Monday, November 21, 2011

overland to atjeh (bagian 1)

Hai, ini saya. Sejujurnya saya adalah seorang ibu rumah tangga yang kuper dan jarang keluar rumah  tapi September lalu, saya pergi ke Aceh dan Sumatera Utara. Berdua saja, bersama Ika. Ika ini teman backpakeran saya kali ini. Ika ini teman lama saya. Dulu medio 2004-2006 kami bertiga, saya, Ika dan Jenny, kerap jalan bersama edisi kebut gunung. Halah.. itu dulu. (raung uh.. i love to dancin with the sun)

Setelah lima tahun menjadi ‘tkw’ di negara tetangga, mei lalu ia putuskan untuk berhenti kerja dan pulang ke tanah air. Dengan gayanya yang khas ia berucap “It’s over. It’s done..!” Jadi saat-saat break seperti ini, tepat baginya untuk ‘menarik nafas dulu’. “Gue pengen lihat Aceh”  

Sedang Jenny sebenarnya ia ingin sekali ikut, hanya pekerjaan di kantor tak dapat ditinggal dalam waktu lama. Sekarang sudah jadi ibu manager dan memegang posisi strategis di kantornya. Tak seperti dulu. Tak bisa sering-sering pergi jauh. 

Jadi, inilah kami berdua. Dari Jakarta naik pesawat menuju Medan, lalu membonceng rombongan motor (ini suami saya dan klub motornya yang sedang touring menuju Aceh) kami menyusur jalur timur menuju Banda Aceh. Menyeberang ke pulau Weh, ke km. O yang ada di kota Sabang.

Lalu kami  kembali lagi ke Medan. Masih bersama rombongan biker itu hingga tepian Danau Toba. Dan berpisah disana. Kemudian kami menyeberang ke pulau Samosir. Dari Samosir, dengan angkutan umum, kami teruskan lagi perjalanan menuju Tongging. Saya ingin melihat air terjun sipiso-piso yang terkenal itu. 

Baru setelah itu, kami masuk lagi ke Aceh. Kali ini kami mencoba lintas tengah Aceh yang melewati pegunungan Leuseur dan dataran tinggi Gayo. Ada kota Kutacane dan Takengoun disana. Nah selepas kota-kota diatas pegunungan itu, kami bergerak turun menuju pantai barat Aceh. Meulaboh tujuannya. Dan etape terakhir adalah kembali lagi ke Banda Aceh, melalui pantai baratnya yang indah itu.

Terakhir dari sini kami pulang ke Jakarta. Total sekitar setengah bulan perjalanan. Inginnya sih lebih lama lagi. tapi .. hahaha.. ya gitu deeeh.. 


Seperti biasa, libur panjang lebaran dan tahun baru adalah saat yang selalu dinantikan oleh suami saya. Dan saya tahu, sebagai biker, dia tak akan melewatkan KM. 0, yang ada di Sabang, Aceh itu. Begitu tahu cutinya agak panjang,  rencana pun disusun Tentu bersama beberapa teman: Budi, Hendrik, Adnan, Choky dan bro Hendra. Hanya saja, kali ini, saya tidak boleh ikut. 

Hmm.. dia lebih sayang sama si Pitung sih.  -ini nama motornya- dia tak mau kejadian seperti waktu kami touring ke Madura atau ke Palembang tahun lalu, conrod patah karena menghajar lubang. Uh.. ya sudah. Tapi saya nyusul ke Medan ya? Dan ikut hingga Sabang.

Selanjutnya, saya belum tahu, apa terus bersama rombongan biker ini atau berpisah dan membuat trip sendiri. Ada dua rencana saya saat itu. Naik gunung atau backpacker-an keliling Aceh. Saya mengincar Leuseur. Tapi saya tidak yakin. 

Sebulan sebelum hari-H, saya di hubungi Ika. Kebetulan sekali ia muncul. Dan tak menolak ajakan saya. Gunung kami coret dari daftar. Ika sudah lama tak naik gunung. Jadi, trip Leuseur ini kami tunda dulu. Untuk trip ke Sabang, (foto-foto ada disini : belum haji kalau belum ke km.0). Jadi saya nggak akan cerita panjang lebar deh.

Komentar saya untuk para petouring sejati ini hanya satu : 

Kalau ingin overland sejauh ini, siapkan waktu cadangan lebih banyak dan tak lupa untuk taat pada jadwal yang telah dibuat. Karena kalau tidak. Ya seperti ini. Jadinya buru-buru dan tidak sepenuhnya dapat menikmati perjalanan. Satu kali saja terlambat berangkat dari stop pit sebelumnya, langsung merubah ritme perjalanan secara keseluruhan.

Ini yang terjadi pada mereka. Di hari ketiga, mereka nampak seperti batman. Siang tidur dan malam menekan pedal gas untuk melanjutkan perjalanan. Itupun tidak sepenuhnya, karena beberapa kali berhenti untuk tidur. 


Padahal sejak dari Jakarta, sudah saya ingatkan. Untuk taat skedul.  Ini perjalanan jauh. Dua minggu penuh pula.  Mereka harus menjaga stamina dan emosi.  Begitu lelah, pasti sulit untuk berpikiran jernih. Ya kan?

Singkatnya, lima hari pertama dalam trip ini saya habiskan dari Medan menuju Sabang dan kembali lagi ke Medan. Mengikuti rombongan satria bermotor ini. *nyengir*

lanjutannya nanti ya, disambung lagi.  udah siang. mau nyetrika dulu 


Note :

Banyak tempat menarik di kota Banda Aceh ini. Sayang nggak semua sempat kami kunjungi. Di sela-sela waktu menunggu kapal yang akan menyeberang ke pulau Weh dan di sela-sela beberapa kunjungan seremonial antar klub motor. Kami hanya sempat berkunjung ke : PLTD apung, Kapal Apung Lampulo, Mesjid Baiturrahman, Rumah Tjoet Nya Dien dan Gunongan.

Kejadian serupa juga terjadi di Medan. Karena di kota ini meeting point antara kami dengan pasukan bermotor itu, jadi diantara waktu yang sempit itu, kami hanya sempat berkunjung ke rumah Tjong A Fie, mesjid raya Al Mashun, Istana Maimun, beberapa pasar tradisinal, dan wisata kulinernya. Sepertinya memang harus kesana lagi deh. 

6 comments:

Agam Fatchurrochman said...

apa nggak pegel tuh naik motor lama sekali.
aku di aceh lama tapi males jalan-jalan ya

a riesnawaty said...

Pegel sih udah pasti, Mas. Tapi setahu saya, setiap 2-3 jam, pasti berhenti sebentar untuk istirahat.

suwasti dewi said...

kamuu bissaaaa....

a riesnawaty said...

hah? bisa apa? bisa nyetrika ya? "p

Agam Fatchurrochman said...

terus terang, aku lama di aceh, tapi kok hanya suka warkop solong ya hehehe wisatanya tidak ada yg menarik

suwasti dewi said...

bisa sagala..gala :D...

 
;