Gn. Galunggung [2167 mdpl] 26-27 Juni 2005
Prends,
Perjalanan ini terinspirasi *cailaaa* dari perjalanan Ical dan Hanif ke Talaga Bodas sebelumnya. Setiap ketemu, setiap japri, mereka selalu bilang : "Kapan mau kesana? Ditemenin deh!"
bulan berganti bulan, tahun berganti tahun *errrr.. belum ding!* waktunya nggak pernah cocok. Hingga akhirnya, akhir bulan lalu, kami berlima: saya, Ika, Joe, Joko dan Tuti berangkat kesana. Kempiiiiiiing!
Catper berikut bukan mengenai Talaga Bodas siy, tapi trip lanjutan untuk kemping ke gn. Galunggung, yang kebetulan nggak jauh dari situ. Ika pernah kesini sebelumnya. *but, It was long long time ago* Masih inget letusan hebat sekitar April 1982 ? Generasi yang lahir sebelum tahun 80an pasti inget dong. Gelap dan hujan abu pada mobil, rumput, pohon, atap rumah. Semua!
"Ika! Banguuuun!" kata Joko perlahan. "Mau lihat matahari terbit atau matahari tengah bolong?"
"Kweks!! Matahari tengah bolong?" pikir Ika. Panik mode : ON, mendadak ia duduk dan bangun.
"Tenaaaang! Tenaaaaang, Mbakyu. Jangan gunakan kekerasan." Buru-buru ia melipat sleeping bag dan bersiap.
Aku yang tidur disebelahnya, malah berbalik dan kembali ke posisi tidur seperti semula. Malesss bangeeeeettt! Masih gelap. Dari balik celah sleeping bag, aku melihat puncak Galunggung bertabur bintang dan sedikit kabut dibawahnya. Tangga menuju puncak, tidak terlihat dari sini tapi atap lapak yang ada di tepi rim crater, samar terlihat. Matahari yang ditunggu-tunggu, belum juga muncul.
Setelah turun dari Talaga Bodas, semalam kami tiba disini dengan angkot carteran dari Rajapolah dan lanjut menuju entry point kawasan wisata gn.Galunggung yaitu melalui Indihiang, ancer-ancernya sih dari jalan utama Bandung-Tasikmalaya, sekitar 4 km sebelum kota Tasikmalaya.
Rencananya sih mau ngecamp di tepi danau di kawah Galunggung. Tapi udah gelap euy! Capek pula, dan ide untuk ngecamp di lapak kosong yang banyak berjajar di dekat lapangan parkir cukup menggoda. Hasilnya? Satu lapak yang kami 'bajak' untuk tempat tinggal sementara kami.
"Capek sekali saya!" kata Joko berulang-ulang. Kami semua memandangnya dengan iba.
"Wajar aja, Mbakyu. Profesi ganda sih. Dari Joko Darwis *sang photographer* Joko Chaerudin *si jurumasak* hingga Djoko Djangkaru di embat jugaaa!" jawab kami bersahut-sahutan.
Di meja saji kini sudah tergelar 2 sleeping bag milikku dan Ika. Meja dapur, sekarang menjadi tempat persediaan makanan kami berikut kompor trangia. Bangku panjang di sisi timur, dan selatan digunakan sebagai tempat tidur Tuti, Joko dan Joe.
Senin pagi itu *hmmm... hari bolos sedunia* gayanya sih mau summit attack. Tapi baru jam setengah enam pagi Joko, Ika dan Tuti bergegas menuju tangga [catat : jalur wisata; 620 anak tangga, dari area parkir kawah gunung].
Berhubung barang-barang nggak ada yang jaga, akhirnya yg mau muncak dibagi menjadi dua kloter. Mereka bertiga pergi duluan, sedang aku dan Joe rencananya baru naik setelah mereka turun.
Aku berbalik lagi. [masih posisi ngulet kayak ulet bulu hehehe]. Kali ini menghadap belakang lapak yang terbuka. Sebenernya, nongkrong disini asyik juga. Semalem, malah bisa lihat kerlip cahaya lampu
'Neng ! Bangun Neeeeng !"
idiiiih. Jadi malu deh. Rupanya, pemilik lapak sebelah, lagi bebenah membuka warung. Tak lama kemudian ia datang membawa dua gelas kopi+gorengan pesanan Joe. Kami berdua, sarapan dulu dong! *aku dan Joe maksudnya, hehehe... bukan sama pemilik warung sebelah*
Jam 8 pagi, rupanya Tuti turun duluan.
"Huaaaa!!! Belum bebenah nih!" Wong aku masih duduk berselimut sleeping bag. Rambut masih acak-acakan. Buru-buru aku menelan sisa potongan pisang, meneguk kopi dan menoleh ke arah Joe.
"Lanjut ?"
Joe nyengir. racun mode : ON
Soalnyaaaa, sepagian tadi banyak sekali orang yang lalu lalang di depan lapak kami *hmm... maksudnya lapak pinjamaaaann* waktu kami tanya, mereka bilang mau mancing di danau. Rupanya ada jalur pendaki, short cut langsung menuju danau tektonik yang berjarak sekitar 2 km dari puncak kawah.
