Wednesday, April 21, 2010

antara es campur , Samuel Mulia dan golden ways-nya Mario Teguh

Pernah perhatikan nggak, kenapa ada tukang sayur yang ramai dengan pembeli, tapi yang mangkal disebelahnya justru sepi.

Padahal harganya sama. Barang yang dijualnya juga sama.

Atau ada orang yang sama-sama jual nasi goreng, tapi yang satu lebih laris dari yang lain.

Padahal lokasinya strategis, harganya sama persis, bumbunya sama dan cara penyajiannya juga tidak jauh beda.


Waktu pertama kali pindah ke BSD, saya belanja dari tukang sayur pertama yang lewat di depan rumah. Ketika harga sudah ditotal. Saya minta pengurangan harga 500 rupiah (saat tulisan ini dibuat, uang sebesar itu setara dengan 3 buah permen atau sebuah gorengan).

Apa yang terjadi? Si abang sayur ngotot nggak mau menurunkan harga. Ya nggak apa-apa sih. Tapi saya males belanja dengan abang sayur itu lagi. Hingga akhirnya saya punya langganan tetap pedagang sayur. Namanya Bang Pa’ Ul asal Bogor. Orangnya luwes dan sabar meladeni pertanyaan dan permintaan diskon dari ibu-ibu komplek yang cukup kritis ini. Harga sayurnya masih bisa digoyang sedikit.  Mungkin dia nggak ngambil untung terlalu banyak.

Kalau pun kemudian hari harganya sedikit naik, saya sih cukup pengertian. Namanya juga loyal customer . Buat saya dia masih memberikan pelayanan yang terbaik diantara tukang sayur lainnya.

Pernah juga suatu hari saya ngotot ala preman kepada penjual sayur yang ada di pasar.

Begitu emosinya saya hingga ibu-ibu yang ada di kanan kiri saya menoleh karena ingin tahu.

Memang hari itu persediaan ikan cue –ini ikan untuk kucing-kucing saya di rumah- sudah menipis.

Dan tukang ikan langganan saya sudah kehabisan stok. Jadi saya pindah ke tempatnya. Mungkin dia pikir saya nggak tahu harga pasaran ikan cue. Huh! Saya ngotot karena harganya dia mark up gila-gilaan. Apa dia pikir saya ibu-ibu kemarin sore apa? 


Ada juga kejadian ketika saya beli nasi Bali yang ada di salah satu kios di tengah pasar Modern BSD.  Ada sih langganan saya yang kiosnya ada di dekat pintu masuk. Biasanya saya pesan dan bayar lalu saya ambil ketika akan pulang.

Waktu itu, saya pengen jajal kios yang lain. Maka saya beli deh. Karena saya suka makanan pedas, saya minta ekstra sambal hijaunya. Mau tahu apa jawabannya ?

“Cabenya tinggal sedikit. “ jawabnya dengan ketus. Ih.. padahal dia pemilik kios itu lho. “Tadi nggak bikin banyak. Nanti kalau ada orang yang beli, nggak ada sambelnya lagi”

Whaaat?


Wah.. dia sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Memang sih, nggak ada yang salah dengan kalimatnya.

Tapi ini kan bukan pelajaran matematika yang satu ditambah satu sama dengan dua. Ini ada kaitannya dengan bagaimana memperlakukan pembeli bak seorang raja.

Saat itu saya merasa diabaikan olehnya.

Detik itu juga saya berjanji dalam hati. Saya nggak akan beli ke tempat ini lagi.


Dua minggu lalu, sambil lalu tanpa sengaja saya nonton acara Golden Ways-nya Mario Teguh di Metro TV. Ada satu kalimat yang langsung nyangkut di hati. Begini kurang lebih :

“Bilang iya dulu. Walaupun anda tidak bisa.”


Hmmmm.. maksudnya?


Begini contohnya: misalnya anda tidak dapat memenuhi ajakan seseorang untuk makan malam pukul tujuh malam. Anda bisa menjawab ya terlebih dahulu. Tapi kemudian baru bilang “Tapi maaf, pukul tujuh itu saya sudah ada janji. Bagaimana jika pukul Sembilan?”

Jadi maksudnya adalah bagaimana cara kita menyenangkan orang lain. Memberikan hal yang positif dengan berkata iya.

Bercermin dari ucapannya itu, maka kenapa tidak si tukang nasi bali bilang : “Oh.. boleh bu. Sambalnya saya tambah ya. Tapi maaf, tidak bisa banyak-banyak. Hari ini saya tidak membuat sambal lebih banyak. Saya khawatir pembeli yang lain tidak kebagian”

Dia senang, saya senang. Dan yang pasti saya nggak perlu membuat sumpah untuk tidak akan datang ke tempatnya lagi.


