Semua menoleh kepada Ika. Kamera analognya sedang melakukan ritual rutin. Menggulung film secara otomatis begitu sudah mencapai nomor 36.Serentak kami semua terkekeh geli.
Sementara itu matahari kembali tertutup awan. Yanto murung mengingat gagal usahanya. Hanya mendapat satu frame akibat butuh waktu untukmenukar lensa kameranya dengan lensa pinjaman *milik Kris* Semuamenepuk-nepuk pundak Yanto. Turut berduka cita.
Hingga jam setengah tujuh malem, kami masih setia menanti. Tapi apadaya. Emang cuaca nggak bisa di prediksi. Begitulah, kami para sunsethunter berjalan lunglai, beriringan kembali ke tenda.
“Besok pagiiii!!! Jangan lupa! Para paparazzi. Kita berkumpul lagi.Sunriseeee!.. Sunriseeee!!! Jam 5 subuh udah stand by! Okeh ??!!!”kataku mengingatkan.
Jam 10 malam. Barbeque time!!!
Sudah pada rapi jali. Udah makan malem. Udah kenalan sama tetangga, yang lagi rame ngegitar dan nyanyi lagu-lagu top forty. Angin menderu-deru datang dari kawah di lembah.
*jadi kepikiran, orang yang pada ngecamp dikawah. Lebih dingin lagi kali ya?*Sedang kami berdelapan, duduk menunggu jatah. Kris sedang membuat dendeng panggang di atas api unggun *kayu bakar, di sumbang sama tetangga sebelah*
Sementara Yanto, yang rencananya mau bikin buku kumpulan puisi, sibuk mencatat semua kata-kata mutiara yang kami lontarkan di sela-sela obrolan dan kunyahan dendeng panggang kami.
“bunga mawar bunga melati”
“terus?”
“buah mangga buah kedondong”
“terus?”
“kagak nyambung dong!”
"enak juga ya dendeng-nya?"
"????!!!"
“Cateeeeeet!”
Sesekali aku masih melihat kerlip lampu dari dusun di bawah sana. Juga senter yang disorotkan dari temen-temen yang ngecamp di kawah.
Bulan cukup terang. Kerlip bintang menemaninya. Sementara angin, terus menerus naik dan berputar disini.
Ngantuk!
Heri sudah menghilang dari tadi, alasannya Cuma satu :
“angin kan lagi gede. Biar tenda nggak terbang kebawa angin, makanyaharus dikasih beban. Yaaa…badan gue!”
*huuuuu…..bisa aja cari alasan*
Satu persatu mulai undur diri ke dalam tenda. Istirahat dulu.
Minggu, 23 Januari 2005Jam ½ 6 subuh
“Ries! Bangun!” Ida yang tidur di sebelah sudah menepuk-nepuk lututku.
“Katanya mau nunggu sunrise?”
“hah? Angin gede begini?“
jawabku setengah mengantuk. Angin cukup kencang. Menampar-nampar tenda. Mengguncang tenda. Untung terpasak cukup kuat. Kalo enggak, udah terbang tuh! Serem juga sih. Didalem tenda aja kayak gini. Apalagi diluar.
“liat aja dulu.” Kata Ida.
Melihat jam. Udah jam setengah enam pagi. Wah, kalo mau ngejar sunrise,udah kesiangan nih. Mengintip keluar, uh ..kabut!!! Ida kami utus untuk keluar. He..he.. perwakilan.
Mengingat kondisi alam seperti ini. Jangan harap deh bisa lihat matahari. Tunggu punya tunggu, Ida rupanya nyangkut di tenda tetangga yang udah masak air dan minum teh. Aku dan Ika pelan-pelan keluar dari sleeping bag. Shalat subuh.
Kemudian Ika menyiapkan trangia. Kami sarapan dulu deh.Begitu keluar tenda. Kenalan dulu dengan Iyat, Rudy dan Agus. (tigatemen Faisal yang beryuhuuu yuhuuu itu lho. Masih inget kan?) Mengamati Kris yang sedang memasak. Sementara Faisal dan Yanto terengah-engah*koreksi : Yanto yang terengah-engah itu ..* membawa beberapa botol agua berisi air.
