ariesnawaty Offline Send Email
Hc'ers,
Minggu lalu, seperti biasa kalo ketemu dengan harpitnas.... Kami berlima
[saya, Ika, Jenny, Kris dan Heri] penasaran pengen berkunjung ke
Raung... Yang lokasinya ..jauh..uh...uh... di ujung pulau Jawa. Rencana,
sebenarnya sudah disusun jauh hari sebelumnya. Sekaligus agenda
tambahan, pengen dateng ke acara mantenannya Masnur di Malang pas tgl 8
Mei lalu. Maka.... Inilah, secuplik kisah perjalanan kami.
Foto-foto bisa dilihat di :
http://photos.yahoo.com/ariesnawaty
“D’oh!” [Homer simpson style] batinku. “Nyasar!!!”
Sendirian. Sisa air hanya tinggal dua tegukan lagi, plus sebatang coklat
di dalam tas berikut keril segede kulkas yang rasanya bertambah berat
saja.
[situasi : dalam perjalanan turun. Karena ngebut..but..but… lari, jalan
cepat, gedubrak ..[yg ini jatuh] dan lari lagi. Hal ini berlangsung
terus sejak Pos Pondok Angin. Walhasil, kami semua berjalan terpisah
satu sama lain]
Hari itu sudah mulai gelap. Baru sadar. Kayaknya, kemaren nggak lewat
sini deh. Emang, sejak 5 menit yang lalu, aku juga sudah merasa aneh.
Dari hutan pinus yang rapat, lho kok malah menjadi kebun? Malah tadi
sempet lewat rumah ladang penduduk dan sekarang justru bertemu dengan
jalan umum berbatu. Yang aku yakin sekali kalau diterusin…. Pasti bakal
nyambung ke base camp pendakian gn. Raung di pesanggrahan, ds. Sumber
Wringin.
Mengapa tidak diteruskan saja saudara-saudara ? [tanya penonton] sabaar…
sabar ….itu karena tak lain dan tak bukan, kagak tau arahnya euy!
He..he.. Yang aku tahu hanya belok kanan atau kiri…hi..hi…
“huuuaaaaaaaaaaaaaa!!!”
Kompas nggak megang, sempritan hanya tinggal kenangan… mau tanya orang?
Nggak ada sama sekali. “Jangan panik” batinku. Hanya ada satu jalan.
Balik arah !!!
Begitu aku berbalik, “Uh ! tanjakan lagi, Maan!” Ini dia yang bikin
males. Sementara baju sudah dari tadi basah oleh keringat. Pelan-pelan
aku berjalan. Seekor anjing [yang demi Tuhan, entah dari mana datangnya]
Tiba-tiba muncul. Menyapaku singkat “guk!” dan berlari membuka jalan.
Melewati lagi ladang. Melewati lagi hutan pinus yang gundul akibat baru
dibuka oleh penduduk.
Hingga tiba di rumah ladang. Syukur deh.. ternyata ada seorang ibu yang
baik hati. Beginilah nasib akibat tidak bisa berbahasa setempat [catatan
: bahasa jawa]. Komunikasi antara kami berdua [dan seekor anjing tadi,
yang ternyata milik si ibu] kami lakukan dengan bahasa masing-masing.
Untuk memudahkan pembaca, lagi-lagi terpaksa saya terjemahkan bebas
sesuai interpretasi saya pada saat catper ini ditulis.
saya [panic style] :“ Ibu .. tau nggak, biasanya kalo mau ndaki …
startnya dari mana ?”
[setelah itu aku menyesali diri, ini pertanyaan bodoh! …]
Ibu [bingung style] : @#^%&(*)*()*&^^&%^&!q#”
It’s me again [sekarang lebih terkendali] :“ Ibu .. boleh saya minta
air? “
Ibu [nyengir] : “@#^%&(*)*()*&^^&%^&!q#” [dan mengambil botol airku.
Mengisinya penuh-penuh]
saya [ikut-ikutan nyengir] :“Kalo ketemu dengan orang seperti saya
[ehem.. ehem….] tolong bilangin kalo saya balik lagi “
[dan tetap sangsi, apa perlu saya menulis surat wasiat?]
Ibu [dan murung] : “@#^%&(*)*()*&^^&%^&!q#”
saya [bingung] : “Artinya bu?”
Ibu [tetap murung] : “@#^%& nggak takut?” [sambil menunjuk-nunjuk kearah
sana]
saya [lha? Bisa bahasa Indonesia toh?] : “Maksudnya, apa nggak takut
jalan sendirian?” memandang sekeliling, memang sudah mulai
remang-remang. Si ibu mengangguk dengan semangat.
saya lagi [turut semangat ] :” Yaaa.. takuuuut! .. tapi, saya jalan aja
deh. Mumpung masih sedikit terang. Mungkin saya udah ditunggu
temen-temen nih Bu.”
Ibu [tetap murung] : “@#^%& tidur disini aja”
saya [berusaha untuk tidak murung dan tetap nyengir] :”Makasih ya Buuu.
Tapi, saya udah janji. Pulang bareng sama temen-temen”
Aku pun meneruskan perjalanan. Beneran, masuk ke hutan pinus lagi. Dan
bertambah gelap. Uh! Hajar terus. Nggak sampai 15 menit, aku sudah tiba
kembali di jalur semula. Meletakkan keril dan membongkarnya untuk
mengambil senter. Tiba-tiba, ada suara derap sepatu orang berlari
mendekat. Dengan headlamp di kepala, siapa lagi kalau bukan Kris.