Melayani adalah pekerjaan seorang yang merendahkan hati. Ini tulisannya Samuel Mulia, penulis kolom parody di Kompas minggu lalu.

Melayani itu sebuah pekerjaan mulia yang jauh dari hina. Kepuasan pelanggan adalah masalah mau melayani atau tidak. Agar mereka puas semuanya bermula dari manusia yang melayani. Hmm…


Saya jadi ingat, kenapa orang sering bilang pelayanan pramugari dan pramugara Singapore Airlines sangat bagus. Tapi memang bener sih. Pengalaman saya dulu menumpang SQ dari LA menuju Changi, di Singapura. Tak sedetikpun kami para penumpangnya diabaikan. Kami merasa bak raja dan ratu. Bentuk pelayanan mereka persis seperti –ini salah satu iklan deodorant- Setia setiap saat.

Tak sedetikpun kami dibiarkan tanpa bantuan. Mereka selalu datang untuk memastikan apakah kami sudah minum., apakah kami membutuhkan bantuan, apakah kami butuh bacaan.

Dan entah mengapa walaupun saya tahu, senyum yang mereka tampilkan memang harus profesional. Tapi saya rasa itu tulus sekali. Uh.. saya jadi pengen kenalan dengan orang yang memberikan training untuk para pramugari dan pramugara ini.

Membicarakan pelayanan pramugari SQ ini saya jadi ingat dengan pramugari pesawat Qatar Airlines yang saya temui beberapa tahun lalu dalam perjalanan saya dari Dubai menuju Tehran.

Saya terkaget-kaget dengan pramugarinya yang –maaf- sudah tua dan tampangnya judes banget. Saya jadinya enggan. Padahal saya hanya mau minta segelas air putih.


Kasus yang sama juga terjadi dengan pramugari Trans Amerika yang pernah saya lihat dalam penerbangan dari Kennedy, NY menuju Chicago. Wah… rata-rata sudah berumur 40 tahun-an.  Make up-nya tebal. Yang kerjanya hanya mondar-mandir tanpa senyum –dan tanpa kerjaan saya rasa - Dan .. uh.. yang paling tidak bisa saya lupakan sih cat kukunya. Waktu memberikan segelas jus jeruk pada saya. Merah merona. Hehehe…. Saya nggak tahu pada kemana para gadis remaja di Amerika saat itu. 

Dan terakhir adalah ini. Tragedi es campur yang membuat saya bersumpah tidak akan menginjakkan kaki di tempat itu lagi.

Minggu malam lalu saya merengek pada suami, ingin diantar beli es campur.

Saya kangen menyuap semangkuk es serut yang disiram sirup berwarna merah dan diberi susu kental manis.

Dan didalamnya berisi kelapa muda, potongan buah alpukat dan teman-temannya. Sluuuuurp! Nggak apa-apa deh kalo isinya sedikit tapi yang penting es serutnya yang banyaaaaak….Duh.. nikmatnya!


Maka keesokan harinya, kami berdua mampir di warung bakso Ojolali (cabang pondok Kopi) yang ada di depan komplek perumahan kami. Karena saya tahu, selain menjual bakso mereka juga menyediakan rupa-rupa minuman segar. Dan es campur salah satunya.

Setelah memesan dua mangkuk bakso, saya pun beranjak menuju gerobak minuman untuk memesan es. Sementara suami saya sedang nongkrong di toko HP di sebelah. Lagi lihat-lihat HP.

“isinya (es campur) apa aja, Mas?”tanya saya.

“ager-ager, mutiara, alpukat sama blewah”

“Oke. Kalo gitu, saya pesen dua ya. Tapi yang satu, nggak pake ager-ager dan mutiara” pesan saya. Saya hanya suka es serut dan buah-buahannya saja. Ingat kan?

“nggak bisa. Harus lengkap”

“whaaaat?” saya mulai merasa tidak nyaman. “biasanya boleh.”

“tapi disini biasanya nggak boleh. Nggak kayak tempat lain. Disini isinya harus lengkap. Nggak boleh pilih-pilih.”

“lho? Gimana dong? Soalnya saya nggak suka agar-agar dan mutiara.“ penting banget nggak sih harus dijelaskan. Saya nyaris menangis. Masalahnya udah dari semalem pengen makan es campur.

“Serius nih?” tanya saya lagi. Masih tak percaya.

“iya.”

“Saya nggak jadi pesen” ingin rasanya saya membalik gerobak esnya.  Dan menimpuknya dengan toples.

Saya langsung keluar, sementara pelayan yang sedang meracik bakso, memandang saya penuh dengan tanya.

“saya nggak jadi pesen bakso.” Saya pelototin si tukang bakso yang tak bersalah itu. Biarin. Biar dia tahu kalau rekan kerjanya nggak becus melayani pembeli.

