ariesnawaty Offline Send Email
Prends,
Perjalanan ini terinspirasi *cailaaa* dari perjalanan Ical dan Hanif ke
Talaga Bodas sebelumnya. Setiap ketemu, setiap japri, mereka selalu bilang :
"Kapan mau kesana? Ditemenin deh!"
bulan berganti bulan, tahun berganti tahun *errrr.. belum ding!* waktunya
nggak pernah cocok. Hingga akhirnya, akhir bulan lalu, kami berlima: saya,
Ika, Joe, Joko dan Tuti berangkat kesana. Kempiiiiiiing!
Catper berikut bukan mengenai Talaga Bodas siy, tapi trip lanjutan untuk
kemping ke gn. Galunggung, yang kebetulan nggak jauh dari situ. Ika pernah
kesini sebelumnya. *but, It was long long time ago* Masih inget letusan
hebat sekitar April 1982 ? Generasi yang lahir sebelum tahun 80an pasti
inget dong. Gelap dan hujan abu pada mobil, rumput, pohon, atap rumah.
Semua!
Foto-foto bisa dilihat di :
http://photos.yahoo.com/ariesnawaty
"Ika! Banguuuun!" kata Joko perlahan. "Mau lihat matahari terbit atau
matahari tengah bolong?"
"Kweks!! Matahari tengah bolong?" pikir Ika. Panik mode : ON, mendadak ia
duduk dan bangun.
"Tenaaaang! Tenaaaaang, Mbakyu. Jangan gunakan kekerasan." Buru-buru ia
melipat sleeping bag dan bersiap.
Aku yang tidur disebelahnya, malah berbalik dan kembali ke posisi tidur
seperti semula. Malesss bangeeeeettt! Masih gelap. Dari balik celah sleeping
bag, aku melihat puncak Galunggung bertabur bintang dan sedikit kabut
dibawahnya. Tangga menuju puncak, tidak terlihat dari sini tapi atap lapak
yang ada di tepi rim crater, samar terlihat. Matahari yang ditunggu-tunggu,
belum juga muncul.
Setelah turun dari Talaga Bodas, semalam kami tiba disini dengan angkot
carteran dari Rajapolah dan lanjut menuju entry point kawasan wisata gn.
Galunggung yaitu melalui Indihiang, ancer-ancernya sih dari jalan utama
Bandung-Tasikmalaya, sekitar 4 km sebelum kota Tasikmalaya.
Rencananya sih mau ngecamp di tepi danau di kawah Galunggung. Tapi udah
gelap euy! Capek pula, dan ide untuk ngecamp di lapak kosong yang banyak
berjajar di dekat lapangan parkir cukup menggoda. Hasilnya? Satu lapak yang
kami 'bajak' untuk tempat tinggal sementara kami.
"Capek sekali saya!" kata Joko berulang-ulang. Kami semua memandangnya
dengan iba.
"Wajar aja, Mbakyu. Profesi ganda sih. Dari Joko Darwis *sang photographer*
Joko Chaerudin *si jurumasak* hingga Djoko Djangkaru di embat jugaaa!" jawab
kami bersahut-sahutan.
Di meja saji kini sudah tergelar 2 sleeping bag milikku dan Ika. Meja dapur,
sekarang menjadi tempat persediaan makanan kami berikut kompor trangia.
Bangku panjang di sisi timur, dan selatan digunakan sebagai tempat tidur
Tuti, Joko dan Joe.
Senin pagi itu *hmmm... hari bolos sedunia* gayanya sih mau summit attack.
Tapi baru jam setengah enam pagi Joko, Ika dan Tuti bergegas menuju tangga
[catat : jalur wisata; 620 anak tangga, dari area parkir kawah gunung].
Berhubung barang-barang nggak ada yang jaga, akhirnya yg mau muncak dibagi
menjadi dua kloter. Mereka bertiga pergi duluan, sedang aku dan Joe
rencananya baru naik setelah mereka turun.
Aku berbalik lagi. [masih posisi ngulet kayak ulet bulu hehehe]. Kali ini
menghadap belakang lapak yang terbuka. Sebenernya, nongkrong disini asyik
juga. Semalem, malah bisa lihat kerlip cahaya lampu kota Tasik. Sementara
kabut dibawah mulai naik. Matahari mulai muncul. Hangatnya!
'Neng ! Bangun Neeeeng !"
idiiiih. Jadi malu deh. Rupanya, pemilik lapak sebelah, lagi bebenah membuka
warung. Tak lama kemudian ia datang membawa dua gelas kopi+gorengan pesanan
Joe. Kami berdua, sarapan dulu dong! [aku dan Joe maksudnya, hehehe... bukan
sama pemilik warung sebelah]
Jam 8 pagi, rupanya Tuti turun duluan.
"Huaaaa!!! Belum bebenah nih!" Wong aku masih duduk berselimut sleeping bag.
