Sunday, June 04, 2006

Gadis Cilik di Jendela

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Tetsuko Kuroyanagi

 


Akhir Mei lalu, gara-gara iseng  nungguin film X-men 3 yang masih setengah jam lagi diputer di twenty-one, aku mampir ke toko buku Gunung Agung di Bintaro Plaza. Aku kira ini buku ditujukan buat anak-anak. Yeee…ternyata salah besar jek! Begitu baca previewnya hmmm…. Buku ini keren sekali! J



Dan yang kukira ini fiksi biasa, salah lagi deh, rupanya ini kisah nyata toh! Ditulis oleh ‘gadis cilik di jendela’ itu sendiri, Tetsuko ‘Totto’ Kuroyanagi. Buku ini selesai dan diterbitkan di Tokyo hampir 23 tahun yang lalu dan menjadi sejarah di dunia penerbitan Jepang, karena terjual 4,5 juta buku dalam setahun. Luar biasa.



Begitu aku mulai membaca buku ini, efeknya membuatku tidak sabar untuk segera membuka lembaran berikutnya. Bener-bener bikin lupa akan sekitar deh!



Ringan dan mengalir begitu saja. Betapa polosnya seorang gadis cilik yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Aku bisa membayangkan betapa ‘sulit’nya bagi seorang anak kecil bila ia berkembang pada lingkungan yang tidak tepat. Beruntunglah ia memiliki orang tua (terutama ibunya), sekolah dan lingkungan yang amat memahami dan membantunya untuk berkembang menjadi diri sendiri.



Aku kagum pada tokoh kepala sekolah yang begitu disayanginya. Ini perkenalan pertamanya dengan kepala sekolah, ketika si kecil Totto akan masuk ke kelas satu di sekolahnya yang baru.



“Setelah itu Totto-chan benar-benar kehabisan cerita. Dia berpikir keras. Tapi tak bisa menemukan bahan cerita lain. Hai ini membuatnya merasa agak sedih. Untungnya, tepat ketika itu kepala sekolah berdiri, lalu meletakkan tangannya yang besar dan hangat di kepala Totto-chan sambil berkata :”Nah, sekarang kau  murid sekolah ini.”



Pada saat itu Totto chan merasa dia telah bertemu dengan orang yang benar-benar disukainya. Belum pernah ada orang yang mau mendengarkan sampai berjam-jam seperti kepala sekolah, Lebih dari itu, kepala sekolah sama sekali tidak menguap atau tampak bosan.”




Aku juga menaruh hormat kepada tokoh-tokoh lain di sekitar Totto yang membantunya untuk belajar tentang betapa besarnya arti persahabatan. Teman sekelasnya yang menderita polio, anjing gembala jermannya, guru tari euritmiknya, dirigen orkestra tempat ayahnya bekerja hingga tukang kebun di sekolahnya.



Uh! Aku iri sekali pada Totto-chan. Sayang sekolahku dulu tidak seperti itu. Can you imagine? Setiap pagi kamu bisa memulai pelajaran apa saja yang kamu sukai. Duduk pada bangku yang berbeda setiap harinya. Pelajaran jalan-jalan setelah makan siang, atau berenang bersama di tengah hari yang terik. Makan siang bersama (pesan dari Kepala sekolah, membawa bekal sesuatu dari gunung dan sesuatu dari laut, maksudnya harus ada ikan berikut sayurnya)  Melompat-lompat dan berlari-lari dengan kaki telanjang dengan diiringi piano. Belajar memasak, kemping bersama di aula, tes keberanian di kuil dekat sekolah…..  dan yang pasti… kelasmu berupa gerbong kereta api.



Wuuui…. Imajinasimu bisa terbang kemana-mana!!!



Hehehe…tunggu apalagi? Buruan cari bukunya!



(Ibu guru menganggap Totto-chan nakal, padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama perjalanan berlangsung. Karena para guru sudah tak tahan lagi, akhirnya Totto-chan dikeluarkan dari sekolah.


Mama pun mendaftarkan Totto-chan ke Tomoe Gakuen. Totto-chan girang sekali, di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yang dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Mengasyikkan sekali, kan?


Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka. Karena sekolah itu begitu unik, Totto-chan pun merasa kerasan.


Walaupun belum menyadarinya, Totto-chan tidak hanya belajar fisika, berhitung, musik, bahasa, dan lain-lain di sana. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri.)


(kalo yang barusan ...saya kutip dari resensi bukunya J)


 


17 comments:

Mom AG said...

kirain gadis kejepit dijendela

a riesnawaty said...

huehehehehe.... apa kabar?
(kalo si gadis kecil yang ini... lagi makaaaan! :) bener2 nggak nyambung ya..)

rosalia heny said...

Aku juga suka banget baca buku ini. Buku ini salah satu koleksi buku favorit ku.
Seandainya di sini ada sekolah seperti itu ?

a riesnawaty said...

iya Hen.....kayaknya udah mulai dirintis deh beberapa sekolah, yang EQ dan IQ nya berimbang. Masih inget sekolah dengan sistem modul? dalam satu kelas juga tidak terlalu banyak muridnya, sehingga sang guru bisa lebih konsen perhatikan 'perkembangan' muridnya. *juga udah ada liburan singkat yang back to nature? si anak bisa tanam padi, mandiin kerbau, belajar masak?*

rosalia heny said...

