Wednesday, November 30, 2011

akhirnya joni resmi pindah


Sabtu lalu saya dihubungi Bu Panji. Bu Panji ini tetangga kami. Dulu, ketika kami masih tinggal di komplek yang lama. Dia bilang Joni sakit. Aduh..  Jantung saya langsung berdebar keras. Tanpa pikir panjang, sedetik kemudian saya sudah ada di dalam mobil, membawa kandang orange dan dry food kegemaran Joni. Siapa tahu, Joni mau saya ajak pulang.
Begitu tiba disana, Joni sedang tidur diatas keset di teras depan rumah Bu Panji.  dan ketika melihat saya, ia mengeong manja (bukan Bu Panji lho yaaa yang mengeong… tapi Joniiiiii ) dan berdiri menyambut kedatangan saya. Wajahnya menyiratkan rasa rindu yang mendalam 
Ah .. Joni….
Saya peluk Joni. Lalu saya periksa keadaannya. Saya perhatikan kedua matanya. Matanya masih bening bersinar. Lalu saya periksa bulunya. Ah… bulunya mengkilat dan halus tanda ia masih rajin mandi kucing. Saya gendong sebentar, waaah Joni.. kamu harus diet nih. Badan Joni berat dan ototnya masih kekar seperti dulu.  
“Sakit apa kamu mpuuuuus?”
“Meooooooonggg” jawab Joni manja.
Tak lama kemudian Bu Panji dan Reta -Reta ini putri bungsu Bu Panji, yang sekarang duduk di kelas tiga SD- datang menyusul dan duduk di teras menemani kami.

“Seharian ini Joni nggak mau makan” lapor Bu Panji dan Reta berganti-ganti. “Kerjanya hanya tiduuuuuuur saja” Padahal segala cara telah dilakukan. Rupa-rupa makanan juga sudah di tawarkan. Tapi Joni tetap mogok makan. Tapi begitu saya suapi dry food, Joni makan dengan lahap sekali.
Ahaha.. kami semua tertawa geli. Ini ulah Joni ‘memanggil’ saya jika kangen. Saya tidak heran. Joni memang kucing yang cerdas.
Aaah…sudah setengah tahun berlalu sejak kepindahan kami ke rumah yang baru. Dan dalam waktu setengah tahun ini pula, sudah puluhan kali Joni pulang ke rumah kami yang lama. Dan setiap kali saya jemput, tak pernah bertahan lama. Biasanya dua atau tiga hari kemudian Joni menghilang. Tahu-tahu saya di telpon bu Panji atau kakek di sebelah rumah kami yang lama.
 Joni ada disana.  
 Setelah saya pikir-pikir lagi, bukan rumah lama kami yang Joni datangi. Tapi untuk lingkungan itu ia kembali. Komplek perumahan yang mungil namun ramai dengan hiruk-pikuk penghuninya. Saya tahu temannya banyak. Tidak hanya yang berwujud kucing, teman manusianya juga banyak.
Satpam komplek, tukang sampah dan tukang sayur yang lewat saja, kenal dengan Joni.  Bapak-bapak yang sedang mencuci motor, anak-anak ABG yang sedang main bulutangkis, juga nenek yang ada di blok belakang, semuanya ngefans berat lho dengan Joni. Malah si nenek pernah datang ke rumah, minta restu untuk turut mengasuh Joni. Hahaha… si Joni yang jarang di rumah dan pulang hanya untuk makan.
Namanya juga kucing gaooool!!! 
Lalu bagaimana Joni bisa survive selama ini?
Tikus. Ya, tikus-lah jawabannya. Dulu ada juga kebiasaan baru Joni. Mungkin karena bosan dengan menu sehari-hari, Joni mulai rajin menangkap tikus. Sudah tak terhitung berapa kali Joni datang membawa persembahan.  Setelah puas di lempar kesana-kemari. Lalu tikus itu dimakannya. Hanya kepalanya saja yang disisakan untuk saya. Ih.. apa coba maksudnya?  Walau horor dan jijay melihatnya tapi sekarang saya bersyukur karena Joni bisa bertahan hidup dengan cara seperti itu.
Lalu kemudian saya tahu kalau ternyata banyak juga yang rutin memberinya makan. Termasuk nenek dan anak ABG itu. Namun sifat pengelana Joni tetap tak berubah. Bulan lalu tinggal di rumah kakek sebelah rumah. Bulan ini dia tinggal di rumah Bu Panji, tetangga depan kami.
Malam itu, saya minta ijin membawa Joni pulang ke rumah.
“Ah.. ya nggak apa-apa toh Bu. Itu kan kucingnya bu Joko” sahut tetangga saya.
Saya jadi sungkan, tidak enak hati karena telah merepotkan. Walau katanya pula, ketiga anaknya telah jatuh cinta setengah mati pada Joni. Tapi Joni bukan milik mereka.

Saya pandangi Joni. Mata kami beradu pandang. Joni menjawab dengan caranya yang khas. Meong-meong tentunya. Ah… sebenarnya kami berdua (ini maksudnya saya dan Joni lho ya) tahu jawabannya. Saya tahu ini keputusan terberat dalam hidup saya. Mungkin dalam hidup Joni juga.
Malam itu Joni saya serahkan kepada mereka. Untuk mereka rawat dan pelihara.
Bu Panji menyahut setengah tak percaya  “Saya sih terserah bu Joko saja. Kalau Joni diserahkan kesini, ya saya terima”  
Saya tersenyum namun terasa perih di dalam hati. “Kalau saya, sebenarnya terserah Joni. Mana yang Joni suka. Saya ikuti. Kalau Joni lebih suka tinggal disini. Ya .. sudah. Itu pilihan Joni.”

Walau rasanya beraaaaaaat sekali.
Dan mata saya mulai berkaca-kaca.

BTR 30 November 2011; 09.28 pagi. Semua kucing tidur dan menempati pos-nya masing-masing. Hari yang cerah, sambil menunggu cucian kering.

(malam itu Joni saya ajak pulang ke rumah. Joni berlari dan  masuk ke dalam mobi dengan riang gembira. Tidak masuk ke kandang orange-nya, tapi  duduk manis sambil mandi kucing di kursi penumpang di samping saya. Lalu dua hari kemudian Joni menghilang. Joni nggak bilang sih. Tapi saya tahu, dia kembali lagi ke sana)

11 comments:

Siti Hamidah said...

beneran mbak si Joni pindah pengasuh? kalau saya udah beneran nangis bombay.. btw moga Joni kerasan ya..dengan pengasuh barunya :)

Ita Palgunadi said...

Bacanya kok aku jadi sedih yakk.... hikss....
Joni mirip almarhum batman warna bulunya...item putih gitu

a riesnawaty said...

sampe sekarang pun masih nangis bombay.. :((

a riesnawaty said...

ah.. iya Ta... jadi inget Batman...

suwasti dewi said...

Joni sang pengelana...

a riesnawaty said...

dan sang pengembara.. (hehe.. sama aja ya?)

soto grapher said...

suka liat warna kucingnya.. item putih...

a riesnawaty said...

orang bilang... tipe kucing batman.;P .. tapi ada juga yang bilang .. tipe felix the cat! ..

theresa jackson said...

Bagus cara berkisahnya...Duh Joni!!!

theresa jackson said...

Sekalian ngucapin HAPPY BIRTHDAY!!!

a riesnawaty said...

haaaaaa.... makasih mbak TJ...!!!!

 
;