“ambil air? Dari mana?” tanyaku.
*sambil membungkuk menarik nafas, Yanto berkata
“ kira-kira 100 meterdari sini turun. Ada cerukan berisi air. Ada 2 selang kecil. Air diambildari selang tsb.”
Penasaran. Pengen liat. Dianter Faisal, Rudi, Agus dan Iyat.*rombongan!!* aku, Ika dan Ida turun. Jalur turun ada disisi selatan.Turun beberapa puluh meter. Nggak sampe 3 menit. Sumber air ada di sisi kanan jalur. Persis seperti yang digambarkan Yanto.
Sambil menunggu giliran. Ida pergi untuk ritual pagi. Faisal ngobrol sejenak dengan trio Iyat, Rudi dan Agus. *Catch up! menyamakan persepsi*
Iyat : “ini pertama kalinya saya lewat jalur tengah itu” *catatan :merambah tebing di sisi timur kawah* (Agus dan Rudi cuma nyengir)
Iyat : “ ketemu cewek. Di tinggalin ama temennya. Bener-bener deh.”
*maksudnya keterlaluan gitu*
“yaa.. terpaksa. Saya temenin dulu” (Agusdan Rudi tersipu malu)
Faisal : “ Oh ..jadi gara-gara nungguin cewek itu. Lo sendiri jadinyaninggalin temen loe?” (Agus dan Rudi lagi-lagi tersipu malu, catatan :ditinggal Iyat di jalan)
Sementara aku menatap takjub pada sumber air itu. Persis ada diantara akar kayu. Membentuk suatu ceruk kecil. Saking kreatifnya, anak-anak disini membuat dua selang kecil.
Sempet ngobrol dengan pendaki yang ada disana. Katanya kalo musim kemarau, air tetap mengalir. Cuma karena sumbernya resapan hujan dan dari akar pohon, jam 6 pagi nampung air jam 9 pagi baru terisi satu botol kecil aqua.
Setengah jam kemudian balik lagi ke markas besar. Rada ringan nih!Kayaknya ilmu meringankan tubuhnya sudah tinggi *jelasss.. nggak pakebeban*Suasana di markas sudah jauh lebih ceria. Masakan sudah jadi. Nasi plus goreng dendeng dan ketan goreng *hasil jarahan dari kos-nya Faisal*olahan brother Kris memang lezat. Ditambah pepsi blue milik Faisal dan rujak mangga yang diracik oleh Ida.
Kami semua ber toast!!!
Sementara tetanggga kiri kanan sudah bersiap dan pamit hendak turun.Kami masih berkutat dengan acara foto-foto *agaiiiiinnn!!!* Ika masih membuat pas foto kami masing-masing di puncak.
Jam 10 pagi
Kami sudah siap packing. Tenda sudah dibongkar, sampah sudah dikumpulkan. Sudah dandan. Dan bersiap turun. Thanks God! Buatperjalanan yang seru dan indah ini.
Tamat
Serpong, 3 Februari 2005
dibuang sayang :
Priiiittt!!
Lagi-lagi suara sempritan Ika.
“kagak liat apa’ kita lagi ngapain?” tanya Kris.
(catatan : dalamperjalanan turun. keril 85 liter. Berusaha turun. Tangan meraba-rabamencari pegangan. Kaki menggapai mencari pijakan.)
“iyaa.. emang kita lagi ngapain?” tanyaku kemudian. (catatan : kakimenginjak batu, salah posisi. Juga Mengapai-gapai mencari pijakan.Memindahkan kaki.)
