“kukuruyuuuuuuuuuukkk… guk!”
Luwoooh? Kok nggak nyambung yah? Mataku mencari-cari asal suara yang aneh itu. Siang itu, kami lagi numpang istirahat dan makan siang di salah satu rumah penduduk di kampung Danau. Kampung terakhir sebelum puncak gunung Sebesi. Rencana lama pengen kesana, menuntaskan rangkaian je je es di sekitar Lampung, baru sekarang kesampean.
(silakan nyambung ke The Tanggamus Code atau the Chronicles of Rajabasa, the nyamuk, the semut and the pacet )
Joe sibuk membagi sisa-sisa remah makan siang kami. Seekor ayam dan seekor anjing sedang berebut dengan damainya ..*piye toooh..berebut kok damai? J*
Pagi tadi kami berangkat dari tepi pantai, diantar oleh penduduk setempat, Basri namanya. “ Berapa lama ya?” Tanyaku penasaran. “ Empat jaaam, tanpa beban!” jawabnya mantap. Aku dan Joe berpandang-pandangan.
Gubraaaaaksss! Lama banget ya?
Bener juga, ternyata jalannya jauuuuuuuh sekali. Mengejutkan karena kami melewati hamparan sawah, tepat berada di tengah pulau. Nggak keliatan dari pantai karena tertutup pohon kelapa. Mengitari hampir tiga perempat lingkaran pulau, melewati kebun cengkeh dan kebun kelapa yang tak habis-habisnya selama tiga jam pertama.
Jalur baru sedikit naik hingga kampung Danau, untuk kemudian terus naik menerabas vegetasi karena jalur sudah on off akibat jarang orang yang naik.
Dan sejam kemudiaaaaan……. *hiks! Hiks!* Kami tiba di suatu tempat yang rapat dengan pepohonan dan lumut.
“Ini puncaknya?” tanyaku penasaran. Sebesi sendiri memiliki tiga puncak, dan kami ada disalah satu puncaknya.
“ya…” sahut Joe dengan senyum lega …*karena kali ini tak sekor pacet pun kami jumpai…….hihihihihi*
(Gn. Sebesi 844 mdpl lampung Selatan, 7-9 Juli 2006; special thanks untuk Joe, partner jalan kali ini, untuk keluarga besar Chandra di p. Sebesi, untukmbakyu Djoko yang selalu pantau dari jauh dan Bleem… waktu ngobrol2 di Sukabumi awal Juli lalu)