Kisah sebelumnya di: episode bus armada sayur
17.30 WIB Pos 1 Reco Kethek (1715 mdpl)
“Pos 1 !!!“ jerit Emma.
Entah kekuatan darimana, saya ngebut. Semakin mendekati pos, senyum saya semakin mengembang. Ini jauh lebih cepat dari perkiraan kami semula. Kami tidak berhenti lama disini hanya foto-foto sebentar –teteeeeeuppp!!! - lalu kami pun berlalu.
Shelternya ada disisi kiri jalur. Bentuknya mirip tenda pramuka, tapi yang ini terbuat dari kayu dan bambu. Lantainya dari tanah tanpa dinding. Atapnya terbuat dari anyaman bambu yang warnanya sudah menghitam karena hujan. Orang harus merunduk untuk masuk dan duduk di dalamnya.
Formasi barisan –dan ini berlaku hingga kami turun- Emma, Joan, saya, Suwasti dan Kris paling belakang. Saya perhatikan Joan dan Kris memang terlahir untuk jadi pendaki. Badan ceking, tinggi tapi tenaganya kuat. Kalau mau, mereka sudah melesat beberapa menit –ehm… maksud saya beberapa jam - jauh di depan.
Sedang saya, Emma dan Suwasti adalah tipe orang yang harus berjuang keras berlatih untuk menjaga stamina. Badan kami (cenderung) lebar kesamping, tapi sekseh.. hahaha…
Tapi kondisi saya sore itu tidak begitu bagus. Berkali-kali saya berhenti untuk mengelap keringat, minum dan mengatur nafas. Suwasti dan Kris dengan sabar menanti tak jauh dibelakang saya. Perlahan namun pasti kami bergerak terus. Hari mulai gelap. Tanpa diperintah, diam-diam kami mengeluarkan headlamp.
19.00 WIB Pos 2 Brakseng (1915 mdpl)
Jam tujuh malam di pos 2. Hari sudah gelap. Pepohonan tinggi diantara kami terlihat muram dan hitam. Baju saya sudah basah kuyup karena keringat. Lembab sekali disini. Gerah pula. Rasanya saya ingin sekali menendang kerir celaka ini menggelar tenda, mengganti pakaian, makan dan langsung merebahkan tubuh. Batas ketabahan saya habis sudah.
Jadi saya tanya mereka satu persatu.
“Mau terus sampe pos 3 atau kita berhenti dan nginap malam ini?”
Emma bilang dia masih kuat untuk terus ke pos 3 tapi kalau mau ngecamp di sini juga nggak apa-apa. Dia nyengir sambil berharap kami ngecamp saja. Begitu juga Suwasti. Joan apalagi. Hhh.. diplomatis sekali
“Kris?”
“Sudah malem. Lebih baik kita ngecamp disini.”
Dan kini mereka semua memandang saya.
“Saya capek sekali.” Sahut saya sambil nyengir.
“Kita ngecamp aja ya?” memang itu cita-cita saya dari pos 1 tadi.
Lagipula saya nggak suka jalan di waktu malam hari. Bukankah lebih baik segera istirahat memulihkan tubuh. Besok sih lanjut lagi, masih sekitar 1000 meteran lagi kami naik. Wadau.. masih jauh !!
Maka kami membongkar bawaan masing-masing. Shelternya serupa seperti pos 1. Hanya letaknya ada di sebelah kanan jalur. Di depan shelter ini ada tempat yang sudah dibuka pendaki sebelumnya. Walau tanahnya tidak begitu rata dan berkali-kali tangan saya tersengat jelatang waktu mendirikan tenda tapi tempatnya cukup untuk membangun 2 tenda.
Malam itu terang bulan, tapi saya ingin segera tidur. Setelah makan nasi dan lauk yang tadi pagi kami beli, saya menyelusup masuk ke dalam sleeping bag hangat saya. Sayup-sayup masih terdengar Joan dan Emma ngobrol di depan pintu tenda. Tak lama kemudian mereka pun menyusul saya.
Sabtu 27 Februari 2010 jam 06.10 pagi
“Kalau tau begini. Gue nggak akan bawa banyak logistik” protes Joan.
Kami bertiga –saya, emma dan Joan- dengan lugu duduk memperhatikan Kris dan Suwasti yang sedang membongkar logistik mereka. Ada tuna kaleng, cumi-cumi kering, sop sachet, buah-buahan dan rupa-rupa makanan siap saji lainnya. Nampak kontras sekali dengan kami yang hanya memegang bungkus mie instan dan kopi sachet. Manajemen logistik kami tidak sevariatif mereka.
