Rating: | ★★★★★ |
Category: | Books |
Genre: | Biographies & Memoirs |
Author: | Tetsuko Kuroyanagi |
Akhir Mei lalu, gara-gara iseng nungguin film X-men 3 yang masih setengah jam lagi diputer di twenty-one, aku mampir ke toko buku Gunung Agung di Bintaro Plaza. Aku kira ini buku ditujukan buat anak-anak. Yeee…ternyata salah besar jek! Begitu baca previewnya hmmm…. Buku ini keren sekali! J
Dan yang kukira ini fiksi biasa, salah lagi deh, rupanya ini kisah nyata toh! Ditulis oleh ‘gadis cilik di jendela’ itu sendiri, Tetsuko ‘Totto’ Kuroyanagi. Buku ini selesai dan diterbitkan di Tokyo hampir 23 tahun yang lalu dan menjadi sejarah di dunia penerbitan Jepang, karena terjual 4,5 juta buku dalam setahun. Luar biasa.
Begitu aku mulai membaca buku ini, efeknya membuatku tidak sabar untuk segera membuka lembaran berikutnya. Bener-bener bikin lupa akan sekitar deh!
Ringan dan mengalir begitu saja. Betapa polosnya seorang gadis cilik yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Aku bisa membayangkan betapa ‘sulit’nya bagi seorang anak kecil bila ia berkembang pada lingkungan yang tidak tepat. Beruntunglah ia memiliki orang tua (terutama ibunya), sekolah dan lingkungan yang amat memahami dan membantunya untuk berkembang menjadi diri sendiri.
Aku kagum pada tokoh kepala sekolah yang begitu disayanginya. Ini perkenalan pertamanya dengan kepala sekolah, ketika si kecil Totto akan masuk ke kelas satu di sekolahnya yang baru.
“Setelah itu Totto-chan benar-benar kehabisan cerita. Dia berpikir keras. Tapi tak bisa menemukan bahan cerita lain. Hai ini membuatnya merasa agak sedih. Untungnya, tepat ketika itu kepala sekolah berdiri, lalu meletakkan tangannya yang besar dan hangat di kepala Totto-chan sambil berkata :”Nah, sekarang kau murid sekolah ini.”
Pada saat itu Totto chan merasa dia telah bertemu dengan orang yang benar-benar disukainya. Belum pernah ada orang yang mau mendengarkan sampai berjam-jam seperti kepala sekolah, Lebih dari itu, kepala sekolah sama sekali tidak menguap atau tampak bosan.”
Aku juga menaruh hormat kepada tokoh-tokoh lain di sekitar Totto yang membantunya untuk belajar tentang betapa besarnya arti persahabatan. Teman sekelasnya yang menderita polio, anjing gembala jermannya, guru tari euritmiknya, dirigen orkestra tempat ayahnya bekerja hingga tukang kebun di sekolahnya.
Uh! Aku iri sekali pada Totto-chan. Sayang sekolahku dulu tidak seperti itu. Can you imagine? Setiap pagi kamu bisa memulai pelajaran apa saja yang kamu sukai. Duduk pada bangku yang berbeda setiap harinya. Pelajaran jalan-jalan setelah makan siang, atau berenang bersama di tengah hari yang terik. Makan siang bersama (pesan dari Kepala sekolah, membawa bekal sesuatu dari gunung dan sesuatu dari laut, maksudnya harus ada ikan berikut sayurnya) Melompat-lompat dan berlari-lari dengan kaki telanjang dengan diiringi piano. Belajar memasak, kemping bersama di aula, tes keberanian di kuil dekat sekolah….. dan yang pasti… kelasmu berupa gerbong kereta api.
Wuuui…. Imajinasimu bisa terbang kemana-mana!!!
Hehehe…tunggu apalagi? Buruan cari bukunya!
(Ibu guru menganggap Totto-chan nakal, padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama perjalanan berlangsung. Karena para guru sudah tak tahan lagi, akhirnya Totto-chan dikeluarkan dari sekolah.
Mama pun mendaftarkan Totto-chan ke Tomoe Gakuen. Totto-chan girang sekali, di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yang dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Mengasyikkan sekali, kan?
Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka. Karena sekolah itu begitu unik, Totto-chan pun merasa kerasan.
Walaupun belum menyadarinya, Totto-chan tidak hanya belajar fisika, berhitung, musik, bahasa, dan lain-lain di sana. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri.)
(kalo yang barusan ...saya kutip dari resensi bukunya J)