Kek nya temenku juga pernah cerita udah ada juga sekolah yang make bekas bus sbg kelasnya. Cuma aku ngak inget di sebelah mana Jakarta ya ??

Andreas Purwanto said...

Dulu di Bandung 1990-an awal buku ini sudah sempat "menghebohkan" kalangan penyuka buku dan diskusi. Apalagi di tahun-tahun yang sama terbit buku-buku soal metode pendidikan penyadaran ala Teologi Pembebasan-nya Paolo Friere. Seingat saya, "heboh" itu sendiri terbilang telat karena baru terjadi ketika buku itu sesungguhnya sudah dicetak ulang. Hehehe Yang jelas, boleh jadi sekadar koinsidensi, di tahun-tahun itu hingga sekarang mulai marak berdiri sekolah-sekolah alternatif yang mengaku terinspirasikan oleh buku ini. Saya sendiri sempat membeli buku ini setidaknya 2 kali lantaran buku pertama yang dibeli dari Toko Buku Angkasa (yang sekarang sudah almarhumah) hilang ditelan bumi, tak jelas posisi geografisnya, entah dipinjam dan berpindah ke rak buku milik siapa. Atau berakhir nasibnya jadi bungkus kacang. Yang jelas, seingat saya, saya masih sempat melihat istri saya mengambil dari rak dan membaca buku itu beberapa bulan lalu.


Baru belakangan ini, sekitar 3-4 tahun lalu, saya tahu bahwa ada film kartun dan serial komik yang juga berjudul sama beredar di sini. Entah apakah ketiganya kongruen atau saling independen.

Nita Yusuf said...

buku ini bagus banget .... one my one my fave book collection :)

Juniar Lumankun said...

Sudah baca bukunya. Masih enggan baca ulang; takut nangis lagi, pas bagian Totto-chan belain anjingnya gara-gara abis main gigit-gigitan; trus nangis lagi, pas Totto-chan sudah jadi Kuroyanagi-san dan lewat di tanah bekas tempat sekolahnya yang sudah jadi pujasera. Walaah, nulis gini aja sudah mo nangis lagi. Gimana niih?

a riesnawaty said...

yaolooooo... sampe segitunya... :)

imaz karim said...

lam kenal mba..yup, setuju bgt..buku totto chan emang keren abis dah...aq baru baca juga seh (mudah2n ga ketinggalan amat ya mb), dapet hadiah dari seorang temen...jadi nyesel juga, kepengen..kecil lagi, melalui masa kecil seperti totto chan, merasakan 'asyik'nya belajar..bahwa belajar bukan sesuatu yang membosankan..tapi, paling tidak aq masih bersyukur bisa ketemu nie buku...loe semua (yang belum baca) mesti baca deh!! dijamin ga nyesel dah! asli!!!

a riesnawaty said...

met kenal juga mba Imaz. Iya, nyesel juga waktu kecil nggak melalui masa seperti toto chan. Tapi saya bisa petik pelajaran dari situ kok. Mungkin nggak terlalu berharap kalo ada sekolah itu di indo. Minimal, anak-anak kita kelak *cailaaa* kita didik 'kebebasan'nya untuk bereksplorasi...

Anonymous said...

hmm, isinya memang keren...(udah lama beli bukunya, belum sempet baca, udah berpindah2 tangan,.... and now, wis ketemu..... Asyikkk...

a riesnawaty said...

met baca An... :)

Edi Rakhman said...

aku ne termasuk produk generasi stress ... jauh dari apa yang didapatkan oleh Toto Chan. Jadilah ..aku cuma pns-omar bakrie. Aku & biniku berusaha dengan dana keluarga yang pas2an tuk mengembangkan ketiga bebek2 kami (itu sebutan ibunya) menemukan jati mereka masing2...sebelum kami dikaruniai mereka, kami tlah membaca buku itu, mbak. Yang satu terobsesi dunia komputer yang ingin punya workshop game; yang kedua (putri) ingin jadi boss-nya komik, yang kalau perlu smua komik di dunia dia beli...tiap hari menggambar kartun2 tokoh komik ...klo ga tersalurkan ..nangis. Nah yang terakhir, kls 3 SD dah sabuk ijo karate dan disayang sempai-nya. Tiap hari latihan Kata.

a riesnawaty said...

menarik sekali sharingnya nih Mas. Pasti menyenangkan sekali ya mengamati perkembangan putra-putrinya. :-)

eny setyaningsih said...

damn right guys, a really inspiring book!
membuat sekolah macam Tomoe Gakuen rasanya sudah terpatri di kepala, dan buku ini jadi obat mujarab saat otak dan hati lelah menempuh jalan panjang dan berliku itu..

a riesnawaty said...

saya jadi inget semalem, nonton acara kickandy di metroTV, udah baca buku Laskar Pelangi karya Andrea Hirata? yang diangkat dari kisah nyata sang penulis waktu kecil dulu di pedalaman belitung. Bersekolah di sekolah yang nyaris ditutup. Kalau saja bukan karena gurunya yang begitu gigih mendidik mereka. ... hmmm... belum tentu ia akan menjadi 'seseorang' seperti sekarang ini.... -lebih baik mbaca bukunya aja deh-

 
;