Wednesday, November 30, 2011
akhirnya joni resmi pindah
Friday, November 25, 2011
si uta dari goa hantu
kucing, buah-buahan dan tintin
Sejak kapan saya suka kucing? Saya tak ingat persis. Tapi menurut ibu saya sih, sejak kecil saya sudah menenteng seekor kucing. Apa iya? Walau setengah tak percaya, tapi rasanya foto tua ini cukuplah menjadi bukti. Itu saya dan adik perempuan saya. Saya empat tahun. Adik saya dua tahun dibawah saya.
Pengaruh siapa? Sepertinya datang dari ayah saya. Ibu saya jelas-jelas tidak suka binatang. Seingat saya, sejak kami kecil dulu, selalu ada satu atau dua hewan peliharaan di rumah mungil kami. Tidak hanya kucing. Kadang-kadang anjing, angsa, landak, ayam, ikan, burung, dan pernah seekor kambing. :p
Kebiasaan ayah yang satu ini seiring pula dengan kebiasaannya membeli segala jenis buah. Mangga, rambutan atau jambu. Ya, tergantung musim sih. Maka dari itu jangan heran kalau saya ini pemakan segala buah.
Saya ingat, kalau pulang dari suatu tempat, ia pasti membawa oleh-oleh. Bahkan hingga kini pun, jika saya sedang pulang ke rumah, ayah tak pernah segan untuk mengupas mangga dan menyuruh saya menghabiskannya.
Kebiasaan membawa oleh-oleh ini juga ada kaitannya dengan buku. Saya cinta akan buku juga tak lepas dari pengaruhnya. Walau gajinya pas-pasan. Saya boleh kok beli komik yang saya suka. Sementara ibu akan mengomel karena menurutnya membeli buku sama dengan pemborosan.
Preman Pippy
Diantara hiruk-pikuk suami saya yang bangun kesiangan, status kucing-kucing di rumah ini selalu sama. (yaitu) Siap dipanggil untuk makan pagi. Padahal what to do saya setiap pagi cukup banyak. Seperti :
mencuci piring bekas semalam, membuka semua pintu dan jendela, mematikan lampu teras, membuka kunci pintu pagar, merapikan tempat tidur, menyapu lantai lalu menyiapkan kaos kaki, dompet dan HP untuk suami. Dan puncaknya tentu menyiapkan sarapan pagi. Tentu sarapan untuk suami tercinta.
Nah, jika ia sudah rapi jali, saya akan duduk disampingnya dan menemaninya sarapan. Namun seringkali saya –yang merasa dirinya super women ini - selalu merasa bisa untuk melakukan banyak hal dalam satu waktu. Termasuk menyiapkan sarapan untuk keempat kucing ini. Padahal suami saya lebih suka jika saya memberi makan setelah ia berangkat ke kantor.
Bukannya apa-apa, tapi dia tak ingin konsentrasi saya terpecah. Padahal, saya tahu, dia cemburu karena perhatian saya tak hanya untuk dirinya seorang. tapi kan .. cinta saya hanyalah untuknya seorang. *rayuan pulau kelapa mode on*
Walau sering diprotes, tetap saja saya lakukan. Alasan saya hanya satu, saya tak ingin sarapan kami yang romantis ini terganggu hanya karena tatapan sendu dari keempat ekor kucing yang rapi berbaris di dekat kami.
Lalu suami saya mendengus tanda sebal.
Tapi hari ini, karena saya pun bangun kesiangan, saya tak sempat menyiapkan makanan untuk si meong. Saya masih berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi kami. Namun mereka tak pernah patah semangat. Selalu setia menanti panggilan merdu yang menyuruhnya untuk sarapan.
Semua ada di dapur. Pippy ada di dekat karung beras, tidur-tidur ayam karena mengantuk. si Malih tergopoh-gopoh datang karena baru selesai main di taman depan. Si Tiri –ini si kucing kecil, warga baru penghuni rumah ini- membunuh waktu dengan mandi kucing di dekat lemari. Tapi Koko mengeong dan mengemis tanda tak sabar. Mengikuti saya kemanapun saya pergi. Padahal saya sibuk luar biasa.
Lalu tiba-tiba terdengar suara mendesis tanda marah. Dan disambung dengan rintihan kecil menyayat hati. memilukan sekali. Saya langsung menoleh dan……
“Pippppppyyyyyyyy!!!!!!” jerit saya gemas.
Demi melihat Pippy yang baru saja menampol si kecil Tiri. Tiri tak berani untuk lari. Matanya setengah terpejam. Wajahnya pucat pasi. Tubuhnya terpaku di lantai, terlentang dengan keempat kaki menghadap ke atas.
Dan saya hampiri Pippy.
Saya sentil telinganya.
BTR, 25 November 2011 (hari yang mendung dan berangin)
Monday, November 21, 2011
overland to atjeh (bagian 1)
Friday, November 18, 2011
kalau si meong pergi arisan
Mereka ikut arisan? Yup!.. betul sekali.
