Thursday, January 21, 2010

pantai lombang tempatnya si cemara udang




Jam setengah satu kami sudah ada di tepi pantai, tigapuluh kilometer jauhnya dari Sumenep. Sayang, langit sedang tidak bersahabat. Hujan seperti ditumpahkan dari langit. Saya sudah kehilangan selera. Apalagi  tempat parkir dan pantai penuh dengan orang.

Ah… namanya juga hari libur  saya memang tidak punya pilihan.

Tapi pantainya memang cantik. Pasirnya putih kemerahan. Dan cemara udang, membingkai pantai dengan indahnya. Dan langit kembali terang. Awan mulai datang beriringan. Suasana hati saya terbawa perubahan ini.

Maka jadilah kami foto-foto di tepi pantai. Toni punya seribu ide yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Semua kami coba dengan ceria. Aiiiih…saya jadi nggak sedih lagi.

*Pantai Lombang adalah satu-satunya pantai di Indonesia yang ditumbuhi pohon cemara udang (Casuarina equesetifolia)

Kisah selengkapnya : 
tour de madura eps. Si ganteng itu namanya La Ya La

Pantai Lombang, Madura 1 Januari 2010 (rangkaian tour de Madura awal bulan lalu, waktu itu saya, suami saya dan Lulu berangkat dari Jakarta. Di sini kami ditemani teman baru kami :Toni, Umang dan Nani… Makasih yaaaa!)

Wednesday, January 20, 2010

tour de Madura episode si ganteng itu namanya LA YA LA

Kisah sebelumnya : a little town called LASEM

Pernah melihat sapi karapan dari dekat? Maksud saya benar-benar ada di dekatnya. Menyentuh kupingnya, menepuk-nepuk pundaknya dan merasakan dengus nafasnya? Ah.. kami beruntung sekali. Gara-gara kami tunda pergi ke Sumenep sore itu, kami jadi mampir ke rumah Teguh.

Teguh ini salah satu anggota Bangkalan Scorpio Riders (BSR). kami kira dia hanya berkelakar waktu bilang ada sapi karapan disini.

Kami bertiga –saya, suami saya dan Loeloe- menjerit bagai orang yang belum melihat sapi.

Ini karena Toni bilang mau menemani kami ke Sumenep.

“Tapi, malam ya… setelah acara tahun baruan bareng BSR”

Karena itulah selepas memandikan si Malih dan si Rohman dan makan siang (sebenernya sih udah jam empat sore), kami mampir ke basecampnya BSR, sebuah warnet di jalan KH. Moh. Kholil yang ada di jantung kota Bangkalan. –saya jadi inget basecampnya YSC Garut-

Nah, dari basecamp inilah persinggahan kami berujung ke rumah Teguh, untuk istirahat dan numpang mandi. Dan berkenalan dengan si ganteng La Ya La. 

Agak sulit juga mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Teguh bilang La Ya La itu artinya si pembuat onar atau si pembuat kegaduhan. Di rumah (mertuanya) yang besar itu, di salah satu garasi mobil, ada bilik tempat sapi ini bermukim.

Dan si pembuat onar itu –yang sempat ditawar orang 80 juta rupiah- sedang melahap cemilan sorenya. Satu baskom besar berisi jamu, telur dan rumput yang diaduk menjadi satu. Ehmmm.. nikmat sekali kelihatannya.

Dia bila
ng  tiap dua minggu sekali pasti diajak olahraga. La Ya La rajin ikut kompetisi. Pialanya banyak berjajar di dalam rumah. Di pertandingan yang lalu hadiahnya malah sebuah sepeda motor. Waaaaa…. Maaaauuuuu… jangan-jangan motor scorpio ya?

Hahaha…nah kalau ingin nonton the real karapan sapi (bukan yang sengaja dibuat hanya untuk konsumsi turis) silakan mampir ke pulau ini antara bulan agustus-september-oktober (kalau nggak salah denger ) karena tiap tahun selalu ada kompetisi mulai dari tingkat kecamatan hingga antar kabupaten.