Saya sih gengsi, lebih baik menyuap roti isi keju dan segelas kopi bekal kami. Tapi akhirnya mengikuti Emma juga menyerbu nasi goreng buatan Kris. Hahaha.. maksud hati sih pengen icip-icip aja. Tapi kok keterusan ya hingga licin tandas. Mungkin tadi Kris cuma basa-basi aja nawarin nasi gorengnya. Pasti dia nyesel deh. Maaf ya Bro..!!
Jam 08.45 pagi masih di pos 2.
“Siap ya!!!”
Sebelum beranjak dari pos 2, kamera saya dan Emma sudah kami tumpangkan di punggung kerir yang sekarang jadi tripod dadakan. Self timer-nya kami atur untuk 10 detik. Sambil membidik sasaran, kami saling berbagi, akan berdiri dimana nanti. Lalu kami berdoa semoga hari ini dimudahkan perjalannya. Dilancarkan dan selamat hingga tujuan.
Jalur dari pos 2 ke pos 3 jelas sekali. Sama sekali tidak ada percabangan. Hanya saja, jalurnya sudah mulai menanjak. Berganti-ganti sih. Dari landai hingga tanjakan.
Bukan tanjakan setinggi paha yang penuh akar pohon untuk berpegangan. Tapi tanjakan berikut lumutnya. Dan ilalang semak belukar dikanan kirinya. –kemudian juga baru saya sadari, saya tidak memakai baju lengan panjang. Begitu tiba di rumah, sudah baret-baret karena luka tergores ranting pohon, sigh!-
Tanjakannya mulai aduhai sekali. Tapi dibanding kemarin sore, pagi ini hati saya terasa ringan. Kami sudah mulai masuk hutan. Tidak begitu rapat dan masih banyak semak belukarnya. Dan langit terlihat biru diantara pucuk pepohonan.
Keren deh!
Jam 10.15 pagi pos 3 Cemoro Dowo (2215 mdpl)
Akhirnya kami tiba di pos 3. Kami mencatatkan sekitar 1,5 jam jarak tempuh dari pos 2 ke pos 3. Dan seingat saya, sepanjang perjalanan tadi ada dua tempat datar yang cukup luas seandainya kemalaman dan harus menggelar tenda.
Pos 3 ini berupa dataran. Pada sayap kiri dataran ini ada shelter sederhana dari kayu dan atap seng. Tanpa dinding. Tapi cukup jika pendaki ingin berteduh ketika hujan. Sedang di sayap kanannya berupa dataran yang dapat digunakan untuk istirahat atau membangun satu atau dua tenda.
Tidak begitu lama kami berhenti disini. Tidak sampai 15 menit. Yaaa.. cukuplah untuk melemaskan kaki, minum susu dan mengunyah buah *pemberian Suwasti*.
Kecepatan kami cukup imbang. Tidak terlalu lama berhenti dan konstan. Setelah mengisi perut, kami teruskan kembali perjalanan.
Emma dan Joan sudah beberapa puluh langkah di depan. Samar-samar saya mendengar suara orang. Kenapa begitu ramai ya?
Bersambuuuuuung…
-kemaren sore saya terima sms dari Joan.
From: Joan <+62856xxxxxxx)
14.03.2010 ; 16:26
Temans, dapat info dr bang Hendry HC kalo asep, mabk dwi, dan ari, yg sedang naik lawu lewat ceto, menemukan mayat perempuan pake rok di pos 3. Sudah dievakuasi penduduk, dan skrg mrk sudah turun, ga lanjutin pendakian….
17.30 WIB Pos 1 Reco Kethek (1715 mdpl)
“Pos 1 !!!“ jerit Emma.
Entah kekuatan darimana, saya ngebut. Semakin mendekati pos, senyum saya semakin mengembang. Ini jauh lebih cepat dari perkiraan kami semula. Kami tidak berhenti lama disini hanya foto-foto sebentar –teteeeeeuppp!!! - lalu kami pun berlalu.
Shelternya ada disisi kiri jalur. Bentuknya mirip tenda pramuka, tapi yang ini terbuat dari kayu dan bambu. Lantainya dari tanah tanpa dinding. Atapnya terbuat dari anyaman bambu yang warnanya sudah menghitam karena hujan. Orang harus merunduk untuk masuk dan duduk di dalamnya.
