Tuesday, November 21, 2006

Duh Rajabasa ... :)


 


  



(Sebagian foto silakan lihat disini the Chronicles of Rajabasa - the nyamuk, the semut and the pacet!)


 


Gunung Rajabasa 1281mdpl [4,203feet]; terletak di Lampung, Sumatra, Indonesia; Latitude: 5.78°S  5°47'0"S  Longitude: 105.625°E 105°37'30"E


 


Tipe gunung strato; masih ada aktifitas Fumarol. Aktifitas erupsinya tidak diketahui, tapi terakhir dilaporkan ada pada bulan april 1863 dan mei 1892. Vegetasi dan hutannya sangat variatif dan cukup 'perawan' karena letaknya hampir berada di tepi pantai. 


 


Menuju kesana :


Banyak sekali angkutan menuju kesana. Dari Jakarta dapat ditempuh dengan bus yang berangkat dari terminal Kampung Rambutan atau terminal lainnya yang menuju pelabuhan Merak di Banten [ac ekonomi Rp 20.000] kurang lebih sekitar 2 jam perjalanan, kemudian dilanjutkan dengan kapal ferry [bisnis dewasa Rp 10.000 atau ekonomi Rp.7700] yang selama 2 jam menyeberang menuju pelabuhan Bakauheni di Lampung. Selepas Pelabuhan Bakaheuni tinggal naik angkot dari terminal yang ada di depan pelabuhan, angkot berwarna kuning [Rp 10.000] tujuan Kalianda dan turun di daerah Sukamandi, persis berhenti di depan pintu gerbang desa menuju desa Sumur Kumbang. Alternatif lain adalah naik angkutan umum dan turun di depan kantor Pemda Lampung Selatan baru dilanjutkan dengan ojek menuju ds. Sumur Kumbang. Lama perjalanan sekitar 30 menit. Setelah itu langsung disambung dengan ojek [Rp 10.000] tujuan Kampung Sumur Kumbang dengan total waktu tempuh sekitar 15 menit.


 


Perlu diketahui di Kampung Sumur Kumbang ini banyak sekali komunitas penduduk bersuku Sunda. Bila perlu, di kampung ini pula dapat meminta bantuan kepala dusun untuk mencari penunjuk jalan.  


 


 


Info jalur :


Total waktu pendakian sekitar 6-8 jam perjalanan. Ada sekitar 6 pos hingga ke Puncak. Di puncak ada jalur turun menuju kawah yang sudah menjadi danau. Cukup banyak tempat buat ngecamp selama jalur pendakian. Bekal air sebaiknya dipersiapkan sebelum naik. Masih banyak sumber air sebelum pos 1, setelah itu, tidak ditemukan sumber air. Tetapi yang harus diperhatikan adalah pacet, karena Rajabasa sendiri terkenal sebagai ‘gudang pacet’. Jalurnya sendiri cukup aman dan jelas mengikuti satu punggungan gunung. (Menurut penduduk setempat, bila ingin turun ke danau, waktu tempuh dari puncak sekitar 0.5 – 1 jam perjalanan,red)


 


Info lainnya :


Danau tersebut menjadi tujuan utama bagi penduduk lokal maupun orang yang khusus datang untuk berziarah. disana ada yang disebut ‘batu cukup’ ; konon sebanyak apapun orang berdiri diatasnya, akan selalu cukup. Kalau beruntung, orang yang datang dapat menemukan batu kabah. Mengenai ukuran sendiri kurang jelas, ada yang bilang seukuran 1x2 meter. Apakah batu tersebut dapat mengarah ke arah kiblat atau berasal dari Kabah? *masih jadi misteri*


Ada satu pantangan/ pamali yang dipercaya oleh penduduk Sumur Kumbang disana, apabila hendak membuat api unggun agar tidak mematahkan ranting dengan tangan, tetapi harus ditebas dengan pisau.


Kebanyakan kendaraan umum tidak beroperasi lagi setelah gelap. Pastikan kembali ke kota sebelum gelap.


