ariesnawaty Offline Send Email
foto lainnya (atas seijin Bleem) :
http://pg.photos.yahoo.com/ph/stormix_jungle
Gn.Pulosari (1346 m dpl) 21 – 23 Januari 2005 episode : “Thompson
berkata : Tepatnyaaaaa”
“Missster!!! Foto dong!” *idih! Kagak salah tuh. Masak dipanggil
mister. Tapi demi profesionalisme *betul nggak brother Kris dan brother
Yanto?* Aku foto juga deh makhluk itu.
Eh.. masih belum nyambung ya? Makhluk mungil yang lucu itu ternyata ABG
setempat yang lagi JeJe eS bareng temen-temen sekampungnya. Sedang
memakai masker belerang yang berwarna hijau untuk perawatan wajah akibat
jerawat yang mulai muncul pada masa pubernya.
Sambil berdecak kagum atas prestasinya. Aku mengedarkan pandang. Kawah
Gn. Pulosari ini sangat indah. *sekaligus was-was .. * inget literatur
yang dikirim Ika dan sempet aku baca sebelum pendakian.
(terjemahin sendiri yaaa….. A solfatara filed occurs in the summit
crater of G. Pulosari and the steam is escaping in this area at
temperatures up to 121°C. A small amount of sulphur is being sublimated.
Low flow, acid springs are also present with temperatures of 93 - 95 °C.
However one spring in this crater is 25°C. An increase in activity at
the crater was reported in 1939 when the maximum temperature found was
93°C. Slightly acid, warm springs (51°C maximum) emerge from the NW and
SW fluks of the volcano)
Luas kawah kurang lebih sebesar lapangan bola. Kawah sedikit menanjak ke
arah timur dan terus dihadang tebing tinggi punggungan gunung. Nun jauh
diatasnya, terlihat satu titik kecil menara pemancar. Itulah puncaknya!!
*satu dua detik hilang dari peredaran. Duh… tinggi sekali ya?*
Tak berapa lama, Kris dan Yanto menyusul. Ida sudah sedari tadi
nongkrong di atas batu. Mengamati para ABG yang sedang memasak nasi
dengan memanfaatkan panas air belerang yang ngebul di sela-sela batu di
kawah. Yang lain meremas isi mie instant, mengikatnya di satu sisi.
Memasang tali rafia, dan mulailah acara memancing supermie di atas air
belerang.
Setelah selesai sesi foto-foto dan wawancara. Kami kembali ke markas
besar. Makan siaaangg!!
Yanto sudah mengeluarkan satu set alat masaknya. Menjerang air. Dengan
dibantu Kris, mereka mulai menyiapkan minuman hangat bagi kami semua.
Bekal nasi plus telor ceplok serta bonus garam+cabe merah dibagikan.
Makan siang kami ditutup dengan …. Semangka! Hue..hue… masih inget kan?
Faisal dengan semangatnya, selalu menawarkan kami untuk membelah
semangka. Dengan golok di tangan, lengkaplah sudah makan siang kami kali
ini. Sebelah semangka di simpan untuk di puncak nanti.
Jam 14.30
Aku, Ika dan Ida bergantian sholat di dataran kecil di dekat aliran air
di sisi kanan pondok. Berwudhu. Merasakan air yang sedikit asam.
Jam 15.00
Lanjuuutttt!!!
Jalur Tidak seseram yang aku bayangkan *walau ternyata .. tetep aja
serem* Maklum, tadi imajinasi berkembang dengan pesatnya. Demi melihat
tebing tinggi dan menara pemancar, aku kira .. jalurnya merambah tebing
di sisi timur kawah. Rupanya, setelah melompati aliran air. Kami
berbelok ke sebelah kanan kawah, ke arah selatan. Dan langsung di hajar
jalur licin, akar pohon, plus batu dengan kemiringan hampir 80 derajat.
Uh, harus ekstra hati-hati. Tangan dan kaki semua digunakan untuk
memanjat. Mencari pijakan aman.
Rasanya tidak habis=habisnya, terus menanjak, sama sekali tidak ada
bonus. Di kira-kanan jalur tertutup rapat oleh pepohonan. Kadang-kadang
aja sih ada bonus….. bonus liat kawah dan pemandangan di sela-sela
pohon!!!! he..he…
Jam 17.00
Aku, Ika dan Yanto ada di barisan terakhir. (kemudian ditambah dengan
Kris) Sayup-sayup terdegar obrolan di atas sana. Apalagi ditambah dengan
terang langit yang sudah terlihat jelas. Dan rimbun pohon yang sudah
mulai terbuka.