Cukup lama juga kami disana. Kami sempat mandi, tidur dan nonton TV. Toni datang menjemput. Dan baru pukul sembilan malam kami beriringan menuju rumah Zaenal. Kalau kalian masih ingat, Zaenal ini juga salah satu member BSR. Uniknya, tempat tinggal mereka masih di situ-situ juga. Masih satu komplek. Kalau dipikir enak juga kalau mau kopdar. Mungkin nama klubnya diganti aja jadi TSR, Tetangga Scorpio Riders.. hihihi….


Sampai disana, sudah banyak yang datang. Ada Wawan dan boncengernya. Toni, Yaya, Teguh –yang mondar-mandir kayak setrikaan-

“Ada acara tahun baruan juga di rumah” repot ya Guh kalo jadi selebritis.. kwkwkwkwk..

dan juga ada Umam aka Umang. Dia adiknya Toni. Zaenal ini punya warung di rumahnya. Anak laki-lakinya ada dua orang. Tiga ekor bebek dipotong dan dia sendiri yang memasak bebek bumbu rica favoritnya.

Senang melihatnya multitasking, mengawasi warung, mengasuh anak dan mengaduk-ngaduk masakan –kompor minyaknya sengaja di bawa keluar- sementara kami duduk beralas tikar di dekatnya.


Hari keempat , Jum’at ; 1 Januari 2010; DARI API ABADI HINGGA AIR TERJUN TOROAN
(yang nggak kesampean)

API YANG TAK KUNJUNG PADAM

Pukul sebelas malam. Dengan wajah puas karena kekenyangan, kami pun pamit menuju Sumenep. Toni, Umang+Nani (boncenger) turut menemani. Full gear, lengkap dengan pelindung lutut. Hujan rintik menemani dan tanpa kami sadari, ternyata kami melewati pergantian tahun dalam perjalanan dari Bangkalan menuju Sampang.

Selamat tahun baruuuuuu yaaaa …..!!!!


Jarak Bangkalan-Tanahmerah-Blega sekitar 41 km, kemudian Blega-Sampang  22 km jauhnya, Dari Sampang-Tianakan-Pamekasan sejauh 25 kilometer. Yang agak jauh sih dari Pamekasan-Galis-bluto-Sumenep, sekitar 59 kilometer.Toni bilang, sekitar 2-3 jam deh. Hiks..! hiks! Subuh doooong? 

Sekitar 15 menit sebelum masuk kota Sampang, kami mampir ke desa Larangan tokol di kecamatan Tlanakan, Orang-orang disini menyebutnya dhangka atau api abadi. Konon dulu pernah diambil apinya untuk api PON tahun 1992.

Dari penduduk yang berjaga di jalan masuk desa, kami dikutip Rp 3000 per motor. Sudah pukul satu dinihari dan masih ada juga ABG-ABG Sampang yang nongkrong di sekitar api ini.

Api ini muncul begitu saja dari tanah. Ada beberapa titik api yang kemudian dibuatkan pagar pembatas di sekelilingnya. Di sekitar tempat ini juga ada kios-kios yang menjual souvenir khas Madura, warung kopi dan beberapa toilet umum. 

Kami bersalaman saling mengucap selamat tahun baru. Lulu penasaran ingin membakar pisang dengan salah satu api abadi ini. Suami saya kelelahan (dan juga ngantuk) jadi nggak begitu mood waktu saya minta untuk jadi model foto.

Toni menawari kami kopi. Saya sih nggak pernah nolak  tapi kopi item yang saya pesan, rasanya aneh. Bubuk kopinya ditumbuk kasar, dan gulanya … astaga.. ini sih kolak kopi. Manis banget! Hehehe…

MONUMEN ARE’ LANCOR

Hanya setengah jam kami di api abadi itu. Setengah jam kemudian kami sudah masuk kota Pamekasan. Sudah pukul dua subuh. Ada satu monumen yang sayang untuk dilewatkan ketika ada di Pamekasan. Monumen Are’ Lancor namanya. Are' dalam bahasa madura berarti clurit.