Setelah Tuti siap untuk ganti shift, dan aku sudah rapi jali. Akhirnya kami berdua berjalan pelan-pelan mencoba jalur tersebut. Entrynya persis di depan mesjid di ujung lapangan parkir kawah. Jalur naik berupa pasir melipir kearah utara dan tidak terlalu terjal. Setelah memotong punggungan kawah, jalur berganti turun hingga tepi danau. Kurang lebih setengah jam perjalanan
kami sudah tiba di dasar kawah. Pada dataran luas di sisi utara danau. Aku memutar badan pelan-pelan 360 derajat. *maap maap deh, yang merasa dirinya komidi putar*
'Huuaaaaaaaa!!!!!"
Speechless! Bagus banget!
Kawah Gn. Galunggung memiliki bentuk seperti tapal kuda yang terbuka kearah tenggara. Aku berada pada kawah yang dilingkungi oleh tebing [lebih dari 3684 tebing, terkenal dengan sebutan sepuluhribu tebing, menurut info yang kubaca, cmmiw] akibat hebatnya erupsi pada gunung ini. Di satu sisi, malah aku melihat beberapa aliran air terjun. Wuih! Tinggi amat! Dan alirannya membentuk sungai kecil dan mengalir langsung ke danau.
Sementara itu di sisi barat, di seberang danau, nampak tangga semen yang langsung turun hingga tepi danau. Di sisi barat lautnya, nampak jelas jalur berpasir naik menuju tepi kawah berbentuk huruf Z. Nhaaah ...... dijalur zorro itu deh, kami melihat 'dua sejoli' berbaju merah dan hitam sedang berusaha keras untuk naik.
Siapa lagi kalau bukan Joko dan Ika. Beberapa jam kemudian, Ika berkomentar kepadaku waktu kami ngumpul di basecamp :
"Bayangin Ries. Duaaaaa jamm! Hanya untuk di tanjakan itu. Baru jalan sebentar udah dibilang Stop Ika, foto duluuu! Huahahahaha"
Joko tak mau kalah, dan menyahut :
"Sebenernya, kapasitas memorycard udah abis. Mulai deh, mendelete foto dan pilih-pilih. Yang ini Ika, boleh di hapus? Setelah acc, fotooo lagiiii......hihihihi"
*Uh, dasar!* Setelah beryuhuuuu-yuhuuu sejenak dengan kedua sejoli itu, akhirnya kami lanjutkan perjalanan mengitari danau. Melewati lautan batu, melompati aliran sungai dan berjalan menuju pintu gerbang masjid. Masjid? Masjid ?
Iya!
Tepat di sisi barat danau. Tepat dibawah tebing yang mulai menghijau oleh pakis. Dari gerbang hingga mesjid, ada jalan setapak yang telah diperkeras oleh batu dan semen. Mesjidnya sendiri mirip seperti pendopo. Terbuka di ketiga sisinya. Didepannya ada kolam setinggi pinggang untuk tempat wudhu.
Hampir sejam aku dan Joe duduk disana. Suasananya agung sekali. Begitu tenangnya!
"Lagi mikir apa Joe?"
Bahkan seorang Joe pun hanya bisa tersenyum.
Serpong, Rabu 6 Juni 2005
[Waktu balik, dari jalan setapak semen menuju gerbang mesjid, ada jalur tanah ke arah kanan. Jalurnya jelas sekali. Melipir punggungan dan langsung menanjak. Yang paling menderita sih, waktu lewat tanjakan zorro itu deh! Hihi... Maju selangkah, mundurnya 5 langkah :) Jam setengah dua belas siang pula! Hiks! ]
tambahan :
galunggung-terminal bis tasikmalaya [carter angkot] total Rp65,000 bakso+teh botol di terminal bis Tasikmalaya untuk 5 orang total Rp28,500 bis AC Tasikmalaya-Jakarta via tol Cipularang @Rp40,000
foto-foto silakan nyambung ke sini yaa Galunggung…. How the winds are laughing
8 comments:
*pertama*
baru diedit, ups, blom dibaca je :-D
hehe, ngereply reply-an Aries diatas sini :-D
Juni 2005 yah...gi sepi2nya dikantor tuh......baru aja salam tempel ma yg namanya EmpE, blog gratis dan imel...
dah yg mo 2 taon ngedoprok dikantor sini, blom punya nyali buat mbolos kemping, walo skedar ke Gn Ungaran....hiks...
taruhannya je..........asap dapur bisa2 gak ngebul sehari :-D
always waiting 4 every re-posting journal...really enjoy their every single words...^_^
ceritanya catpernya lagi di posting ulang nih Bunda....
disusul bentar lagi ries :) *dasar kompor :P
*ini kompor gas lho Den*
wah jadi inget waktu ke galunggung menjelang puasa....ramee banget ama yg berwisata ke situ....
whaduh...menjelang puasa? iya juga kali ya mas Anwar.Untungnya waktu itu bukan hari libur atau menjelang puasa *namanya juga pas bolos..hehehe*
hmmmmmm.... *lagi males jalan*
mmmmm........ *mangut-mangut*
Post a Comment