Informasi lain mengatakan bahwa untuk menuju Gunung Rajabasa dapat ditempuh dari desa terakhir yaitu dari desa Cugung. Waktu tempuh hingga ke puncak sekitar 5-6 jam perjalanan. *but, not corfirmed yet*


Berikut info detail dan amat sangat deskriptif tentang jalur. Soale, kemaren, bener-bener miss-oriented. Minim info dan nekad nggak bawa peta. Nggak sempet nyatet utara selatan [walo kompas ada di tangan] karena sibuk ‘siaga satu’ terhadap pacet. Jadi, sorry, orientasinya hanya ada  dua, yaitu : belok kanan atau kiri J


 


/1/


Dari prapatan tukang ojek, yang lokasinya ada dibawah pohon besar di tengah ds. Sumur Kumbang, ada jalan batu menuju kampung terakhir. Nggak begitu jauh sih, paling sekitar 200-300 meter nanjak. Kalo mau menghemat tenaga, sebaiknya pake ojek saja. Per orang hanya Rp 2000. Nanti akan diturunkan di percabangan jalan. Ke kiri berupa jalan batu yang terus ke atas ke arah kampung dan jalur setapak tanah yang berbelok sedikit ke arah kanan menuju kebun penduduk.


 


Jalan tanah tersebut dibatasi oleh pagar kebun penduduk disisi kanan dan halaman belakang rumah berikut kandang ternak di sisi kiri jalur. Jalan relatif datar sekitar 0 s.d. 15deg. Jangan tergoda untuk terus naik keatas, karena daerah kebun ini banyak sekali percabangan dan melambung terus untuk berpindah punggungan. Banyak sekali percabangan, begitu bertemu dengan percabangan, terus orientasi ke kanan.


 


/2/


Tidak lama kemudian bergabung jalan setapak yang datang dari bawah, jangan ragu, orientasi terus ke atas. Setelah pertemuan jalur ini, tak lama kemudian di sisi kanan jalur akan kita temui gerbang kecil dan jalan setapak yang telah diperkeras dengan semen menuju makam Ki Hj. Mas Mansyur. Konon ini adalah tempat moksa-nya Ki Hj. Mas Mansyur.


 


Jalan kemudian sedikit menurun, dan kemudian naik kembali. Begitu bertemu dengan percabangan, ada satu yang naik keatas menuju kebun dan satu lagi kearah kanan, ambil yang ke arah kanan. Jalan masih berupa jalur tanah dan batu. Hati-hati karena licin sekali. Tidak berapa lama kemudian akan ditemui tembok bekas bangunan yang sudah berlumut karena tuanya. Tidak jauh dari situ juga akan ditemui bekas runtuhan tembok bangunan yang sudah berlumut dan satu buah rumah ladang yang kosong.  Berikut akan ditemui bongkahan batu besar bekas muntahan letusan gunung[?] Kemudian jalur mengitari tepian bukit berupa kebun kelapa, jalan sedikit menurun dan kemudian melewati aliran air.  


 


/3/


Setelah melewati kebun kelapa ini, jalur masih relatif datar, tidak jauh dari situ akan kita temui percabangan yang cukup jelas. Satu lurus ke depan, dan satu lagi sedikit berbelok ke kiri, ambil yang kiri.  Setelah itu sekitar 5 menit berjalan, mulai ditemui rumah ladang milik penduduk ada di sebelah kiri jalur.  Rumah bilik sederhana dengan bale-bale depan, lumayan untuk beristirahat.  Namun perlu diwaspadai, karena begitu kita duduk, barisan pacet siap menyerbu, dan puluhan nyamuk siap menempel pada kaki dan tangan yang terbuka. Bahkan, meski sudah memakai celana lapangan yang cukup tebal, sungut nyamuk itu masih dapat menembusnya.