Kami bertiga, menebak-nebak buah manggis. “Puncak nih! Puncak!” kata
Yanto.
Aku udah senyum-senyum aja sendiri. Berharap. Cepet juga ya? *yang
biasanya selalu malem kalo nyampe puncak. Atau kadang-kadang sering
nggak nyampe dan ngecamp di jalan* Kami tiba. Di suatu tempat datar.
Terbuka. Kurang lebih 2 x 2 meter luasnya. “Yang bener aja. Mana menara
pemancarnya? Mana bisa buat ngecamp!”
Protes! Proteeeeesss!!!
Ika cuma bisa manyun sambil berkata : “Kalo gitu, anda kurang beruntung!
Hi..hi…” Faisal, Ida dan Heri masih nongkrong dan nunggu disana cuma
nyengir. Kris menambahkan dengan gaya ala Thompson (dengan P) “tepatnya
: kurang beruntung”
Faisal dan Toto pergi dahulu untuk booking tempat di puncak. “Nggak jauh
kok. Cuma turun sedikit, terus naek lagi dikiiiittt” Dari sini, kami
sudah melihat batu km dengan percabangan. Ke kiri : ke puncak Manik. Ke
kanan : jalur turun via seketi.
Rupanya kami tiba di puncak bayangan. Dan langit cerah sekali. Kami
dapat memandang Gn. Aseupan, matahari di barat, sebagian punggungan gn.
Pulosari. Pemukiman penduduk di bawah sana. Serta …….. lauuutttt!!!!!
Uhhhhh!!! Indahnya. Tempat terbuka dan sempit ini menampung kami
berenam. Berdesak-desakan. Diantara kamera-kamera yang sudah
dikeluarkan. Memandang laut, pulau, matahari yang sebentar lagi akan
tengggelam. Kadang-kadang awan dan kabut berarak menutup pandang. No
problemo! Kami sabar menanti kok.
Jam 17.15
Kami mulai bergerak. Kami ambil yang ke arah kiri. Jalur cukup jelas.
Mungkin karena banyak orang yang sering yang lewat dari sini. Sementara
jalur ke kanan, sedikit tertutup semak dan bambu. Jalur kembali gelap
dan rimbun oleh pepohonan. Jalur sempit dan rawan longsor. Turun
sejenak, untuk kemudian naik kembali. Beberapa kali terjadi.
Jam 17.30
Cuma 15 menit. Rupanya sudah tiba di gigiran puncak. Melewati gundukkan.
Sedikit berbelok ke kanan. Di kiri, tebing curam berikut kawah terlihat
jelas nun jauh di bawah sana. Puncak Manik, Gn. Pulosari sendiri berupa
dataran sempit memanjang dari selatan ke utara. Hampir semua tempat
dapat dipakai buat ngecamp. Di ujung utara, ada menara sensor dan
pemancar gempa. Kami ngecamp tidak jauh dari menara. Beberapa tempat
sudah ada tenda kelompok lain.
Jam 17.45
Selesai pasang tenda. Berjejer 3 tenda. Sementara yang lain masih
berbenah. Aku dan Ika sudah mencari posisi di ujung puncak untuk
mengabadikan sunset. Tripod sudah di gelar. Membawa air dan cemilan.
Kami berdua ngobrol sambil menunggu matahari. Langit sudah mulai
kemerahan. Tak lama kemudian, Ida, Kris dan Yanto datang menyusul.
Kini, praktis ada 5 orang yang berdiri berjajar menanti moment. Dengan
kamera di tangan masing-masing dan pandangan tak lepas ke arah barat.
Layak dinantikan. Cuaca mulai berubah. Kabut mulai datang beriring
menutup pandangan.
“waaaaaaaa…..” penonton kecewa.
Lamaaaaaa banget, sampe akhirnya matahari sedikit mengintip dari balik
awan. Momen sepersekian detik. Suasana cukup tegang. Kami semua menahan
nafas. *yaaa.. serius amat sih bacanya… nafasnya nggak ditahan
terus-terusan donk* Begitu matahari muncul. Bergantian suara roller
shutter disana sini. Hingga tiba-tiba …. ada suara nyaring membelah
kesunyian.
“krek …. Rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr……………..!”
“apaan sih?”
(kira-kira bunyi apa ya? Kok semuanya menoleh ke arah yang sama. Kalo
ada yang buang gas .. maap ..maap nih … *sebagai orang yang malang
melintang di dunia persilatan* kayaknya bukan begitu deh suaranya …
besok deeeh.. besok lanjutannya…..)
No comments:
Post a Comment