catatan :
§ Tiket masuk terminal luar kota Kp. Rambutan @ Rp 200
§ Tiket bis Kp. Rambutan – Merak : @ AC (Rp 15.000) AC 2 – 3 (Rp12.000) non AC (Rp 10.000)
§ L-300 Terminal Serang – Gorda @ Rp 2.000
§ Toilet di terminal (Serang dan Kp. Rambutan) @ Rp 1.000
§ Carter angkot dari Gorda ke Cilentung total Rp 120.000
§ Ojek dari ds. Cilentung s.d entry pendakian @ Rp 2000
§ Tiket masuk gn. Pulosari @ Ro. 1500
§ Carter angkot dari Cilentung ke Terminal Serang Rp 80.000
§ Sarapan + kopi di Cilentung (untuk 8 orang) total Rp 14.500
§ Nasi bungkus+telor ceplok+garem+cabe (untuk 8 orang) total Rp15.000
§ Pisang goreng di Curug Putri @ Rp 500
§ Kopi di curug putri @ Rp 2000
§ Angkot dari terminal Serang jurusan Labuan; turun di Mengger @Rp 5.000
§ Angkot dari Mengger ke Desa Cilentung @ Rp 4.000 s.d. 5.000Kalo dari terminal serang, naek angkot jurusan labuan. Turun di Mengger.(ongkos @ Rp. 5000) Terus ganti angkot yang ke arah cilentung (ongkosRp. 4000 s.d Rp 5000) di ds. Cilentung menuju entry pendakian bisalanjut pake ojek (ongkos @ Rp 2000) atau jalan kaki (kl. 15 menit) danbayar retribusi pendakian ke pulosari @ Rp 1500
Info pos :
cilentung (+- 150 m dpl) - curug putri 1 s.d 1,5 jam
curug putri - kawah 1 s.d 1,5 jam
kawah - puncak bayangan1 s.d 1,5 jam
puncak bayangan - puncak 15 menit
Info jalur :
Cilentung - curug putri : entry point di sebelah warung, ada papanpenunjuk arah; jalur cukup landai, kebun penduduk; sebelum curug akanbertemu dengan pondok, ada parit di sisi kiri, lewati aja
Curug putri - kawah : di curug ada pondok, jalur ke puncak ada di depanpondok, melewati parit. jalur cukup landai, sesekali tanjakan, kebundan sawah tadah hujan; bisa buat ngecamp,
Jalur dari kawah menujupuncak, ada di sebelah kanan kawah (arah selatan); jalur terjal, batu,akar dan tanah licin. vegetasi rapatKawah - puncak bayangan : puncak bayangan berupa dataran sempit, openarea. Selanjutnya ada percabangan dan batu penanda km. Belok ke kiri; ;jalur terjal, batu, akar dan tanah licin. vegetasi rapat
Puncak : bisa buat ngecamp, berupa dataran sempit memanjang arah utaraselatan; beberapa pohon dan semak ; ada menara sensor dan pemancar gempaInfo sumber air:Di curug :banyak!!!di kawah:ada aliran air. Kecil; di sisi kanan kawah, rasanya sedikitasam Di puncak : ada di sisi selatan. Turun kl 50 meteran. Ke arah jalurSeketi.; sumber air berupa cerukan sebesar 50 x 50 cm; dibawah pohon,berupa resapan air. Tidak disarankan bila musim kemarau.