Sepertinya mereka tahu jadwal saya setiap bulannya. Kalau saya sudah berpakaian rapi lalu sibuk mengunci pintu depan. Maka dari segala arah, tahu-tahu mereka sudah nongol dan datang menghampiri saya.
Ada yang baru bangun dan kepalanya muncul dari pintu kucing. Ada yang sedang main di rumah tetangga lalu berlari kencang mendekati saya. Ada yang sedang bengong di depan pohon, lalu menoleh dan menyapa saya. Semua hadir lengkap.
Maka, berjalanlah saya menuju rumah tetangga di blok belakang. Dengan pasukan kecil yang berbaris rapi di belakang. Ah.. sebenarnya sih nggak rapi-rapi amat. Pippy masih dengan setia berlari-lari kecil di samping saya. Tapi Malih, dia lebih suka mengendap-endap diantara semak-semak. Mungkin baginya, ini perang gerilya. Jadi harus lebih hati-hati. Apalagi kalau ada anak-anak tetangga yang selalu menjerit dengan histeris begitu melihat malih. “ada kucing anggora! Kucing angora!” jerit mereka dengan nada tujuh oktaf. Duh .. ! berisik banget!
Nah, bagaimana dengan Koko? Kucing manja ini lebih sering tertinggal jauh di belakang. Terlalu banyak ritualnya sih. Tiap rumah, pasti mampir. Dan seluruh halamannya akan di endus-endus bak anjing penjaga. Lalu begitu sadar sudah tertinggal jauh, dia akan mengeong-ngeong dengan pilunya. Minta dijemput! Uh! Dasar. Kalau sudah begini, ya terpaksa saya kembali untuk menjemputnya.
Lalu begitu saya tiba di rumah tetangga, sembari menyalami pemilik rumah dan ibu-ibu lain yang sudah datang. Ekor mata saya tetap dengan waspada selalu memantau keberadaan pasukan saya ini. Biasanya mereka akan menyibukkan diri sambil menunggu saya selesai arisan. Kalau sudah bosan, biasanya mereka akan tiduran di kolong mobil, di teras rumah –diantara pot bunga - atau ikut masuk ke dalam rumah dan ngumpet di kolong kursi.
Pernah dulu, waktu masih ada si Joni, ada kejadian yang cukup menghebohkan. Bayangkan saja, ketika kami semua sedang duduk dengan tegang serius menghadapi gelas berisi gulungan kertas menunggu pengumuman siapa yang menang arisan. Tahu-tahu si Joni dengan santainya melenggang di tengah ruangan diantara kami semua. Dia ingin menyelidiki isi rumah tetangga saya rupanya. Aduuuh Joniiiiii…!!!
Kalau sudah begini, saya yang rajin minta maaf kesana kemari. Karena tak semua ibu-ibu suka dengan kucing. Dan tak semua anak-anak –yang biasa ikut ibunya pergi arisan- berani memegang kucing. Untungnya mereka cukup maklum dengan keadaan saya ini. Saya gitu lho. Kalau yang lain datang arisan dengan anak-anak mereka. Saya pasti datang dengan pasukan kucing saya. Sudah satu paket.
Apakah acara arisan saya sukses sesudahnya? Tidak juga. Perjalanan pulang saya kadang-kadang tak semulus yang saya harapkan. Pernah waktu itu saya agak lengah. Karena sedang asyik pulang sambil mengobrol dengan ibu-ibu lainnya. Saya tak menghitung lagi berapa jumlah pasukan saya. Saya pikir sih. Kalau sudah bosan main, mereka pasti pulang dengan sendirinya. Mereka hapal kok jalan pulang.
Nah, begitu waktu makan malam mereka tiba, saya kehilangan Pippy. Koko ada, Malih Ada. Tapi Pippy?
Lalu saya ingat. Pippy tadi ikut arisan. Oh, pasti dia mengira saya masih ada disana. Dan benar saja, Pippy masih setia menunggu saya di bawah kolong mobil tetangga dan mengeong tanda gembira, begitu tahu saya datang menjemputnya. Duh.. maaf ya Pips!
celengan kambing
Kemarin sore ibu RT mampir ke rumah. Ahaha.. tumben. Padahal rumah kami cukup jauh lho, ada di blok belakang yang masih sunyi dan sepi. Dia datang sambil membawa celengan.
“Bu joko sudah tahu?” katanya sambil menyodorkan celengan plastik berwarna merah. Lho, kok balik bertanya. Ya jelas saya belum tahu.
“ini hasil rapat bapak-bapak minggu lalu. “ Ya. Saya ingat. Undangannya ada waktu itu. Tapi suami saya nggak dateng itulah sebabnya mengapa saya bengong di hadapan celengan itu.
Sambil tersenyum bu RT menjelaskan. “ini celengan untuk sumbangan mesjid” dan setiap rumah masing-masing akan mendapat satu. Ngisinya sih sukarela saja. Dari recehan uang belanja, uang jajan atau uang ojek, tabunglah disini. Nanti tiap bulan, ada orang yang datang untuk mengumpulkan isi celengan.