Monumen ini ada di depan Masjid Agung Asyuhada. Mungkin karena ini malam tahun baru, masih banyak ABG-ABG Pamekasan yang sedang nongkrong di alun-alun dan di pinggir jalan. Malah ada yang menyeret speaker segede gaban dan bergoyang di depannya. Ayoo goyaaang!



SUMENEP, TANAH PARA RAJA


Tadi kami tiba pukul tiga subuh. Sempat berputar-putar mencari penginapan. Dari info yang saya googling sebelum kesini, ada beberapa sih yang direkomendasikan. Tapi akhirnya kami tiba di hotel Wijaya II yang ada di jalan Wahid hasyim. Kami pilih kelas ekonomi, harganya Rp 40,000 semalam, double bed, dapat kipas angin, teh manis/ kopi walau kamar mandinya ada di luar. Tapi cukup bersih kok. Kamarnya juga bersih, 

Tapi suami saya dan toni tidak langsung tidur. Malah duduk dan ngobrol di depan TV yang ada di ruang depan. Saya cukup paham tipe orang seperti ini. Kalau lelah, mereka nggak bisa langsung tidur. Sebaliknya, Lulu dan saya. Kami segera beres-beres, mandi dan langsung tidur.

Bagaimana Umang dan Nani?

Waktu pagi baru saya tahu. Kepalang tanggung menjelang subuh, mereka pergi sholat di mesjid tidak jauh dari penginapan. Dan sepatu Nani hilang. Ah.. jadilah pagi itu mereka keliling sebentar untuk beli sepatu baru.


Jadi praktis baru pukul sebelas siang kami meninggalkan hotel. Trip hari ini disesuaikan dengan waktu yang kami punya deh. Makan siang dulu, ke keraton Sumenep, ke pantai Lombang dan pulang ke Bangkalan melalui jalur utara. Walau sebenarnya saya kecewa karena masih banyak sekali objek menarik disini. Semoga saya bisa datang lagi kesini.

PANTAI LOMBANG TEMPATNYA CEMARA UDANG


Pernah lihat pohon cemara udang? Penasaran kan? Ah.. ini  yang selalu terbayang sejak saya di Jakarta. Seperti apa ya? Cemara biasanya ada di gunung atau tempat yang dingin. Tapi ini ada di pantai? , pantai Lombang adalah satu-satunya pantai di Indonesia (yang lainnya ada di Cina) yang ditumbuhi pohon cemara udang.

J
am setengah satu kami sudah ada di tepi pantai. Pantai Lombang ini berada di desa Lombang, di kecamatan Batang-Batang, jaraknya 30 km timur laut dari Sumenep. Sayangnya langit sedang tidak bersahabat. Hujan seperti ditumpahkan dari langit. Walau tidak terlalu lama, kami berteduh sebentar. Saya sudah kehilangan selera untuk motret. Apalagi ditambah tempat parkir dan pantai yang penuh dengan orang.

Ah… namanya juga hari libur  saya memang tidak punya pilihan. Tapi pantainya memang cantik. Pasirnya putih kemerahan. Dan Pohon cemara udangnya membingkai pantai dengan indahnya. Dan langit kembali terang. Awan mulai datang beriringan. Suasana hati saya terbawa perubahan ini.

Maka jadilah kami berfoto lulumpatan. Toni punya seribu ide yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Lulumpatan ala pesilat dan ala pemain terjun bebas pun kami jajal dengan ceria. Aiiiih…saya jadi nggak sedih lagi.

Next : ADA RAMUAN MADURA DI KERATON SUMENEP

Tuesday, January 19, 2010

tour de Madura episode a litlle town called LASEM

Hari ketiga Kamis, 31 Desember 2009
Kisah sebelumnya : geng motor itu namanya SADIS

Hampir tengah malam, kami tiba di kota kecil ini. Selepas Demak dan masuk ke kota Kudus, melewati Pati dan kemudian Rembang. Semua kami tempuh dalam waktu dua jam. Menyadari Rembang ke Tuban masih seratus kilometer lagi. kontan saya colek punggung suami tercinta, untuk berhenti dan cari penginapan.

