Mereka ikut arisan? Yup!.. betul sekali.
Sepertinya mereka tahu jadwal saya setiap bulannya. Kalau saya sudah berpakaian rapi lalu sibuk mengunci pintu depan. Maka dari segala arah, tahu-tahu mereka sudah nongol dan datang menghampiri saya.
Ada yang baru bangun dan kepalanya muncul dari pintu kucing. Ada yang sedang main di rumah tetangga lalu berlari kencang mendekati saya. Ada yang sedang bengong di depan pohon, lalu menoleh dan menyapa saya. Semua hadir lengkap.
Maka, berjalanlah saya menuju rumah tetangga di blok belakang. Dengan pasukan kecil yang berbaris rapi di belakang. Ah.. sebenarnya sih nggak rapi-rapi amat. Pippy masih dengan setia berlari-lari kecil di samping saya. Tapi Malih, dia lebih suka mengendap-endap diantara semak-semak. Mungkin baginya, ini perang gerilya. Jadi harus lebih hati-hati. Apalagi kalau ada anak-anak tetangga yang selalu menjerit dengan histeris begitu melihat malih. “ada kucing anggora! Kucing angora!” jerit mereka dengan nada tujuh oktaf. Duh .. ! berisik banget!
Nah, bagaimana dengan Koko? Kucing manja ini lebih sering tertinggal jauh di belakang. Terlalu banyak ritualnya sih. Tiap rumah, pasti mampir. Dan seluruh halamannya akan di endus-endus bak anjing penjaga. Lalu begitu sadar sudah tertinggal jauh, dia akan mengeong-ngeong dengan pilunya. Minta dijemput! Uh! Dasar. Kalau sudah begini, ya terpaksa saya kembali untuk menjemputnya.
Lalu begitu saya tiba di rumah tetangga, sembari menyalami pemilik rumah dan ibu-ibu lain yang sudah datang. Ekor mata saya tetap dengan waspada selalu memantau keberadaan pasukan saya ini. Biasanya mereka akan menyibukkan diri sambil menunggu saya selesai arisan. Kalau sudah bosan, biasanya mereka akan tiduran di kolong mobil, di teras rumah –diantara pot bunga - atau ikut masuk ke dalam rumah dan ngumpet di kolong kursi.
Pernah dulu, waktu masih ada si Joni, ada kejadian yang cukup menghebohkan. Bayangkan saja, ketika kami semua sedang duduk dengan tegang serius menghadapi gelas berisi gulungan kertas menunggu pengumuman siapa yang menang arisan. Tahu-tahu si Joni dengan santainya melenggang di tengah ruangan diantara kami semua. Dia ingin menyelidiki isi rumah tetangga saya rupanya. Aduuuh Joniiiiii…!!!
Kalau sudah begini, saya yang rajin minta maaf kesana kemari. Karena tak semua ibu-ibu suka dengan kucing. Dan tak semua anak-anak –yang biasa ikut ibunya pergi arisan- berani memegang kucing. Untungnya mereka cukup maklum dengan keadaan saya ini. Saya gitu lho. Kalau yang lain datang arisan dengan anak-anak mereka. Saya pasti datang dengan pasukan kucing saya. Sudah satu paket.
Apakah acara arisan saya sukses sesudahnya? Tidak juga. Perjalanan pulang saya kadang-kadang tak semulus yang saya harapkan. Pernah waktu itu saya agak lengah. Karena sedang asyik pulang sambil mengobrol dengan ibu-ibu lainnya. Saya tak menghitung lagi berapa jumlah pasukan saya. Saya pikir sih. Kalau sudah bosan main, mereka pasti pulang dengan sendirinya. Mereka hapal kok jalan pulang.
Nah, begitu waktu makan malam mereka tiba, saya kehilangan Pippy. Koko ada, Malih Ada. Tapi Pippy?
Lalu saya ingat. Pippy tadi ikut arisan. Oh, pasti dia mengira saya masih ada disana. Dan benar saja, Pippy masih setia menunggu saya di bawah kolong mobil tetangga dan mengeong tanda gembira, begitu tahu saya datang menjemputnya. Duh.. maaf ya Pips!
6 comments:
hehe kocak kocak :D
hai Maan.. mpus2nya emang luchuuuuu... semuaaa...
Lucuuuuuuuuuuuu critanya! Kucing3nya JUGA lutuuuuu...
hehehe.. makasih mbak TJ...
haha....sebegitunya ya mbak, sampe minta dijemput dulu :)
lagi manjaaaa....mereka..kekekekek...
Post a Comment