius. Membawa porter khusus untuk si kecil, membawa pakaian yang super hangat, membawa makanan dan minuman yang sehat untuk si kecil dan masih banyak lagi.



Ah, saya jadi ingat trip kami akhir tahun lalu. Saya baru berkenalan dengan keluarga kecil ini. Ayah, ibu dan anak perempuannya yang masih kelas satu SD. Awalnya saya ragu. Bukannya apa-apa, saya khawatir saja. Untuk ukuran orang dewasa, pergi ke gunung ini cukup ekstrim dan tingkat kesulitan yang cukup tinggi.

Tapi yang saya khawatirkan tidak terjadi. Rupanya persiapan kedua orang tuanya juga cukup matang. Mulai dari perlengkapan hingga logistik untuk si kecil. Bahkan si ayah cukup sabar untuk menggendong putrinya yang mulai rewel karena mengantuk.

Tapi yang paling menakjubkan adalah ketika si kecil ini berjalan dengan backpacknya yang  berbentuk lebah ,berjalan dengan penuh semangat di depan saya.

Ah.. hilang deh lelah saya. Haha!


BTR 20 Maret 2012; 11;34 (after chit-chat with tigor n special for Siwa family)
 
;