sore itu di ruang depan. Sambil memandang sepetak halaman depan. Ini obrolan saya dengan suami tersayang.
"Apa? Wajib pake lampu taman? Harus seragam pula?" dengus saya, huh aturan yang aneh.
“Udah ketetapan dari pak RT, Hany. Udah kesepakatan bersama" kayak anggota DPR aja.
“Kalau nggak mau gimana?" saya, masih ngeyel.
"Hus! Udah ah... Ikutin aja. Nggak enak sama warga yang lain" kemudian dia ngeloyor pergi.
Hari gini harus seragam? Saya bener-bener nggak setuju. Sejelek-jeleknya rumah, saya nggak ingin disamakan dengan orang lain.
Karena setiap orang itu unik bukan? Lihat aja rumah di ujung jalan itu, pagarnya dicat ungu. Atau rumah nomor 35, langsung berubah hijau warna cat dindingnya.
Saya rasa sih, pasti ada beberapa orang yang nggak sreg dengan lampu jelek ini :D tapi tak kuasa untuk berkata TIDAK. Maaf pak RT, lampunya sih sebenernya nggak jelek-jelek amat. Tapi saya udah terlanjur sebel.
Dan saya pun manyun di pojokan.
Berhari-hari selalu saya pasang tampang PROTES BERAT jika masalah lampu ini disinggung lagi olehnya. Bersama kelima kucing saya, nyaris kami membuat spanduk untuk demo.
Tapi tanpa sepengetahuan saya, rupanya sudah ia setorkan iuran lampu ini pada pak RT. Tinggal tunggu waktu pasang lampunya saja.
Uh…rasanya tak berdaya.
disela-sela kegiatan saya mencuci baju, meyiram tanaman dan mengepel lantai. Ide-ide anarkis saya muncul seperti :
1. Pura-pura tidak ada dirumah jika nanti ada orang yang datang untuk pasang lampu
2. Memotong kabelnya kalau sudah terlanjur dipasang
3. Menggergaji batang besi penopang lampu
4. Secara ajaib bohlam lampu hilang dari tempatnya
5. dan pura-pura tidak tahu kalau ditanya …(haha!)
Ah.. ide barusan tidak akan menyelesaikan masalah. Batin saya bergelut. Intinya bukan itu. Protes saya ini harus saya sampaikan kepada khalayak ramai.
Seminggu kemudian.
Lampu taman itu sudah dipasang. Dan sudah menyala seperti lampu-lampu taman di rumah tetangga kami yang lain. Apa saya pasrah dan menerima kenyataan ini? Hohooo…. Anda salah besar.
Ada yang beda kali ini.
Cahaya lampu kami warnanya kuning hangat. Satu-satunya lampu yang terangnya seperti itu. Warna kuning di tengah-tengah kepungan lampu taman tetangga yang sinarnya putih menyilaukan.
Haha… rasakan pak RT! Ini bentuk protes saya!!!
BTR, 25 November 2009 ; 22:02 *lagi nunggu yayangnya pulang kopdar, hanya ada Ucup n Pippy di rumah
"Apa? Wajib pake lampu taman? Harus seragam pula?" dengus saya, huh aturan yang aneh.
“Udah ketetapan dari pak RT, Hany. Udah kesepakatan bersama" kayak anggota DPR aja.
“Kalau nggak mau gimana?" saya, masih ngeyel.
"Hus! Udah ah... Ikutin aja. Nggak enak sama warga yang lain" kemudian dia ngeloyor pergi.
Hari gini harus seragam? Saya bener-bener nggak setuju. Sejelek-jeleknya rumah, saya nggak ingin disamakan dengan orang lain.
Karena setiap orang itu unik bukan? Lihat aja rumah di ujung jalan itu, pagarnya dicat ungu. Atau rumah nomor 35, langsung berubah hijau warna cat dindingnya.
Saya rasa sih, pasti ada beberapa orang yang nggak sreg dengan lampu jelek ini :D tapi tak kuasa untuk berkata TIDAK. Maaf pak RT, lampunya sih sebenernya nggak jelek-jelek amat. Tapi saya udah terlanjur sebel.
Dan saya pun manyun di pojokan.
Berhari-hari selalu saya pasang tampang PROTES BERAT jika masalah lampu ini disinggung lagi olehnya. Bersama kelima kucing saya, nyaris kami membuat spanduk untuk demo.
Tapi tanpa sepengetahuan saya, rupanya sudah ia setorkan iuran lampu ini pada pak RT. Tinggal tunggu waktu pasang lampunya saja.
Uh…rasanya tak berdaya.
disela-sela kegiatan saya mencuci baju, meyiram tanaman dan mengepel lantai. Ide-ide anarkis saya muncul seperti :
1. Pura-pura tidak ada dirumah jika nanti ada orang yang datang untuk pasang lampu
2. Memotong kabelnya kalau sudah terlanjur dipasang
3. Menggergaji batang besi penopang lampu
4. Secara ajaib bohlam lampu hilang dari tempatnya
5. dan pura-pura tidak tahu kalau ditanya …(haha!)
Ah.. ide barusan tidak akan menyelesaikan masalah. Batin saya bergelut. Intinya bukan itu. Protes saya ini harus saya sampaikan kepada khalayak ramai.
Seminggu kemudian.
Lampu taman itu sudah dipasang. Dan sudah menyala seperti lampu-lampu taman di rumah tetangga kami yang lain. Apa saya pasrah dan menerima kenyataan ini? Hohooo…. Anda salah besar.
Ada yang beda kali ini.
Cahaya lampu kami warnanya kuning hangat. Satu-satunya lampu yang terangnya seperti itu. Warna kuning di tengah-tengah kepungan lampu taman tetangga yang sinarnya putih menyilaukan.
Haha… rasakan pak RT! Ini bentuk protes saya!!!
BTR, 25 November 2009 ; 22:02 *lagi nunggu yayangnya pulang kopdar, hanya ada Ucup n Pippy di rumah