Kota itu, Lasem. Si Malih dan si Rohman –ini nama motor kami- langsung masuk ke hotel pertama yang kami lihat. (lagi-lagi saya lupa catat nama dan alamatnya –barangkali ini efek nonton sidang team khusus DPR century versus aulia pohan )- Tapi bangunan aslinya tua sekali. Tak kelihatan wujud aslinya. Sudah terkubur oleh bangunan baru disana sini dan menjadikannya semacam hotel sales yang isinya melulu salesman yang sedang transit.

Sadar hanya ingin merebahkan tubuh, kami ambil yang standard. Budgetnya Rp 35,ooo/ semalam berikut 15 ribu rupiah untuk extra bed. Kamar mandinya lumayan bersih. Apalagi ada segelas kopi dan penganannya yang pagi-pagi sekali sudah diantar oleh ibu berkebaya pelayan hotel yang umurnya mungkin sudah setua bangunan ini.

Dan ajaibnya, walau di dalam bangunan, si Malih dan si Rohman bisa di
parkir persis di depan kamar.

Lasem itu kota kecil. Saya merasa semua yang ada disini bergerak dalam gerakan slow motion. Lambaaat sekali……  Tapi yang saya suka adalah masih banyak bangunan lama peninggalan jaman Belanda. Daerah pecinan yang kami lewati pun masih sepi. Mungkin karena masih pagi.

Saya baru ingat kalau disinilah asal batik Lasem yang terkenal itu. 

A little bit behind schedule. Tapi kami tidak kehilangan harapan. Hari ini, kami pasti menyentuh tanah Madura. Jam 7 pagi kami berangkat. Setelah terang, baru saya sadari. jalur utara dari Semarang hingga Surabaya. Jalannya buruk sekali. Tidak rata dan banyak lubang disana-sini. Bukan lubang karena rusak termakan usia. Tapi banyak garis memanjang akibat aspal yang amblas karena tak kuat menahan beban.

Kami berjalan di sela-sela truk tronton dan FUSO. Hmmm.. pantas saja…

Sejam kemudian kami mencapai Tuban. Di pesisir pantai, ada warung makan. Menunya sih cukup menggoda. Rupa-rupa seafood dan ayam taliwang. Wah… oke juga tuh. Sadar dua hari terakhir kami tidak sempat wisata kuliner mencicipi makanan khas setempat. Jadi pagi itu kami sarapan dengan cumi asam manis, ayam dan bebek goreng plus kelapa muda. Yummy!

Kota Tuban sendiri saya lihat cukup makmur, kotanya teratur, bersih dan polisinya cukup ramah ketika kami tanyakan arah. Kami tidak masuk ke dalam kota, sedang ada haul katanya. Jadi kami melipir melalui jalan bypass menuju Surabaya.

Teman kami di Sidoarjo,
David sudah kami kontak sejak dari Jakarta. Pagi tadi kami sudah janjian, akan ketemu di jembatan merah. Dia bilang, dia dan Adit mau ikut dan mengantar kami hingga Madura. Asyiiiik… ada temen lagi nih…

SURAMADU YANG SEMANIS MADU

Tuban kami lewati, kemudian Babat, Lamongan dan Gresik kami tempuh dalam waktu sejam. Jalan menyusur tepi laut bersama-sama truk kontainer yang jalannya super duper lambat itu –terakhir baru saya sadari, betapa bersyukurnya saya karena truk pengangkut yang lambat itu-.Beberapa kali kami terhenti dan tersendat karena jalan menyempit karena sedang di beton.