Rambut masih acak-acakan. Buru-buru aku menelan sisa potongan pisang,
meneguk kopi dan menoleh ke arah Joe.
"Lanjut ?"
Joe nyengir. racun mode : ON
Soalnyaaaa, sepagian tadi banyak sekali orang yang lalu lalang di depan
lapak kami *hmm... maksudnya lapak pinjamaaaann* waktu kami tanya, mereka
bilang mau mancing di danau. Rupanya ada jalur pendaki, short cut langsung
menuju danau tektonik yang berjarak sekitar 2 km dari puncak kawah.
Setelah Tuti siap untuk ganti shift, dan aku sudah rapi jali. Akhirnya kami
berdua berjalan pelan-pelan mencoba jalur tersebut. Entrynya persis di
depan mesjid di ujung lapangan parkir kawah. Jalur naik berupa pasir melipir
kearah utara dan tidak terlalu terjal. Setelah memotong punggungan kawah,
jalur berganti turun hingga tepi danau. Kurang lebih setengah jam perjalanan
kami sudah tiba di dasar kawah. Pada dataran luas di sisi utara danau. Aku
memutar badan pelan-pelan 360 derajat. *maap maap deh, yang merasa dirinya
komidi putar*
'Huuaaaaaaaa!!!!!"
Speechless! Bagus banget!
Kawah Gn. Galunggung memiliki bentuk seperti tapal kuda yang terbuka kearah
tenggara. Aku berada pada kawah yang dilingkungi oleh tebing [lebih dari
3684 tebing, terkenal dengan sebutan sepuluhribu tebing, menurut info yang
kubaca, cmmiw] akibat hebatnya erupsi pada gunung ini. Di satu sisi, malah
aku melihat beberapa aliran air terjun. Wuih! Tinggi amat! Dan alirannya
membentuk sungai kecil dan mengalir langsung ke danau.
Sementara itu di sisi barat, di seberang danau, nampak tangga semen yang
langsung turun hingga tepi danau. Di sisi barat lautnya, nampak jelas jalur
berpasir naik menuju tepi kawah berbentuk huruf Z. Nhaaah ...... dijalur
zorro itu deh, kami melihat 'dua sejoli' berbaju merah dan hitam sedang
berusaha keras untuk naik.
Siapa lagi kalau bukan Joko dan Ika. Beberapa jam kemudian, Ika berkomentar
kepadaku waktu kami ngumpul di basecamp :
"Bayangin Ries. Duaaaaa jamm! Hanya untuk di tanjakan itu. Baru jalan
sebentar udah dibilang Stop Ika, foto duluuu! Huahahahaha"
Joko tak mau kalah, dan menyahut :
"Sebenernya, kapasitas memorycard udah abis. Mulai deh, mendelete foto dan
pilih-pilih. Yang ini Ika, boleh di hapus? Setelah acc, fotooo
lagiiii......hihihihi"
*Uh, dasar!* Setelah beryuhuuuu-yuhuuu sejenak dengan kedua sejoli itu,
akhirnya kami lanjutkan perjalanan mengitari danau. Melewati lautan batu,
melompati aliran sungai dan berjalan menuju pintu gerbang masjid. Masjid?
Masjid ?
Iya! Ada masjid kecil disini.
Tepat di sisi barat danau. Tepat dibawah tebing yang mulai menghijau oleh
pakis. Dari gerbang hingga mesjid, ada jalan setapak yang telah diperkeras
oleh batu dan semen. Mesjidnya sendiri mirip seperti pendopo. Terbuka di
ketiga sisinya. Didepannya ada kolam setinggi pinggang untuk tempat wudhu.
Ada ornamen vertikal seperti daun-daunan di tengah kolam. Sumber airnya,
kelihatannya sih dari mata air langsung. Menggelegak terus mengisi kolam
tersebut.
Hampir sejam aku dan Joe duduk disana. Suasananya agung sekali. Begitu
tenangnya!
"Lagi mikir apa Joe?"
Bahkan seorang Joe pun hanya bisa tersenyum.
Serpong, Rabu 6 Juni 2005
[Waktu balik, dari jalan setapak semen menuju gerbang mesjid, ada jalur
tanah ke arah kanan. Jalurnya jelas sekali. Melipir punggungan dan langsung
menanjak. Yang paling menderita sih, waktu lewat tanjakan zorro itu deh!
Hihi... Maju selangkah, mundurnya 5 langkah :) Jam setengah dua belas siang
pula! Hiks! ]
tambahan :
galunggung-terminal bis tasikmalaya [carter angkot] total Rp65,000
bakso+teh botol di terminal bis Tasikmalaya untuk 5 orang total Rp28,500
bis AC Tasikmalaya-Jakarta via tol Cipularang @Rp40,000
No comments:
Post a Comment