Formasi barisan –dan ini berlaku hingga kami turun- Emma, Joan, saya, Suwasti dan Kris paling belakang. Saya perhatikan Joan dan Kris memang terlahir untuk jadi pendaki. Badan ceking, tinggi tapi tenaganya kuat. Kalau mau, mereka sudah melesat beberapa menit –ehm… maksud saya beberapa jam - jauh di depan.
Sedang saya, Emma dan Suwasti adalah tipe orang yang harus berjuang keras berlatih untuk menjaga stamina. Badan kami (cenderung) lebar kesamping, tapi sekseh.. hahaha…
Tapi kondisi saya sore itu tidak begitu bagus. Berkali-kali saya berhenti untuk mengelap keringat, minum dan mengatur nafas. Suwasti dan Kris dengan sabar menanti tak jauh dibelakang saya. Perlahan namun pasti kami bergerak terus. Hari mulai gelap. Tanpa diperintah, diam-diam kami mengeluarkan headlamp.
19.00 WIB Pos 2 Brakseng (1915 mdpl)
Jam tujuh malam di pos 2. Hari sudah gelap. Pepohonan tinggi diantara kami terlihat muram dan hitam. Baju saya sudah basah kuyup karena keringat. Lembab sekali disini. Gerah pula. Rasanya saya ingin sekali menendang kerir celaka ini menggelar tenda, mengganti pakaian, makan dan langsung merebahkan tubuh. Batas ketabahan saya habis sudah.
Jadi saya tanya mereka satu persatu.
“Mau terus sampe pos 3 atau kita berhenti dan nginap malam ini?”
Emma bilang dia masih kuat untuk terus ke pos 3 tapi kalau mau ngecamp di sini juga nggak apa-apa. Dia nyengir sambil berharap kami ngecamp saja. Begitu juga Suwasti. Joan apalagi. Hhh.. diplomatis sekali
“Kris?”
“Sudah malem. Lebih baik kita ngecamp disini.”
Dan kini mereka semua memandang saya.
“Saya capek sekali.” Sahut saya sambil nyengir.
“Kita ngecamp aja ya?” memang itu cita-cita saya dari pos 1 tadi.
Lagipula saya nggak suka jalan di waktu malam hari. Bukankah lebih baik segera istirahat memulihkan tubuh. Besok sih lanjut lagi, masih sekitar 1000 meteran lagi kami naik. Wadau.. masih jauh !!
Maka kami membongkar bawaan masing-masing. Shelternya serupa seperti pos 1. Hanya letaknya ada di sebelah kanan jalur. Di depan shelter ini ada tempat yang sudah dibuka pendaki sebelumnya. Walau tanahnya tidak begitu rata dan berkali-kali tangan saya tersengat jelatang waktu mendirikan tenda tapi tempatnya cukup untuk membangun 2 tenda.
Malam itu terang bulan, tapi saya ingin segera tidur. Setelah makan nasi dan lauk yang tadi pagi kami beli, saya menyelusup masuk ke dalam sleeping bag hangat saya. Sayup-sayup masih terdengar Joan dan Emma ngobrol di depan pintu tenda. Tak lama kemudian mereka pun menyusul saya.
Sabtu 27 Februari 2010 jam 06.10 pagi
“Kalau tau begini. Gue nggak akan bawa banyak logistik” protes Joan.
Kami bertiga –saya, emma dan Joan- dengan lugu duduk memperhatikan Kris dan Suwasti yang sedang membongkar logistik mereka. Ada tuna kaleng, cumi-cumi kering, sop sachet, buah-buahan dan rupa-rupa makanan siap saji lainnya. Nampak kontras sekali dengan kami yang hanya memegang bungkus mie instan dan kopi sachet. Manajemen logistik kami tidak sevariatif mereka.
Saya sih gengsi, lebih baik menyuap roti isi keju dan segelas kopi bekal kami. Tapi akhirnya mengikuti Emma juga menyerbu nasi goreng buatan Kris. Hahaha.. maksud hati sih pengen icip-icip aja. Tapi kok keterusan ya hingga licin tandas. Mungkin tadi Kris cuma basa-basi aja nawarin nasi gorengnya. Pasti dia nyesel deh. Maaf ya Bro..!!
