“Ciciiiiii … sini.. foto dooong”
hihihi.. dipanggil cici’ (cici, sebutan untuk kakak perempuan,red) kontan saya langsung mengambil posisi di sebelahnya. Nyengir bareng dan say … “Cheeeeeseeee!”
Namanya Lina, Saya perkirakan sih umurnya belum genap 20 tahun. Cewek oriental berkulit kuning dan bermata sipit ini saya kenal gara-gara saya sering nongol di Chinese Buffet. Dua blok jauhnya dari tempat saya tinggal saat ini.
Inilah nasib nggak jelas seorang ibu RT yang tugas setrika dan cuci-nya sudah selesai sejak dua hari lalu J Hari itu jadilah saya bersama Lina menuju downtown. Hari itu hari liburnya. Kerja sebagai kasir nyaris 12 jam sehari 6 hari dalam seminggu. Wajar kalau saat itu ingin sedikit nyantai. Kami nggak sendiri, masih ada Hendrik dan Eddy, yang bekerja sebagai pelayan direstoran yang sama, bergabung dengan kami.
Lina anak ketiga dari enam bersaudara. Cewek semua. Tinggal di kawasan kota, Jakarta Pusat. Kedua orang tuanya membuka toko tidak jauh dari depan rumah mereka.
“Ada gossip apa di Indo?” Sudah dua tahun ini ada di Amerika. Kangen. Tapi harus ditahan.
”mmmm… %&*(&)()#()*@_)(_)N >>*))(*)*(#__#*” hehehe.. hafal diluar kepala J *tapi demi menjaga kerahasiaan informasi, maka saya samarkan disini. Maaf lho pembacaaa…
“Usaha apa enaknya ya Ci?” tanyanya lagi meminta pendapatku.
Aduh, aku jadi tersipu-sipu Secara aku orang yang buta untuk urusan ini.
“ Buka restoran kali ya?” Jawabnya sendiri.
Dibantu sebuah agen, ia masuk ke negara ini dengan visa pelajar. Disini, sudah ada agen lain yang datang menyambut, dan menyalurkannya ke restoran yang membutuhkan. Ilegal, sudah pasti. Tapi yaaah..seperti umumnya hukum pasar, ada yang jual, pasti ada beli. Mereka butuh tenaga kerja yang mau dibayar murah dan Lina butuh uangnya J
Lina mungkin tidak terlalu terbuka seperti halnya Eri. Eri orangnya ramah. Keliatan sekali kalo dia kangen ngobrol dengan bahasa tanah airnya.
Eri, juru masak. Sulung dari empat bersaudara. Niatnya hanya satu : ingin memperbaiki nasib keluarga. Maka dijualah rumah dan pinjam uang kanan kiri. uang 40juta diberikan kepada agen yang menawarkan pekerjaan di amerika. Nggak hanya itu, masih ditambah beberapa ratus dolar lagi ketika tiba disini. Masuk dengan visa kunjungan sebagai seorang pelaut. Sempat ditangkap ketika pesawatnya mampir di Singapura. Tapi anehnya lolos di imigrasi.
Hanya berbekal tas kecil, dua lembar pakaian, dua lembar celana dan sisa uang 300 usd. Ia paksakan kerja nyaris 12 jam sehari. Digaji 2000 usd perbulan *belum termasuk tip yang diterima dari pengunjung restoran* Biaya hidup bisa ditekan, karena makan dan pondokan ditanggung oleh pemilik resto. Tinggal di sebuah kamar, berempat bersama pekerja illegal lainnya. Tentunya tidak memakan waktu lama untuk mengembalikan semua hutang-hutangnya.
Dan mulai menabung. Tunda semua rasa kangen dengan keluarga. Tunda dulu mimpi untuk segera pulang, Nabung terus!!!
“Kalo sakit Mas?” tanyaku. Sudah pasti nggak ada asuransi kesehatan.
“Ya jangan sakit” jawabnya singkat. “Obat-obatan mahal!”
Selalu ada kisah diantara ribuan kisah lainnya. Lina atau Eri ini hanyalah salah satu dari ribuan saudara-saudara kita sendiri yang mengadu nasib dan datang ke negara ini.
Negara penuh harapan. Hiks! Sedih ngeliatnya. Padahal (katanya) negara kita itu gemah ripah lohjinawi lho…. J
Simi valley 20 des 06 (tulisan ini saya persembahkan untuk Cahyo ..my little Bro.. this is for U!)