Wednesday, October 13, 2010

suratnya tak pernah sampai (bag. 2)

[TENTANG GUEST HOUSE]

Kamu masih disitu kan? Aku teruskan ya. 

Guest house kami di Alahan Panjang bentuknya rumah kayu. Walau kecil dan mungil. Tapi daya tampungnya besar lho. Kamu pasti bisa mengambarkannya. Kamu selalu pintar membuat sketsa.

Beberapa kamar ditempati dosen dan satu kamar mungil yang ada di belakang, aku tempati bersama teman perempuanku. Sisanya, tidur beralas tikar di ruang tengah. Yang sehari-hari disulap jadi tempat berkumpul kami. Kadang hanya untuk duduk lesehan sembari mengobrol, atau tempat merapikan data setelah seharian berkeliling.

Tapi ruang tamu yang ada di sebelah selalu penuh dengan asap. Kalau sudah waktunya berbuka, para perokok akan berkumpul disana. Apalagi yang dikerjakannya jika bukan mengisap rokok  sambil berbalas pantun… hehehe.. sumpah!

Kamar mandinya ada dua. Dan airnya sedingin es. Jadi sudah rahasia umum disini. Kami mandi hanya satu kali sehari. Hahaha.. 

dan untuk makanan. Kamu nggak perlu khawatir. Si ndut ini terjamin sekali kesejahteraannya. Ikan sungai yang di goreng kering, sayur segar yang ditumis penuh selera dan rupa-rupa penganan lainnya untuk sahur dan buka kami selalu disediakan tepat waktu oleh si induk semang pemilik guest house. Rumahnya ada di sebelah kami.

[RUTINITAS]

Ya..ya… ya… kamu pasti akan mengomeliku kalau melihat lingkaran hitam dimata akibat kurang tidur. Tapi aku suka sekali.  Tahukah kamu, setiap hari aku berangkat jam delapan pagi dan baru kembali ke basecamp menjelang senja. Persis menjelang waktu buka. Hanya istirahat sebentar karena tepat pukul sembilan malam kami berkumpul lagi untuk merapikan data. Kadang pertukaran informasi berlangsung begitu serunya hingga tengah malam. Kerap kami tertidur saking lelahnya. Lalu tiba-tiba sudah pukul 4 subuh. Waktunya sahur.

Tetapi walaupun begitu. Aku senaaaaaaang sekali. Nggak peduli apakah dia dosen atau mahasiswa. Kami sudah seperti saudara saja. Berebut piring (dan makanan tentunya), terbahak-bahak hingga perut sakit.  Ada satu dosen nih, yang kalau tidur disebelah bantalnya pasti udah disiapkan kompas, jam dan alat pengukur ketinggian. Jadi kalau dia bangun. Yang pertama ia lakukan adalah membaca kompas… untuk orientasi dan mengukur ketinggian” ahahaha…

[SHARING INFO]

Well. Banyak yang bisa kudapat kali itu. Kamu tahu? Sekarang, aku bisa membedakan mana bunga jantan dan mana bunga betina. Aku jadi tahu, mengapa tanahnya menjadi tidak subur. Aku tahu beberapa nama latin pohon disana. Aku tahu darimana bahan kerajinan tikar itu berasal. Dari teman-teman UBH, aku juga belajar banyak mengenai rumah adat disana dan sedikit-sedikit juga belajar bahasa mereka.

Kadang-kadang, pengambilan data tidak hanya dilakukan ketika keluar masuk kampung. Sering kami harus menumpang truk. Naik perahu, memetik  markisa dan membeli bawang putih (hahaha.. kalau yang ini sih belanja)

Ada yang menarik disana. Dulu di danau ini pernah dibangun fasilitas pariwisata. Tapi entah mengapa kemudian ditinggal begitu saja oleh pemiliknya. Konon, tempat itu tidak disetujui warga.  Pengaruh agama yang mereka anut masih kuat. Menurut mereka. Dengan adanya tempat wisata itu hanya akan membawa pengaruh negatif. Mereka tak sudi tanah tempat mereka lahir dan hidup ini akan seperti tempat wisata di Bali misalnya.

2 comments:

siscayun ... said...

Lanjut...:)

a riesnawaty said...

monggooooo...

 
;