PULOSARI - BANTENGEOLOGYThe Quaternary G.Pulosari volcano lies 15 km south of the caldera atDanau Danu, NW Java Island, and about 120 km west of Jakarta. G.Pulosariis one of four volcanoes which erupted after the caldera collapse atDanau Danu and from their morphologies only G.Karang had youngervolcanic activity. Refer also to the geology sections in the Danau Danuand G.Karang prospects.A solfatara filed occurs in the summit crater of G. Pulosari and thesteam is escaping in this area at temperatures up to 121°C. A smallamount of sulphur is being sublimated. Low flow, acid springs are alsopresent with temperatures of 93 - 95 °C. However one spring in thiscrater is 25°C. An increase in activity at the crater was reported in1939 when the maximum temperature found was 93°C. Slightly acid, warmsprings (51°C maximum) emerge from the NW and SW fluks of the volcano.NW-SE and NE-SW structural trends are again dominant at Pulosari as theyare in the adjacent Danau Danu and G. Karang prospect. The summit craterand solfatara field are situated close to the intersection of faultswith the above trends. The springs to the NW lie on a NW-SE fault, andthe summit and SW springs are aligned parallel to the NE-SW trendingfaults.The geological evidence suggests that a geothermal resource of limitedpotential exists in this area. It appears to be associated with theandesitic volcanism at G. Pulosari.GEOCHEMISTRYThe region labelled the Banten geothermal area covers an approximatearea of 1200 km2. Three major topographic features dominate it :G.Pulosari to the south, G.Karang to the NE of G.Pulosari, and the DanauDanu lake to the north of both of these features. The lake lies within acaldera in the G.Gurang complex of altered ground. Groups of geothermalfeatures appear to be associated with each topographic feature.Close to the summit of G.Pulosari (1045 m.a.s.l.) there are two hotsprings and one cold spring, containing steam heated and/or local groundwaters. A steam vent with vapour at 121°C is also present. To thesouth-west of G.Pulosari (on its lower slopes) lie the Kadupaiongsulphate-bicarbonate springs which are possibly a mixture of an outflowfrom the Pulosari system with local ground water. The springs at highand low altitude are all of low flow (<0.5 kg/s).Only one full spring analysis is available on the Kadupaiong springs andestimates of the prospect potential are unreliable even thoughtemperatures are probably high. This prospect may have a small tomoderate power potential.GEOPHYSICSA considerable amount of geophysical exploration has been carried out inthe Banten area. This is partly due to the lack of clear surfaceevidence of a geothermal reservoir at depth, and broad areas of very lowresistivity which cannot be obviously related to the existing thermalmanifestations. Three phases of M.T. surveying have been carried ouit :BEICIP (1979), GEOCO (1983) and GEOCO (1986). The last survey is stillbeing interpreted. Various Schlumberger resistivity surveys have alsobeen made, the last of which are still being interpreted at the time ofwriting. A gravity survey is also still being interpreted.The earlier exploration work was concentrated in the south of theprospect, around G.Pulosari, which has the hottest thermal features(120°C fumarole in its crater), and on the southern flanks of G.Karang(80-94°C solfatara near its summit and 60°C springs at Citaman about 7km further south). As a result of this work, a deep well, BTN-1, wasdrilled about 5 km south of the summit of G.Karang. The total depth was2.3 km, and the maximum temperature was at the well bottom, with aninferred temperature of around 140°C. A stable temperature profile(since drilling) has not yet been measured.Subsequent exploration has concentrated on the northern flanks ofG.Pulosari and G.Karang, and in the vicinity of the caldera Danau-Danu,and G.Merek further north. There are several locations of warm-hotsprings (max. temp. 60°C) in this area, some with flows of up to 20kg/s.Because the geophysical interpretation of this northern area is not yetcompleted, a preliminary interpretation using only the 1983 and 1986GEOCO M.T. data has been made for this