“Saya juga nggak jadi pesen es campur. “ suara saya bergetar menahan amarah.

dan puncaknya .....

“saya nggak akan beli di tempat ini lagi.” suara saya bergema. Sepasang kekasih yang sedang menyuap bakso di pojokan sampai menoleh karena ingin tahu.


Saya buru-buru menuju parkiran motor. Suami saya menyusul dari toko sebelah. Heran. Tapi akhirnya dia ikuti juga saya.

Di rumah, sambil menangis sesegukan di bahu suami, saya bersumpah. Saya nggak akan menginjakkan kaki di warung itu lagi.

Dan mudah-mudahan pada saat yang bersamaan si pelayan warung bakso itu sedang manyun di pojokan dengan kaki diangkat satu dan kedua tangan menjewer kupingnya sendiri, karena sedang diceramahin oleh om Samuel Mulia dan om Mario Teguh yang entah bagaimana kisahnya kok tiba-tiba sedang memesan semangkuk es campur di warung bakso tadi.

Hmm… senyum saya mulai mengembang. Saya puas sekali.


BTR, 21 april 2010; 10.23 pagi. Pippy sedang bergelung di sebelah.

21 comments:

DhaVe Dhanang said...

tiba-tiba jadi laper.....

a riesnawaty said...

-sambil lihat jam dinding- hmmm.. pantes.. :p

Joan Sibarani said...

semua bercerita soal makanan dengan gambar menggoda iman (kelaperan di warnet)..
btw, soal samuel mulia :) selalu senang membaca ceplas-ceplosannya dia....

a riesnawaty said...

salah satu kolom favoritku, Jo.

rachma safitri said...

wah si mbak sudah melanglang buana ya...*sirikiwati :D

Agam Fatchurrochman said...

Wah mantabs perjuangan mengadvokasi hak konsumen! Memang kudu kayak gitu kita sebagai konsumen. Di dunia retail (apapun produknya) yang pasar persaingannya sudah mendekati sempurna, konsumen memang kudu diistimewakan. Kalau tidak, kita pindah. Sayangnya, kalau pemerintah kita tidak memuaskan konsumen, kita tidak mudah mengganti layanan mereka hehehe tapi memang kudu dilakukan. Kalau ada lurah korup, ya kita akalin dia. Saya waktu ajukan IMB, mertua saya yg ke kelurahan & kecamatan. Katanya syaratnya ini itu bla bla bla kudu ke kotamadya. Dipersulit rupanya. Kecuali kalau luas bangunan dibawah 200 m2, maka cukup ke kecamatan. Nah, saya utus saudara sepupu yg pinter merayu, laki-laki, direkayasa supaya cukup di kecamatan. Eh, akhirnya cepet selesainya. Jadi mengerjain aparat korup itu dapat pahala banyak

Emma ɐɯɯǝ said...

duuhh jda ikutan sedih....grrr... kita boikot warung bakso yang bikin mbak menangis!!
*siap2 bikin grup di facebook*

wibowo wibisono said...

mbak kerja di mana sih? ngeliat rute2 pesawat nya bikin ngiler..... hehe

a riesnawaty said...

haha.. itu waktu saya masih muda mas.. :D

a riesnawaty said...

bikin gerakan sejuta mangkok es campur aja Mak..

*hmmmm..nyam..nyaaam*

a riesnawaty said...

saya jadi inget sertifikat rumah saya nih mas. udah menginjak bulan kesepuluh (katanya..katanya terus) masih nyangkut di BPN. huh.. (jadi curcol deh) :D

a riesnawaty said...

jangan mbak Fit.. jangan jadi sirikwati.. jadi nirmalawati aja..hehehe.. *saya si penggemar majalah bobo*

suwasti dewi said...

..yg paling enak es sinar garut..sllurrrpp...*jadi ngiler*

a riesnawaty said...

wah.. bener juga Swas.... slurrrp!

tjee-pee - said...

“Saya nggak jadi pesen” ingin rasanya saya membalik gerobak esnya. Dan menimpuknya dengan toples."

Hahahahaa...Persis banget apa yg bakal aku lakukan bila egoku kesentil kayak gitu mbaa...
Setujuu..hidup mba Ariiies...:-D

*nglirik Tj yang mau nasehatin* :-P

a riesnawaty said...

ah.. cahyo memang bijaksana :)

rina sandra said...

Mbak, ntar digugat ama ojolali lho, ky kasus prita :p

a riesnawaty said...

whaduuuuh ...:D

Sweet Susan said...

geregatan oh aku geregetan sama ojolali brothers.

Anonymous said...

hihihi, lagi pe em es...ye?

a riesnawaty said...

nggak juga

 
;