Oh.. pantas saja. Kenapa pula perut celengan ini sudah disilet sepanjang 20 cm. Lubang itu untuk mengeluarkan isi perut celengan. Haha.. idenya keren juga. Saya seperti diingatkan karena seharusnya saya yang rajin mampir ke mesjid. Tapi ini, malah ‘mesjid’nya yang datang menghampiri saya.
Saya jadi malu.
Nah, sekarang celengannya ada di atas tv di ruang tamu. Agar selalu dilihat dan rajin diisi. Berjajar rapi dengan toples isi permen karet dan celengan ayam untuk tabungan kambing. Kok? Ada tabungan kambing? Hehehe.. iya. Itu untuk beli kambing. Mudah-mudahan Idul Adha tahun depan, kami sudah bisa beli seekor kambing.
BTR, hari yang superpanas. 18 November 2011, 14.13 wib (oiya, buat yang penasaran melihat foto diatas, satu toples permen karet, isinya 125 butir, harganya Rp 23,000. Belinya pas belanja bulanan di warung grosir deket rumah)
Thursday, November 17, 2011
Danau Lut Tawar : ada danau di dataran tinggi Gayo
Wednesday, November 16, 2011
yang tak terucap di beutong ateuh
Tuesday, November 15, 2011
ow..ow..Koko ketahuan!
Awalnya saya tak pernah menaruh curiga kenapa pintu kulkas selalu terbuka lebar. “Ah.. pasti lupa lagi” siapa lagi kalau bukan suami saya. Sifat yang satu itu memang sudah keterlaluan deh. Mulai dari lupa nyimpen dompet, kunci motor hingga sarung tangan. Tapi sampai lupa menutup pintu kulkas. Aduuuuh…!
Dan awalnya saya tak pernah ambil pusing jika si Asih –ini orang yang biasanya saya minta untuk memberi makan kucing kalau kami sedang pergi jauh- melapor jika ia lupa menutup wadah tempat ikan. Dan sebagai akibatnya, seluruh persediaan ikan cue, ludes seketika. Ya sutra lah ya. Mau dibilang apa. Walau saya harus merongok kocek lebih dalam lagi. Apa lagi, ya tentu saja, untuk beli ikan lagi.
Saya beli ikan cue setiap lima hari sekali. Dan sekali beli biasanya sekaligus sepuluh keranjang. Bagi yang belum tahu, ikan cue itu adalah ikan laut (salem/layang) yang dimasak dengan cara dipindang/ diasap dan dikemas dalam anyaman keranjang bambu berbentuk persegi panjang. Isi dalam satu keranjang cukup bervariasi. Bisa satu, dua atau tiga ekor ikan. Harganya juga bervariasi. Untuk saat ini harganya sekitar Rp 3,000-3500/keranjang.
Lalu, ikan cue persediaan mereka ini saya simpan dalam kulkas. Agar lebih awet tentunya. Apalagi kalau masa-masa paceklik.
Biasanya pas musim libur lebaran yang para pedagangnya mudik semua.
Atau ketika kami –saya dan suami- pergi jauh berhari-hari. Maka, stock management ikan cue harus diperhitungkan seketat mungkin.
BIasanya saya beli lebih dari 10 keranjang. Dan sebagian besar, langsung masuk freezer untuk dibekukan.
Tapi kemudian kejadian seperti ini terulang lagi. Waktu itu, saya sedang keluar kota untuk sehari dua hari. Jadi, saya titipkan saja kucing-kucing di rumah pada suami tercinta. Untuk memberi makan mereka pagi sebelum berangkat ke kantor dan malam ketika dia pulang ke rumah.
“Hany.. si mpus lagi pesta pora tuh”
“WHAT?”
“itu, wadah ikannya dibongkar mpus”
“Kok bisa?”
“Kayaknya saya lupa nyimpen wadahnya ke dalam kulkas”
“Appppaaaaahhhh?”
*mata melotot, jantung rasanya mau copot dan zoom in zoom out ala sinetron* dan saya pingsan dengan suksesnya.
Dan edisi pintu kulkas ini terus terjadi. Sampai ingin rasanya saya ganjal dengan galon air. Dan membuat pengumuman agar tidak lupa untuk menutup pintu kulkas. Tapi saya tidak pernah mengaitkan kejadian pintu kulkas ini dengan kucing-kucing penghuni rumah ini.
Hingga suatu hari dengan mata kepala sendiri, saya saksikan si Koko. Menyelipkan kedua cakarmiaunya ke celah pintu dan dengan gerakan yang konsisten, bergantian seperti menggaruk-garuk pintu. Dan voila! Terbukalah pintunya.
Ow..ow.. Koko ketahuan!!!
BTR, 09.51, 15 November 2011 (yang lagi diomongin, sedang maen ke blok belakang)