 


Setelah rumah ladang tersebut, masih kita lewati kebun kopi, duren dan cokelat di sepanjang jalan. Terus naik. Jalan terus berorientasi ke kanan. Tidak jauh dari persimpangan jalan tersebut, ada sebuah rumah kebun dengan pancuran air yang terus mengalir di belakang rumahnya, rumah tersebut milik Pak Adjat, kami sempat mampir untuk beristirahat, Kebetulan keluarga Adjat  sedang berada di kebun. Bila sedang berada disana dengan senang hati mereka akan menjamu para tamunya dengan segelas teh dan kopi hangat.



 


/4/


Selepas rumah Bapak adjat ini, jalan sedikit melipir punggungan kearah kanan, kemudian naik sedikit keatas. Setelah itu akan kita temui barisan beberapa pohon kelapa, jangan terjebak untuk terus naik keatas, karena kami sempat naik cukup jauh, jalur jelas sekali. Katanya memang ada jalur ke puncak dari situ, tapi setelah kami coba lewati, alias sempet nyasar kesana, lama-lama jalur makin tidak jelas. Dan hilang di salah satu kebun yang ada disitu. Jadi, begitu menemukan jajaran beberapa pohon kelapa [kalau dipetakan, hampir membentuk lingkaran] dan sebuah pohon pinang, itulah tandanya bahwa kita harus berbelok turun. Ada jalur ke bawah. Ikuti terus jalur tersebut, melewati jalan sempit penuh batu dan licin karena lumut. Jalur terus mengarah kebawah, tidak lama kemudian akan kita temui aliran air, tidak begitu besar. Setelah menyeberangi aliran tersebut, akan kita temui beberapa bongkahan batu yang cukup besar. Orientasi masih terus turun kebawah. Kemudian sedikit naik dan bertemu kembali dengan pancuran air, dan jalur kembali turun kebawah. Kelihatannya mulai berpindah punggungan. Tak lama kemudian akan kita temui rumah ladang tepat di sisi kiri jalur.  Setelah melewati rumah ladang tersebut,  jalur akan sedikit naik, dan akan kita temui lagi aliran air dan sebuah pancuran dari bambu. Kami kemudian melewati aliran air tersebut, sedikit menapak naik, Pos 1. akan ditemui satu dataran cukup untuk ngecamp 2-3 tenda. Ada papan tripleks bercat merah cukup besar yang terpasang pada bantang pohon dan bertuliskan himbauan untuk menjaga kebersihan.


 



/5/


Setelah pos 1, jalur terus naik dan cukup jelas, namun di beberapa tempat sebelum pos 2, banyak sekali jalur yang on off tertutup rumput setinggi kepala. Orientasi terus keatas dan tidak berpindah punggungan. Sejam kemudian, masih kita temui ladang cengkeh. Beberapa rumpun bambu. Setelah itu, mulai memasuki pintu rimba.



 


/6/


Pos 2 sendiri berupa dataran yang cukup buat ngecamp 2 tenda. Masih ada papan tripleks bercat merah yang berisi tulisan yang sama. Jalur jelas. Tapi sepanjang jalur hingga puncak, penuh dengan pacet. Dan benar-benar tertutup rapat oleh vegetasi. 



 


/7/


Tepat sebelum pos 3 jalur berbelok kekiri, ada satu dataran cukup untuk beristirahat dan cukup 2 tenda untuk ngecamp. Masih banyak pacet, dan nyamuknya cukup ganas. Dari situ jalur naik keatas.


 



/8/


Kira2 satu jam kemudian akan kita temui pos 4 yang tepat berada di tengah pepohonan tinggi dan rapat. Banyak tempat buat ngecamp, walau tanah sedikit miring. Setelah melewati pos 4 dan terus berjalan menuju pos 5, orientasi terus bergerak ke arah kiri. Kemudian menuruni lembah, untuk kemudian naik kembali hingga pos 5. jurang di sisi kanan dan kiri. Hati-hati, karena jalurnya tipis sekali. Tanah mudah runtuh. Beberapa kali kami harus meloncati portal kayu yang licin. Sepanjang jalur keatas, banyak tanda panah menuju puncak dari aluminium yang dipasang pada batang pohon.