Begitu masuk pinggiran kota Surabaya. Rasanya kok sama seperti masuk ke pinggiran kota Jakarta –jangan-jangan kami balik lagi ke Jakarta? Oh NO!! -  Panas, suram dan terlalu banyak orang.

Akhirnya kami ketemu juga dengan David. Tanpa membuang waktu lagi, jam setengah dua belas siang, tiga motor bergerak menuju Jembatan Suramadu. Jembatan Suramadu –Surabaya Madura-  panjangnya sekitar  5.438 meter, lebarnya 30 mete dan tingginya 146 meter. Jembatan ini mulai dibangun tahun 2003 dan selesai juni 2009 lalu.

Ini jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. Yang terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge).

- Causeway sisi Surabaya 1.458 m, Causeway sisi Madura 1.818 m. Bentang tengah panjang keseluruhan mencapai 2.162 m terdiri dari dua Approach Bridge masing-masing 672 m dan Main Bridge sepanjang 818 m. Panjang jalan pendekat di sisi Surabaya mencapai 4,35 km dan di sisi Madura 11,50 km.-

Jalur mobil terpisah dengan jalur motor. jalur motor ada disisi terluar ruas jalan. Biaya tol untuk motor Rp 3,000 sedangkan mobil Rp 30,000.  Beruntung jalur motor ada di sisi terluar jalan. Saya rasa sih nggak boleh berhenti –apalagi untuk foto-foto- di tengah jalan. Tapi kami yang penasaran ini malah berhenti dan foto-foto sebentar. Maaf ya pak petugas Terlalu excited dan narsis ..hahaha….

Lepas dari je
mbatan, motor dipacu kencang. Jalan tol pendekat di sisi Madura masih diteruskan hingga belasan kilometer di depan. Oiya, yang menarik, di kanan kiri jalan banyak sekali kios penjual souvenir dan makanan. Tahu aja yang dicari turis dadakan seperti kami.

LORONG SEPI DI MENARASUAR SAMBILANGAN, BANGKALAN, MADURA

Rencana awal sih ingin langsung ke Sumenep. Mumpung hari  masih siang, jadi kami punya kesempatan banyak untuk istirahat. Tapi tawaran David untuk mampir ke menara suar Sambilangan. Terlalu sayang untuk dilewatkan.

Maka, arah pun diputar. Di lampu merah ujung jalan tol, kami belok kiri menuju Sambilangan.

Selepas Kamal kami masuk ke kota Bangkalan. Setengah jam kemudian kami sudah menapak di desa Sambilangan. Panas terik sekali. Kanan kiri sawah kering yang belum menyentuh musim tanam.


Dan begitu masuk pelataran mercusuar, saya merasa seperti berada di dunia lain. Kanan dan kiri jalan masuknya ditanami pohon peneduh yang besar dan rimbun. Apalagi kemudian masuk kompleks menara suar.

Saya sempat ngobrol dengan petugas jaga disana dan kemudian naik menyusul Lulu, David dan Adit. Suami saya nggak ikut. Alasannya sih, mau nebeng nonton acara pemakaman Gus Dur di TV. Padahal saya tahu, bodi-nya yang sekseh itu udah nggak kuat naik tangga  

Ada enam belas lantai dan satu platform teratas tempat lampu suar itu berada. Tidak dapat saya dekati karena pintu masuknya di gembok. Sedang dek yang ada di lantai 16 ini, ada balkon berpagar teralis. Tidak begitu lebar sih, tapi kami bisa memandang sekitar dengan bebas. Melihat kapal barang yang mondar-mandir di selat Madura.

Empat puluh lima menit kemudian, kami berlomba-lomba turun. David dan Adit pergi ngemil di warung depan mercusuar. Saya dan Lulu mendekati selasar bangunan tua yang ada di bawah menara suar. Ada yang datang.

Namanya Toni Dia ketua sekaligus 001-nya BSR, Bangkalan Scorpio Riders.  Dan tak lama kemudian Teguh, Wawan, Zaenal dan Yaya (ini anggota BSR) juga datang merapat.

