Pernah ngebayangin nggak, seperti apa sih kalian kalau hidup di masa dulu? Entah di jaman Majapahit, sewaktu perang kemerdekaan, tahun 65, atauuu pas jamannya flower generation di tahun 70-an?
Saya pernah, dan sering banget –saya punya imajinasi yang liar mengenai hal ini-
Apakah saya akan menjadi seorang ningrat sunda berdarah biru. Yang memakai kebaya, bersanggul, dan lemah lembut tutur katanya –tapi, nggak mungkin juga jika ngeliat silsilah keluarga, Meragukan deh J -
atau menjadi salah satu orang yang dibuang ke Digul? –mungkin saya pilih ke Banda aja J ngikutin bung Hatta-
ataukah saya akan menjadi seorang pejuang dengan senjata berikut barisan peluru terselempang di bahu kanan dan kiri? Yang bertugas mendampingi panglima besar Sudirman yang memilih hengkang dari
Atau malah ada diantara hiruk pikuk dan gegap ribuan massa yang ngumpul di depan hotel Soerabaja mendengar orasi Bung Tomo yang fenomenal itu? – Ah…saya jadi pengungsi aja deh, yang mbawa bakul berisi pakaian J -
atau saya akan menjadi wanita berambut lurus dan panjang, dengan celana cutbray, tengah tipsi bareng temen-temen di dalam ruangan yang full musik dan penuh dengan asap rokok? – tapi yang ini nggak mungkin juga, secara rambut saya keriting banget dan saya benci dengan asap rokok ..hehehe-
Tapi mungkin saya hanya menjadi diri saya sendiri. Seseorang yang hobi-nya ‘menjelajah’ kemana aja. Yang masih tetep suka dengan kucing. Yang masih cinta dengan
Jadi, kalaupun kalian kenal dengan saya, dimanapun itu, kapanpun itu, entah di jaman penjajahan Belanda, entah di jaman Jepang, masa kemerdekaan atau di tahun 60-an. Percayalah, kalian akan tetap mengenali saya. There’s still me inside. Masih tetap saya walau tampil dengan kebaya, konde, baju karung goni, atau celana cutbray.
Itu hanya masalah casing maan! J
-tulisan ini terinspirasi waktu motret stat. tanjung Priok akhir mei lalu-