“Apa kamu mau mpus KOKO jadi gelandangan?” omel saya berang.
Mpus Mboy duduk tegak di dekat kaki saya. Saat itu saya sedang marah. Sambil mencuci piring, sesekali saya menoleh ke samping. Mpus mboy menegakkan salah satu telinganya. Matanya yang bak bulan sabit itu menengadah ke atas. Memandang saya. Penuh rasa bersalah.
Saat itu sudah gelap. Adzan magrib baru saja usai. Hanya ada saya dan Mpus Mboy di belakang. Sementara itu, tidak jauh dari situ, KOKO dengan lahapnya menghabiskan jatah makan malamnya.
Ini pasti gara-gara survival lesson-nya mpus Mboy tempo hari. (selengkapnya ada disini ….)
“Kami semua tahu Mboy, kalau kamu bisa naek pager belakang!” lanjut saya lagi.
“Tapi anak-anakmu belum tentuuuuuuh” kali ini suara saya jauh lebih lunak.
Begini ceritanya. Kisah ini bermula ketika acara ritual makan malam mereka baru saja digelar. Sementara makanan saya siapkan, ekor mata saya masih dapat melirik bahwa ketiga kucing mungil ini meniru polah induknya tadi pagi.
Pagi tadi mpus Mboy melompat hingga batas tembok setinggi 1,5 meter. Bertumpu pada om gajah *patung batu ganesha* dan naik hingga tembok.
Kadang-kadang hanya duduk diam memandang kapling kosong yang ada di belakang rumah. tapi lebih sering sih berjalan mundur dan naik memanjat teralis besi yang ada diatas tembok. Dan kemudian.. hup! Melompat hingga atap tetangga sebelah.
Dan tadi ketiga unyil ini –MIMIN, KIKI dan KOKO- dengan semangat nan membara ikut melompat naik meniru induknya.
Benar dugaan saya. Ketika piring makanan saya letakkan. Hanya mpus KOKO yang tak ada di tempat. Sayup-sayup terdengar miau-miau kecil tanda panik dari balik tembok.
Semenit. Dua menit. Saya tunggu. Semoga ia menemukan jalan kembali ke rumah. Sebel, karena si Mboy lebih memilih piring makanannya dibanding mencari anaknya. Lagi-lagi saya yang harus turun tangan. Huh!
Saya bergegas berganti pakaian, memakai sandal. Mengunci pintu. Dan berjalan hampir satu blok jauhnya. Suasana di luar sepi. Pasti semua orang sudah masuk ke dalam rumah. Matahari sudah tenggelam. Cahayanya remang-remang.
Saya berdiri di tepian kapling kosong itu. Jauh dibelakang warna kuning cahaya lampu belakang rumah saya menembus jajaran bambu.
Nyaris surut semangat saya. Membayangkan harus mengarungi lautan ilalang setinggi betis. Membayangkan binatang melata yang mungkin menghuni tempat ini. Dan juga makhluk-makhlus halus lainnya yang sedang nongkrong disini. *ini magrib. Remember? *
Dalam keremangan malam. Sambil menggendong KOKO, saya berjalan terpincang-pincang menuju rumah. Sendal saya hilang satu. Waktu tadi terjeblos parit di ujung kapling kosong itu. Untung tadi sudah gelap. Jadi nggak harus membalas dan menjawab tatapan heran ibu-ibu yang melihat saya hanya memakai sebelah sandal ..hihihihi..
Ah… . demi si KOKO.
Saya penasaran. Apakah kucing punya kemampuan orientasi seperti halnya anjing ya? Apa mereka bisa mencari jalan kembali ke rumah?
Serpong 29 April 2008, 15:26 (si KOKO yang bandel ini lagi tidur nyenyak di samping saya)