Hihihi…berita cepat sekali menyebar. Wah.. wah…. Satu lagi yang membuat kami malu. Harusnya  kita yang sowan toh?

Dan kemudian datanglah tawaran itu. Kami diajak merayakan malam tahun baru bareng BSR. Duh.. binun mode on. Mau langsung ngegas ke Sumenep atau tahun baruan bersama mereka ya?

to be continued lah yaaaa...(Next :si ganteng itu namanya LA YA LA)

Thursday, January 14, 2010

suramadu yang semanis madu




masih dalam rangkaian tour de Madura kemaren. Foto-fotonya diambil dalam dua kesempatan. Ketika tengah hari bolong waktu pertama kali kami melintasi jembatan ini dan waktu pagi hari dalam perjalanan pulang ke Jakarta.Jembatan Suramadu –Surabaya Madura-  panjang  5.438 meter, lebar 30 meter, tinggi 146 meter, mulai dibangun tahun 2003, selesai juni 2009 lalu dan merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini.

Jembatan ini terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge)- Causeway sisi Surabaya 1.458 m, Causeway sisi Madura 1.818 m. Bentang tengah panjang keseluruhan mencapai 2.162 m terdiri dari dua Approach Bridge masing-masing 672 m dan Main Bridge sepanjang 818 m. Panjang jalan pendekat di sisi Surabaya mencapai 4,35 km dan di sisi Madura 11,50 km.

Jalur mobil dan motor dipisah. Biaya tol untuk motor Rp 3,000 sedangkan mobil Rp 30,000, jalur motor ada disisi terluar ruas jalan.

Selengkapnya lihat disini :

jembatan nasional suramadu
suramadu
jangan lupa juga baca catpernya di : tour de Madura

tour de madura episode ‘geng motor’ itu bernama SADIS

Hari kedua, Rabu 30 Desember 2009 : ‘geng motor’ itu bernama SADIS

Kisah sebelumnya :tour de madura episode ada hotel dormy di pamanukan

Tadi pukul sepuluh pagi, kami brunch di salah satu warung di Pemalang. Tiba-tiba Boyke telpon. –Boyke ini teman sekantor suami saya. Dia 001-nya ASOKA, salah satu klub motor scorpio di Karawang - Dia bilang, barusan dia lewat. Tapi nggak yakin apa betul itu si Malih yang diparkir di tepi jalan.

Jadi, mereka menunggu kami di salah satu mesjid beberapa menit di depan kami.

Selepas makan –sate lagi, gule, mie rebus dan kopi - kami datang menyusul. Rupanya dia dan Eddy dalam perjalanan menuju Jogja. “Ke Jogja?” tanya saya.  “Mau ke galunggung” Eddy nyengir “Tapi diajak Boyke muter dulu sampai Jogja” jauh amat om! Tapi, ah.. lumayan, ada temen konvoy nih walau hanya sampai Semarang.

Kami juga salah duga, kami kira Adit sudah menunggu di Tegal seperti kesepakatan semula. Ternyata hingga detik ini dia masih ada di Jakarta. Di tahan si bos karena padat kerjaan.

Aden, juga Koko, batal ikut. Tommy juga batal detik terakhir.”Duit (dari kantor) belum turun” dan Andybrod hingga hari terakhir masih bilang 50:50 ada klien yang mau datang akhir tahun.

Heran deh. Libur panjang akhir tahun kok masih banyak yang ngantor?

Kami berhenti dua kali. Pertama di Batang, ketika tas Eddy yang hanya diikat jaring, jatuh di tengah jalan.

Dan yang kedua, di simpang lima Semarang –actually… dua simpang sebelum simpang lima beneran -

Sebenarnya di titik ini rombongan kami akan berpisah dengan ASOKA, tapi kemudian kami baru tahu kalau lampu depan si Malih mati. Mungkin korslet gara-gara hujan lebat semalaman. Jadi kami berhenti untuk cari bengkel.

