Monday, February 24, 2014

Hal yang paling menakutkan dalam hidup saya

Lalu saya menepuk kaki suami saya. Satu tepukan berubah menjadi guncangan berkali-kali. Saat itu pukul setengah empah subuh. TV masih menyala *saya tak ingat lagi apa acaranya* sudah dua jam saya bangun dan tak bisa tidur lagi. Batuk terus menerus dan dahak yang tak ada habisnya. Saya ada di ujung kasur, masker nebule masih terpasang di wajah. Saya panik.

"Ada apa?" Tanyanya kaget, setengah sadar karena nyawanya belum ngumpul.

Terbata-bata saya mengucap, "Nggak bisa nafas!"

"Ke rumah sakit ya?"

Saya cuma mengangguk. Tak sanggup lagi berbicara. Suami saya bangkit dan bersiap. 

Dan kini serangannya bertambah. Saya sama sekali tak bisa bernapas.

Saya panik.

Masker nebule saya tarik dan lepas begitu saja. Suara mesinnya masih meraung tanpa sempat saya cabut aliran listriknya.

Seingat saya, saat itu saya  merangkak menuju pintu depan. Berusaha membuka pintu. Hanya satu harapan saya. Segera keluar dari rumah. Begitu menghirup udara segar. Lalu sesak saya hilang.

Tapi ternyata tidak. Dan ini membuat panik saya berlipat-lipat.

Kenyataannya saya hanya mampu membuka pintu kayu. Pintu kassa nyamuk masih dengan terkunci rapat. Dan saya bertambah panik. Saya sama sekali tidak bisa nafas. Saya me rasa seperti ikan yang berada di luas akuarium. Mulut saya membuka lebar berusaha menghirup udara sebanyak-banyalnya. Tapi tak bisa. Tak ada oksigen yang masuk ke dalam paru-paru saya.

Suami saya memeluk saya.
"Istigfar, hanyyyy... Istigfaaar"

Tersengal-sengal, sambil memejamkan mata saya mengucap Allah... Allaah.. Dan saat itu saya takut sekali. Jika ini memang sudah waktunya hamba berpulang ya Allah... Hamba belum siap.  Dalam pelukan suami saya, kaki saya lemas, badan saya lemas dan kedua tangan saya pun begitu.

Mata saya terpejam, wajah saya, kepala saya basah oleh keringat dingin. Sambil tetap mengucap asma Allah, saya hanya mampu mengingat ten tang shalat saya yang buruk akhir-akhir ini, kurang beramal, jarang membaca al Quran, jarang mengikuti majelis taklim karena saya sibuk dengan urusan dunia. Ya Allah... Saya belum siap. Saya mau menangis. Tapi tak bisa.

Lalu kejadian setelahnya hanya samar-samar. Seperti potongan slide show. Yang setiap potongan adegannya berjarak 3-4 detik lalu disela dengan efek gelap sementara.

Saya ingat saya disuruh untuk memakai masker nebule sekali lagi. Saya merangkak kembali ke kamar dan memasang masker. Tapi tanpa selang masker *bodohnya*

Saya ingat baju saya diganti dengan t-shirt lengan panjang. Saya tak sempat memakai kerudung. Kostum saya subuh itu hanya kaos dan celana selutut.

Saya hanya memejamkan mata dan duduk di lantai di depan pintu. Hingga suami saya menarik saya dan membimbing saya Untuk duduk di mobil. Saya melihat si juki sudah parkir di depan rumah.

Saya hanya sekilas melihat pintu gerbang komplek dan satpam yang tergopoh-gopoh membuka pagar. Saya hanya sekilas mendengar gumaman suami yang membatalkan rencananya untuk pergi ke klinik 24 jam yang ada di depan komplek. Sedetik saya kecewa, karena tak langsung di bawa kesana. Tapi saya ingin hidup.

Sambil menyetir berkali-kali suami saya mengingatkan saya untuk mengucap istigfar. Berkali-kali pula ia berkata,

"Sabar ya hany, sebentar lagi kita sampai"

Tangan saya mencengkap dashboard dan paha suami saya. Mata saya membuka sebentar lalu kembali terpejam. Sekarang baru saya tahu. Dengan mata terpejam rasanya jauh lebih nyaman. Walau napas masih tersengal-sengal. Saya ingat pesan dokter saya dulu. "Kalau terserang asma, jangan panik dan atur napas" maka saya menarik napas pelan-pelan dan menghembuskannya dengan perlahan.