 


/9/


Begitu tiba di pos 5. Ada semacam gerbang dari batang kayu yang dipasang beberapa papan nama. Cukup untuk beristirahat sejenak. Jarak ke puncak tidak begitu jauh. Dan mulai terbuka sehingga puncak bisa terlihat dari sini. Mungkin sekitar 10-20 meter naik ke atas.  Melewati portal, sedikit ke arah kanan, ikuti jalur naik keatas. Hingga, tibalah kami di puncak.


 




/10/


Puncak gn. Rajabasa ini tidak terlalu luas. Berupa dataran rumput memanjang, cukup untuk dipasang 3 tenda berurutan. Dengan dua sisi pandangan lepas kearah pantai. Di sisi lainnya rimbun dengan pepohonan, ada satu batu yang di semen dan bertuliskan [tidak jelas], namun di dekatnya ada jalur turun yang cukup curam kebawah menuju danau tektonik gn. Rajabasa.


 



/11/


tentang Danau. Menurut penduduk setempat, sekitar 0.5 – 1 jam perjalanan turun. Konon danau tersebut menjadi tujuan bagi penduduk lokal maupun orang yang khusus datang untuk berziarah. disana ada yang disebut batu cukup, konon, sebanyak apapun orang berdiri diatasnya, akan selalu cukup. Kalau beruntung, orang yg datang dapat menemukan batu kabah. Mengenai ukuran sendiri kurang jelas, ada yang bilang seukuran 1x2 meter. Apakah batu tersebut dapat mengarah ke arah kiblat atau berasal dari Kabah? Wallahualam.

10 comments:

theresa jackson said...

Menarik sekali petualangan ini,akan kuikuti dan kubaca, sungguh mencekam, dan itu foto kucingnya ih imut2 banget ya?

a riesnawaty said...

Betul, Mbak. Namanya Lily. Menurut Pak Adjat& keluarga *waktu kemaren kami numpang istirahat di rumah kebunnya* Lily ini *dan seekor anjing kecil milik mereka* jobdesknya menjaga rumah kebun bila ditinggalkan keluarga Adjat yang turun ke desa.Lucu banget ya?

mlaku mlaku ambar said...

where is the pacet? :) *masih trauma*

a riesnawaty said...

wakakakakak.....! Kayaknya lagi ngumpet tuh Mbar.. siap-siap mau tahun baru-an ..huehehehe...

already rain said...

iyaaah kucing nya lutu sekali
hm...
bisa buat pegangan kalo kalo & sapah tau tar puya rute ptualangan ksini nih
hm...
*garuk garuk mode ON
tahun baru kmanah yaaa *duh bingung....

a riesnawaty said...

ajak Gocik ke Lampung ajaaaa... *ehm.. ada outing buat kucing nggak yah?*

already rain said...

huahahahaha... menarik tuuuh...
outing bwat kucing...
hm...
kmaren bis diajakin temenku bikin gathering "rainlovers
sekarang outing bwat kucing
hehehehe
boleh boleh boleh
*garuk garuk kaya monyet mode ON

a riesnawaty said...

*ikutan garuk-garuk kepala* :-)

Winda Noveriyan said...

waaaaaaah....udah ke gn.rajabasa juga yah ?
ada cerita lucu waktu sma, temen2 pada ngambil duren disekitar gunung ini.
setelah selesai makan....nanti ada ajah penduduk yang tiba-tiba muncul lalu menghitung berapa banyak durian yang kita makan setelah itu kita harus bayar.padahal itu durian ada dipinggiran gunung yang pada yakin tumuh liar gak ada yang punya.seperti kesengajaan aja, setelah makan banyak baru yang jualan muncul...hehehe

a riesnawaty said...

iya nih Mbak Winda, habis penasaran sih :) itu kejadiannya awal tahun 2006 lalu. Waktu kami kesana, belum musim duren..hiks! hiks!
lha? temen-temennya kena charge toh? hehehe...

 
;