Tapi berita kami ada disini terlanjur terendus oleh klub motor yang ada di Semarang –saya curiga Andybrod yang membocorkan - Boyke sih antusias sekali. Dia memang ingin sekalian sowan dengan klub lain. Lalu Gondrong, dari SADIS -ini nama klub motor dari Semarang- datang menyusul. Duh.. saya lupa tanya nama aslinya.

“ke basecamp aja yuk” kompor gas mulai dinyalakan
“Ogah.. ntar kelamaan. Perjalanan masih jauh broooow” suami saya tetap bertahan.
“Deket kok” mulai kipas-kipas
“Dimana?” penasaran
“Di Ungaran” nyengir
“Ogah! Itu sih naek gunung.”
“lewat kampus lho.. banyak mahasiswi yang cantik-cantik” jurus maut Gondrong
“Saya udah punya istri” sahut sang misua kalem
“???”
“tuh!” sambil menunjuk saya yang sedang ber-victory.. hahaha….

Dan Gondrong pun mati gaya

OKELAH KALAU BEGITU …

Si Malih langsung masuk garasi dan diperiksa beramai-ramai. Basecamp SADIS ada di salah satu pemukiman yang ada di ketinggian Ungaran. Bangunan dua lantai yang letaknya ada di kuldesak. Dingin juga disana.

Sementara Gondrong and the gank memeriksa si Malih. Sebagian ada yang duduk dan ngobrol di teras depan. Ada yang sowan juga rupanya. Klub baru, TSC namanya, Tegal Scorpio Club.  Melihat anak-anak SADIS dan TSC ini, kami saling lirik. Apa kami sudah terlalu tua ya? Hahaha….

Si Gondrong itu kayak bola bekel. Anaknya ceria, helpfull dan nggak bisa diem. Begitu juga dengan teman-teman SADIS lainnya, rata-rata masih pada kuliah –mungkin basecamp ini tempat kost mereka kali ya?- Nah gimana dengan teman-teman yang berasal dari Tegal? tampang mereka seperti Kangen Band deh, rambut mencakar muka dan cd yang nongol dari celana jeans yang melorot hingga lutut  -maab.. kalo yang ini hiperbol-

Antik!!

Tapi walau begitu mereka tidak patah arang begitu sesi cela-celaan dimulai.

Diiringi lagu latar Okelah Kalau Begitu by warteg boyz (kalau yang ini kerjaannya Boyke), Ramzy si ketua TSC berkisah.

Anggotanya ada 8 orang. Sistem rekruitmennya juga unik. Setiap ada yang pakai motor scorpio, pasti disamperin olehnya. Ini touring pertama mereka keluar dari Tegal.

 “Padahal, Tegal itu potensial sekali Bro, semua yang lewat jalur utara, pasti berhenti disitu.” Boyke berharap bisa mampir.
“Iya. Nanti mampirlah ke Tegal” logat Tegal.
"Ogah! Nanti diajak makan di warteg”  (TSC, no offense ya. Kalau yang udah kenal, ini pasti my hubby yang ngomong)
“Huuuu…itu lain. di Tegal ada makanan khas lho.  Ntar diajak kesana deh….dijamin enak!” sahut Ramzy santai.Widiiih.. nggak bisa nolak kalau yang begini.

Sementara saya menumpang mandi, beberapa dari mereka sibuk berbelanja gorengan, dan memasak mie goreng. Ah.. menu anak kost-kost-an. Walau menu sederhana, tapi ketulusan mereka membuat kami terharu.

Dasar rayuan maut. Tahu-tahu sudah enam jam kami tertahan di Semarang. Dan inilah kami, jam sembilan malam di Semarang. Setelah berpisah dengan Boyke dan Eddy dari Asoka, kami kemudian diantar Gondrong dan beberapa teman dari TSC hingga batas kota Demak.

Ah…. Madura masih jauh disana. Tapi layaknya seorang petualang sejati. Kami harus terus bergerak menuju tanah Madura ….

next : a litlle town called LASEM
 
;