evaluation. The results for thetwo surveys were combined by compiling an apparent resistivity map fromthe T=3 second data. The combination of the two M.T. surveys isessential so that the results of the well can assist interpretation ofthe whole exploration area.A feature of the apparent resistivity map is the very low resistivity ofover large areas. There are broad anomalies with an apparent resistivityless than 2 ohm-m on the southern flank of G.Pulosari (>50 km2), aroundthe west of D.Danu (>75 km2) and north of G.Karang (possibly >50 km2).In all 3 areas, the low resistivity anomalies appear to extend beyondthe edge of the survey data. It seems most unlikely that such largeareas of uniformly low resistivity are due to hot, conductive fluid.Tertiary sediments are known to underlie the volcanics in this area, andin the BEICIP geological report a theoretical vertical section, whichsuggests marls should be common below about 1 km depth, implies lowresistivity. South of Pulosari these sediments apparently outcrop.In the deep well BTN-1, the dominant lithology was simply logged asargillic-altered, andesite and tuff breccia. The 3-second apparentresistivity in the vicinity of this well is 3-5 ohm-m. Since thetemperature below 1 km depth is of the order of 100°C, and the chloridelevel measured in the drilling fluid was the order of 1000 ppm, the lowresistivity is probably a consequence of all 3 factors (elevatedtemperature, pore fluid conductivity and matrix conductivity). Ratherthan indicating higher temperature or more conductive pore fluid, thebroad areas of even lower resistivity (1-3 ohm-m) are probably caused byan increased clay content in the rock (because of the absence of activethermal features here suggests the low resistivity does not have athermal origin). Whether the increased clay content reflects a change inrock type (i.e. sediment) or increased alteration, cannot be ascertainedfrom the available data.In the vicinity of D.Danu, the thermal springs of Batukuwung, Cipirut,Citasuk, Citiis, Jumpari, and Jumungkal are all in areas of slightlyincreased resistivity (2-10 ohm-m). Similarly the fossil alterationzones at Wangun and Garung are also in areas of increased apparentresistivity (3 and 10-15 ohm-m respectively). The case of G.Garung, verylow resistivities occur at short periods (0.1 s) which are consistentwith a shallow, localised zone of alteration. D.Danu caldera has astrong gravity expression (amplitude maximum of -15 mgal). Many of thethermal features in the area are situated in the region of steep gravityaround the flanks of the caldera.A consensus based on all the M.T. data, the results of BTN-1, and thetype of thermal activity in the area suggests that no large, hightemperature reservoirs are present. Local, high temperature zones may bepresent beneath the summit areas of G.Karang and G.Pulosari. Few, if anyof the springs in the Banten area are now precipitating silica; thesprings are predominantly bicarbonate in character, and judging from thefossil of solfataras, and an old sinter sheet in the vicinity of Wangun,thermal activity was much more intense in the past. The broad areas oflow resistivity, presumably due to rock with a high clay content, meansthat the resistivity method is not very sensitive to lateral temperaturevariations at depth in this area. Both active solfatara areas arerelatively inaccessible, and neither appears to have a major outflow.There may be a minor outflow from G.Karang beneath its eastern flank.There was probably once a very active geothermal system in theBatukuwung-Wangun area, but there is little evidence to indicate whetheror not high temperatures still exist at depth. The local gravity high(~10 mgal) which extends west from the zone of thermal activity nearBatukuwung could be a consequence of densification as a result of thepast outflow of thermal fluids. The available data does not appear tosupport a further deep well in this area. However if there is a highdemand for electricity generation in the Banten area, then anintermediate depth well could be considered. This will have a higherthan normal risk of failure, and if acceptable, the well should