Kejadiannya begitu singkatnya.
saya : “Kris? Lagi nyari siapa?”
[padahal, sungguh mati! Aku sih udah ke ge er –an. Pasti lagi nyari
aku.]
Kris [nyaris pingsan] : “Yaaa .. ampuuuuunnn!” [dan berbalik arah;
berlari kembali ke arah semula]
Saya [bingung mode on] :”Lho ? Kok lari ? Idiiih…. Apa dia takut ya?”
Sayup-sayup aku dengar Kris berteriak …”Wooooiii..! Udah ketemuuuu!!!”
Setelah itu. Kejadian terlalu cepat untuk dicatat disini. Kris
mengangkut kerilku. Aku udah nggak sabar pengen cerita. Dengan kejam
Kris hanya menyahut sambil menepuk-nepuk bahuku.
“Laen kali, kalo mau nyasar, berdua dong… jangan sendiriaaaan”
Ika dan Heri menyambut kami berdua. Kemudian kami berempat berpelukan
ala teletubbies…J
[catatan: sedang Jenny menunggu kami di batas pinus].
Happy ending? Not so faaaaast!
Jenny [tampang cool]: “Tadi ketemu Ika nggak sih? Bukannya kalian jalan
bareng?”
saya [tampang lega, karena udah nyampe]: “enggak tuh. Nggak ketemu
siapa-siapa. “
Jenny [wajahnya memucat] : “Lho ? kalo gitu .. yang tadi siapa dong?”
Semua memasang telinga… [he..he… iyalah … telinganya masih lengkap kok]
Menghentikan aktifitas masing-masing dan tekun mendengarkan tanya jawab
antara aku dan Jenny. Beginilah ceritanya.
Versi Jenny :
Dalam perjalanan turun. Setelah pertigaan gn. Suket - Raung. Kami mulai
jalan. Heri dan Ika duluan. Trus gw nyusul. Aries, dan Kris masih di
pos. [ngemil] Ditengah perjalanan, Aries menyusul. Gw membuka jalan.
Biar dia duluan aja. Dia bilang. "Jen... duluan yaaa? hati-hati!"
Beberapa puluh meter setelah Aries melewati gw, aku lihat dia berhenti
di depan sebuah pohon besar. Mendadak ada orang muncul dari situ.
Perkiraan gw sih, orang itu adalah Ika. Terus mereka berdua terlibat
pembicaraan seru. Kemudian, mereka berdua berjalan bersama-sama. Gw
berusaha nyusul,tapi nggak kekejar.
Versi aries : Setelah kenyang [menghabiskan satu jungle juice dan
sekantong kacang bali]. Dari pertigaan gn. Suket – Raung aku pamit
kepada Kris. Mau duluan dan jalan pelan-pelan. Nggak berapa lama, aku
ketemu Jenny. Dengan isyarat, dia persilakan aku buat maju duluan.
Setelah itu aku jalan ngebut sambil bernyanyi-nyanyi riang [mengikuti
lagu dalam walkman]. Nggak ada perasaan aneh sedikitpun, kecuali sedikit
malu akibat pech control yang kurang baik .[he..he..] Dari situ aku
jalan terus. [sampe nyasar tadi ..hi..hi…]. Sama sekali nggak ketemu
Ika.
Pertanyaanya [ daftar dibawah ini muncul setelah kami melewati
perenungan yang cukup mendalam}
[1] Siapakah yang dilihat Jenny ?
[2] apakah aku bener-bener ngelewatin Jenny ?
[3] apakah Jenny yang aku lewati tadi?
[4] apakah itu Jenny?
[5] apakah itu aku?
[6] apakah itu Ika?
Akibatnya bisa ditebak, begitu mendengar penuturan kami berdua, wajah
yang lain pucat satu demi satu. [dan saling melirik kaki masing-masing
…. Huaaa…napak ke tanah nggak yaaa?]
Happy ending? Yup! Sekarang boleh dibilang begitu. Magrib itu kami semua
sudah duduk dengan manis dalam bak belakang pick up yang menjemput
kami. Senangnya, sebentar lagi akan tiba di base camp pendakian Raung
di Pesanggrahan.
Setiap akibat, mungkin ada sebabnya [atau sebaliknya ya? He..he.. Pusing
euy!] Setiap dari kami, menyimpan beribu pertanyaan didalam benak
masing-masing. Setiap dari kami berdialog pula dengan dirinya
masing-masing.
Tentu, ada seribu pelajaran yang bisa dipetik…hmmmmmm………………..
Serpong, 16 Mei 2005
Tambahan :
Base camp pendakian gn. Raung. Silakan kontak sekretariat Kelompok
Pemandu Wisata Gunung Raung [Pesanggrahan]
Attn : Bapak Solikhin/ Ibu Parman
Kecamatan Sumber Wringin
Jl. Gunung Raung No. 45
Bondowoso 68287
tellp [62-332] 321 287- 321 305
biaya pemandu sifatnya borongan, untuk sekali antar tarif @ Rp 150.000
souvenir di Pesanggrahan : tshirt 35 rb, stiker 1500, badge 5000
dapat dicarikan pick up maupun carteran kendaraan to bondowoso,
surabaya, atau malang.
Buat temen2 yg hp-nya selalu out of area setiap trekking ke gunung,
jangan khawatir... Dari bawah sampe puncak, selalu ada sinyal!
No comments:
Post a Comment