Yang saya ingat hanya, betapa lama perjalanan kami menuju rumah sakit yang jaraknya hanya berkisar 7 km jauhnya dari rumah kami. Saya ditarik keluar dari mobil. Saya hanya ingat saya di papah menuju pintu UGD yang terkunci *halah* kemudian saya baru tahu bahwa petugas parkir ikut memapah lengan kiri saya.

Dan selanjutnya begitu cepat. Saya duduk di salah satu ranjang UGD,  beberapa perawat di sekitar saya. Dokter memeriksa saya dan lamat-lamat mendengar perintahnya pada suster-suster itu. Srlang oksigen dipasang di hidung saya, masker juga dipasang diwajah saya untuk di uap. Lengan kiri saya langsung ditusuk jarum dan dipasang infus. Dan diinjeksi pula dengan obat. Sementara jempol kan an saya, dijepit semacam klem yang kabelnya langsung tersambung dengan alat untuk memonitor jantung.

Dan perlahan saya mulai bisa bernapas. Saya berusaha menghirup sebanyak mungkin uap obat yang dihembuskan dari masker saya.

Dan mata saya mulai membuka. Saya melihat suami saya pergi men gurus administrasi. Pamit pada saya untuk kembali pulang ke rumah karena lupa membawa dompet. :-)

Saat itu sudah pukul setengah enam subuh. Saya sholat diatas ranjang, dengan selang infus masih di tangan. Saya sudah memasuki sesi kedua. Saya kembali diuap.

Dan sesak di dada berangsur lenyap. Ketika dokter kembali memeriksa saya, dia nyatakan saluran nap as saya sudah clear dan n ormal. Rasa seperti ada sesuatu yang nyangkut *mungkin dahak* sudah tidak saya rasakan lagi.

Tak lama kemudian suami saya datang membawa perlengkapan saya sekedarnya. In case saya harus di opname detik itu juga. Namun dokter bilang saya sudah boleh pulang.

Alhamdulillah... ! Saya nggak mau lagi seperti ini.

Maka, jika ada yang bertanya, peristiwa apa yang paling menakutkan selama hidupmu? Saya hanya pumya satu jawaban.

Ketika asma saya kumat dua hari Lalu. Itu peristiwa yang paling menakutkan. :(

(BTR senin 24-02-2014, seharusnya saya sadar karena sejak seminggu sebelumnya, gejala seperti sesak napas, batuk yang tak pernah berhenti, dahak yang terus diproduksi, lelah sangat, itu yang terus menerus terjadi. Saya kira karena PMS, karena melihat jadwalnya, memang sudah memasuki waktunya.

Ada perubahan dengan dosis obat yang saya gunakan. Nyaris tiap lima menit saya gunakan inhaler ventolin. Juga karena ingin cepat, saya hajar juga dengan nebule uap. Tapi bodohnya saya. Saya tak terlalu menganggap serius. Saya hanya melapor sekilas pada suami saya. Kenapa ya sudah di nebule, masih aja sesak. Seharusnya saya tahu.

biaya saya di UGD pagi itu sebesar dua juga rupiah. Thanks god ada asuransi yang dig anti 100%, saya harus banyak istirahat, tidak oleh terlalu lelah, menghindari dingin, debu dan bulu. Saya diberi obat kapsul racik u tuk 5 hari kedepan. Saya harus libur dulu nih bermain dengan kucing kucing peliharaan saya. Tidak ada lagi kucing yang boleh masuk ke dalam kamar. Saya rela kok yang penting saya sembuh dan nggak Kumat seperti kejadian sahut subuh itu)

1 comment:

Joan Sibarani said...

Aku ga tau (dan semoga ga pernah tau) apa rasanya yang kamu alami Mba, hanya bisa bersyukur sekali ini terlewati.
Jaga kesehatan ya Mba..
#peluk

 
;