eitherbe located on top of, or on the east flanks of, G.Karang (around GEOCOM.T. station 137). The well should not be deeper than 1000 m, and shouldbe aimed at detecting a deep temperature gradient which may be able tobe extrapolated to greater depth.REFERENCESAlhamid,I., O.Razali,U., Pekar, L., 1975. Geophysical Report on Banten.Pertamina Report.BEICEP, 1979. Geothermal Study, Banten area. Report for Pertamina.Ganda, S.A., and Suroto, 1981. Pendugaan daerah prospek panasbumi daerahCitaman - Banten. Unpublished Report, Divisi Geotermal, Pertamina Pusat,Jakarta.GEOCO, 1983. Magnetotelluric Survey for geothermal exploration in GunungPulosari Area (West Java-Indonesia). Report for Pertamina.GEOCO, 1986. M.T. Study in preparation. Report for Pertamina.Idrus Alhamid, 1981 , Laporan Penyelidikan Panas-Bumi Survai TahananJenis daerah Citaman-Pulosari, Banten. Pertamina Report.Kyushu Electric Power Co.Inc., 1975. Reports on Banten GeothermalSurvey. Parts I, II. Report for Pertamina.Mulyadi, 1985. The geophysical Investigation of Banten Thermal Area,West Java. Proc. 7th N.Z. Geothermal Workshop, 1985.P.T.Geoservices, 1985. Pengamatan gempa mikro di daerah Pandeglang(Banten), Jawa Barat.Gunung Pulosari - Pusat Peradaban Masa Lalu BantenGUNUNG Pulosari telah lama dikenal. Dalam sejarah Banten dikatakan SunanGunung Jati dan Hasanuddin melakukan perjalanan dengan tujuan ke GunungPulosari yang menurut Sunan Gunung Jati merupakan wilayah BrahmanaKandali. Di atas gunung itu hidup delapan ratus ajar-ajar yang dipimpinPucuk Umun. Hasanuddin diberitakan konon tinggal bersama mereka selamasepuluh tahun lebih.Keberadaan Gunung Pulosari yang dipercaya sebagaisalah satu gunung keramat diperkirakan telah muncul jauh sebelumberdirinya Kerajaan Banten Girang yaitu kerajaan yang bercorakHindu/Buddha sebelum berdirinya Kesultanan Banten Islam. Berita-beritadari beberapa pakar kepurbakalaan seperti Pleyte mengisahkanSanghyangdengdek berdasarkan sumber cerita Ahmad Djayadiningrat padatahun 1913 dan NJ Krom dalam Rapporten van der Oudheikundingen Diens inNederlandsch Indie tahun 1914 menyatakan pula bahwa di seputar KabupatenPandeglang ada peninggalan arkeologi berupa arca nenek moyang. Salahsatu arca yang dimaksud adalah patung tipe polinesia di Tenjo(Sanghyangdengdek). Gambaran Gunung Pulosari sebagai gunung keramatdiperoleh pula dari keterangan Claude Guillot bahwa di DesaSanghyangdengdek, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang terdapatpemujaan lama yang menyandang nama dewa. Tempat pemujaan tersebut sudahlama dikenal berupa batu berdiri yang tingginya kira-kira satu meter danpuncaknya dipahat sederhana dan kasar berbentuk kepala, mata bulat,mulutnya hanya berupa goresan, telinganya dibuat hanya tipis sederhanadan hidung tidak nyata, lengan-lengan dan kelamin lelaki kelihatan pula,tetapi hampir tidak menonjol. Tidak hanya itu. Keberadaan GunungPulosari yang dikenal sebagai gunung keramat dapat dikatakan sebagaisalah satu pusat peradaban masa lalu di daerah Banten. Pernyataan initentunya didukung bukti-bukti peninggalannya. Kira-kira empat kilometerdari Sanghyangdengdek di atas bukit Kaduguling tepatnya di perbatasanDesa Sukasari dan Desa Bongkaslandeuh, Kecamatan Menes, KabupatenPandeglang terdapat kompleks megalitik berlanjut yang disebut BatuGoong-Citaman. Hasil penggambaran Direktorat Purbakala tahun 1999,tampak situs Batu Goong adalah punden berundak yang merekayasa bentukanalam. Bukit Kaduguling sebagai bukit tertinggi di seputar situs,posisinya tepat berada pada garis lurus ke Sanghyangdengdek berorientasike puncak Gunung Pulosari dibentuk pelataran-pelataran bertrap-trapmakin ke timur makin tinggi menjadikan bentuk memusat ke belakang. Ditempat tertinggi itulah ditempatkan Batu Goong bersama menhir. Menhirini berdiri di tengah-tengah sebagai pusat dikelilingi oleh batu-batuyang berbentuk gamelan seperti gong dan batu pelinggih. Formasi semacamini lazim disebut formasi "temu gelang". Di tempat lain dapatdiperbandingkan dengan peninggalan megalitik di Matesih, Jawa Tengah,dan di situs Pugungraharjo di Lampung Timur.