Jam 08.45 pagi masih di pos 2.
“Siap ya!!!”
Sebelum beranjak dari pos 2, kamera saya dan Emma sudah kami tumpangkan di punggung kerir yang sekarang jadi tripod dadakan. Self timer-nya kami atur untuk 10 detik. Sambil membidik sasaran, kami saling berbagi, akan berdiri dimana nanti. Lalu kami berdoa semoga hari ini dimudahkan perjalannya. Dilancarkan dan selamat hingga tujuan.
Jalur dari pos 2 ke pos 3 jelas sekali. Sama sekali tidak ada percabangan. Hanya saja, jalurnya sudah mulai menanjak. Berganti-ganti sih. Dari landai hingga tanjakan.
Bukan tanjakan setinggi paha yang penuh akar pohon untuk berpegangan. Tapi tanjakan berikut lumutnya. Dan ilalang semak belukar dikanan kirinya. –kemudian juga baru saya sadari, saya tidak memakai baju lengan panjang. Begitu tiba di rumah, sudah baret-baret karena luka tergores ranting pohon, sigh!-
Tanjakannya mulai aduhai sekali. Tapi dibanding kemarin sore, pagi ini hati saya terasa ringan. Kami sudah mulai masuk hutan. Tidak begitu rapat dan masih banyak semak belukarnya. Dan langit terlihat biru diantara pucuk pepohonan.
Keren deh!
Jam 10.15 pagi pos 3 Cemoro Dowo (2215 mdpl)
Akhirnya kami tiba di pos 3. Kami mencatatkan sekitar 1,5 jam jarak tempuh dari pos 2 ke pos 3. Dan seingat saya, sepanjang perjalanan tadi ada dua tempat datar yang cukup luas seandainya kemalaman dan harus menggelar tenda.
Pos 3 ini berupa dataran. Pada sayap kiri dataran ini ada shelter sederhana dari kayu dan atap seng. Tanpa dinding. Tapi cukup jika pendaki ingin berteduh ketika hujan. Sedang di sayap kanannya berupa dataran yang dapat digunakan untuk istirahat atau membangun satu atau dua tenda.
Tidak begitu lama kami berhenti disini. Tidak sampai 15 menit. Yaaa.. cukuplah untuk melemaskan kaki, minum susu dan mengunyah buah *pemberian Suwasti*.
Kecepatan kami cukup imbang. Tidak terlalu lama berhenti dan konstan. Setelah mengisi perut, kami teruskan kembali perjalanan.
Emma dan Joan sudah beberapa puluh langkah di depan. Samar-samar saya mendengar suara orang. Kenapa begitu ramai ya?
Bersambuuuuuung…
-kemaren sore saya terima sms dari Joan.
From: Joan <+62856xxxxxxx)
14.03.2010 ; 16:26
Temans, dapat info dr bang Hendry HC kalo asep, mabk dwi, dan ari, yg sedang naik lawu lewat ceto, menemukan mayat perempuan pake rok di pos 3. Sudah dievakuasi penduduk, dan skrg mrk sudah turun, ga lanjutin pendakian….
next :
15 comments:
ceritanya smakin menarikss...
*masih kaget sama info kejadian di pos 3 kemarin*
iya mak. aku juga. kalo dipikir lagi.. pos 3 memang serem ya... hiiii...
ngiri bacanya mbak......apa daya usia dan dengkul sudah tidak mendukung hehehe, sekarang saya malah seringan ditunjuk jadi turing guide untuk keluarga besar saya nih turingnya naek mobil hehehe
menunggu episode selanjutnya
fotonya menyenangkan selalu
Waah..buruan dong mba Aries..udah penasaran sama cerita selanjutnya..
..fyi..logistik kami biarpun sama tapi dibawa masing2 lohh..dan data logistik pun sudah di info by email..hehehehe... *klo besok2 balik lagi ke Lawu dan harus nginep di pos 3 mau gak?? *
namanya juga newbie mba'e .. .. :D
seperti ngga ada disana, begitu baca lalu bersambung.. jadi bertanya-tanya :ada apa ya selanjudnya .. .. :)
dari hongkong? :p
gpp mas Imam. Malah lebih asyik turing rame2 dengan keluarga.
makasih udah mampir mbak Wiek.
makasih mas Krisna.
keren, coba gw ikut ya Ries...*jiahhhh ...
hihihi...
Post a Comment