Saturday, August 12, 2006

Merbabu : Episode dua jam? Dua jaaaam???


 


*Edisi posting ulang J, dalam rangka mengumpulkan tulisan yang tercerai-berai entah dimana. kali ini adalah perjalanan ke Merbabu 16-17 Juli 2005, bareng Ika, Joe, Age, dan Haris*


 



Apa yang terjadi ?


 


[delapan belas jam kemudian]


 



Pagi-pagi. Diatas ketinggian 1600 mdpl. Di basecamp dukuh Tritis. Di kediaman Pak Amat.


 


[ketua RW setempat. Rumahnya bener-bener berupa tipologi rumah jawa. Adeeeeem sekali. Dengan jendela yang kecil-kecil. Dan lantai semen. Kami menempati rumah yang sebenarnya dipakai untuk menyimpan satu set gamelan. Berseberangan dengan kumpulan gamelan ini, tergelar tikar tempat kami tidur semalam]


 


Aku masih bergelung didalam sleeping bag. Masih ngantuk euuy!


 


Sambil mengguncang-guncangkan kakiku *yang terjulur jauh melewati tikar* Age membuka salam :


 


"Kata Pak Amat. Kalo ada yang nyasar, yaa.. nyampenya ya di Tritis ini!"


 


Dengan nikmatnya ia menghirup teh panas dan mengigit gula batu. Pada waktu yang bersamaan, Haris sedang menikmati rokoknya. Sementara Ika sudah menghilang *hunting foto*.


 


"Haiyyaaaa!!!" aku terlompat.


 


Pantesaaaan. Kemaren, kok lamaaaa banget. Lebih dari 7 jam turun. Maksud hati pengen turun via selo. Apa daya? Kami melambung terlalu jauh.*Sudah takdir kali ya, dari kemaren kerjaannya ngiderin Merbabu!*


 


Walau sepanjang jalan turun, Gunung Merapi, New Selo, dan menara pemancarnya jelas banget terlihat dari punggungan Merbabu. Tapi jalur terus 'membuang' ke kanan. Jauh lebih jelas daripada jalur yang kekiri. For sure, jalurnya panjaaaaaaaannng sekali. Beberapa kali pindah punggungan.


 


[sobbing]


 


Akhirnya, kerlip lampu penduduk mulai terlihat. Age yang berjalan didepan berteriak histeris.


 


"lampu! Lampu!!!"


 


Yeee.. semua juga tau!


 


Haris yang berjalan tertatih-tatih di belakangnya *catat: lutut kanan, bekas cedera waktu masih muda. Makluuumm veteran. Pletaaaak!!! Aduh Ris.Ampuuun!!* Dengan tongkat kayu di tangan kanan dan kiri. Ia mengucap syukur sambil menangkupkan kedua belah tangannya.


 


"Si buta dari goa hantu aja tongkatnya cuma satu. Kalo saya? Tongkatnya ada duaaaaaaa"


bener-bener jaka sembung deh ….nggak nyambuuuuung!


 


Berdua mereka mendiskusikan, lampu mana yang paling terang. Ada 3 lampu neon yang terang banget. Dengan asumsi itu, sudah dipastikan. Tanda-tanda kehidupan sudah nampak. Desa terdekat sudah ditangan.


 


Ika, aku dan Joe yang berbaris dibelakangnya, berperan sebagai pengamat.*Kita lihat saja drama di depan ini. Endingnya seperti apa.Hehehehe.*


 


Tiba-tiba, Age dan Haris berseru-seru. Nadanya penuh dengan kekecewaan. Kehampaan dan keputus-asaan. "Lho? Kok hilang? Mana lampunya? Manaaaaaa?!!!"


 


Karena tiba-tiba gelap. Lampu rujukan tidak lagi terlihat. Dan selama hampir 2 jam berikutnya, mereka berdua diam membisu. Hingga akhirnya, menyadari kebodohan masing-masing. Hehehe...lampunya dimatiin orang toh! Pantes!


 


[end of lamunan]


 


"Ries!" kata Joe. "Udah di tunggu di depan, tuh! Kita foto bareng sama keluarga Pak Amat yaaa?"


 


Aku tersenyum. Menyusul Joe, Ika, Haris dan Age yang sudah siap bergaya. Bersama Pak Amat, Bu Amat, Mas Budi + anak Istri. Berikut tetangga kanan, kiri depan dan belakang. Kami berbaris di teras depan. Dan nyengir bareng :


 


" Saaay Cheeeeesee!!!!"



 


 


Serpong,


29 Juli 2005


 


[sore itu juga, perjalanan kami teruskan ke gn. Merapi. Naik dan turun via Selo. Haris, pamit untuk pulang kembali ke Jakarta. Kami berempat lanjuuut! Walau status Merapi yang masih waspada, tapi berdasar info di basecamp Selo, masih aman untuk didaki. Selama pendakian naik dan ketika kami turun keesokan harinya, sama sekali tidak berjumpa dengan pendaki lain. Pasar Bubrah yang biasanya ramai. kini sepi. Hanya kami]


 


foto-foto?   Merbabu Sore Itu


 

2 comments:

mlaku mlaku ambar said...

kangen Merapi lagi...

a riesnawaty said...

iya.. sama Mbar..
*kita tunggu pandangan mata Irfan yang akhir bulan ini mudik*

 
;