***SITUS Batu Goong dilengkapi kolam megalitik berukuran cukup besar, yangdikenal dengan situs Cataman. Cataman berada di sebelah barat Batu Goongjaraknya kira-kira 450 m, dan posisinya berada lebih rendah. Berdasarkanhasil pendataan Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala Serang,menunjukkan dahulu situs Batu Goong dan Citaman merupakan satu kesatuan,satu kompleks budaya dan satu periode. Di Citaman terdapat batu-batuberlubang, batu datar, batu dakon dan batu bergore. Disamping itu disitus Batu Goong-Citaman ditemukan pecahan keramik, diantaranya keramikSung putih berasal dari akhir abad ke-10 M yang paling tua, dan keramikYuan dari abad ke-14 M yang lebih muda.***SATU hal menarik dan menjadi perhatian adalah bila ditarik garis lurusbarat-timur, antara Batu Goong dengan Sanghyangdengdek akan berakhir dipuncak Gunung Pulosari sebagai kiblat persembahan tempat roh nenekmoyang sekaligus menganggap Gunung Pulosari itu sendiri sebagai gunungkeramat. Anggapan ini tidak berlebihan mengingat Babad Banten yangmerupakan produk masa Islam masih menyebutkan Gunung Pulosari adalahgunung keramat. Berdasarkan penuturan Babad Banten kendatipun GunungKarang dan Gunung Haseupan juga banyak disebut-sebut tempat kegiatanasal mula pendukung/masyarakat Banten, namun Gunung Pulosari dinyatakanlebih penting ditinjau dari segi kekeramatannya. Hal ini mungkin karenaGunung Pulosari sejak zaman prasejarah ditunjuk sebagai gunung sucitempat para arwah leluhur. Pada tahun 1993 Ny Sawinah, penduduk DesaSukasari, pernah menemukan potongan kaki arca dari masa klasik disebelah barat situs Batu Goong. Hal ini berarti situs Batu Goong-Citamanmerupakan situs megalitik berkelanjutan. Peninggalan-peninggalan diseputar Gunung Pulosari jauh lebih lengkap, lebih banyak dan artefaknyadapat ditelusuri hingga ke masa klasik. Bahkan banyak sarjana kenamaantelah memiliki bukti awal yang menunjukkan di Gunung Pulosari pada abadke-7 atau ke-9 telah berdiri bangunan candi, khususnya dari agama Hindu.Data atau buktinya kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta berupakoleksi beberapa buah patung arca Hindu seperti arca Brahma, arca Siwa,arca Agastya, arca Ganesha, arca Durga, dan lapik arca dari GunungPulosari. Masih di seputar Gunung Pulosari, tepatnya di lerengselatannya, di Kampung Baturanjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanukditemukan sebuah dolmen. Dolmen di Baturanjang tergolong telah majukarena meja batunya telah dikerjakan secara halus. Dibandingkan dengandolmen-dolmen yang ditemukan di Sumatera bagian selatan, dolmenBaturanjang amat menarik karena terbuat dari batu andesit yang tergolongmaju. Dolmen dibuat secara halus dan permukaannya rata, disangga empatbatu dan dikerjakan sangat rapi dengan pahatan pelipit melingkar. Dibawahnya terdapat pondasi dari batu kali untuk menahan agar batupenyangga tidak terbenam ke dalam. Di sebelah timur dolmen terdapat batulumpang atau batu berlubang. Bentuk dolmen Baturanjang ini mengingatkanpada batu dolmen dari Sumba yang digunakan sebagai tempat penguburanraja-raja. Namun, secara pasti fungsi dolmen Baturanjang belum diketahuiapakah sebagai kuburan atau media pemujaan arwah leluhur, mengingatbelum pernah dilakukan penelitian dalam bentuk ekskavasi arkeologis.***MASIH di seputar Gunung Pulosari, di Kampung Cidaresi, Desa Palanyar,Kecamatan Cimanuk, ditemukan batu monolit megalitik yang ternyata batubergores. Bentuk goresannya sangat berlainan dari batu-batu bergores ditempat lain. Batu bergores Cidaresi berbentuk segi tiga dengan lubang ditengah-tengah sehingga menyerupai kemaluan wanita. Karena itu, penduduksetempat menamakannya "batu tumbung" yang berarti kemaluan wanita.Diduga batu Cidaresi ini menggambarkan simbol kesuburan, atau sebagailambang kesucian wanita. Demikian beberapa gambaran temuan kepurbakalaandi seputar Gunung Pulosari yang diduga sebagai salah satu pusatperadaban Banten pada masa lalu. Di era otonomi daerah dewasa inipeninggalan tersebut patut menjadi perhatian pemerintah daerah untuktetap melindunginya dan menjaga kelestariannya bahkan kemudian dapatdimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata budaya. (Juliadi, tenagateknis di Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Serang, Banten)