Hari kelima
15.30 sore (in the middle of nowhere)
“Ini longsoran yang keberapa ya?” tanyaku sambil menoleh kebelakang. Kayaknya dari tadi, aku terus menerus mengulang ritual yang sama. Melewat longsoran tanah *serem juga kalo dipikir* melompati beberapa gelondong kayu. Menyibak ranting-ranting yang sudah mengering dan kembali menemukan jalur. Memasuki vegetasi pepohonan dan bertemu lagi dengan longsoran tanah….huaaa!!? Again?
“Udah dua belas kali Ries.” Jawab Ivan kalem. “Nggak percaya?” lanjutnya lagi begitu melihat ekspresiku.
“Mari kita ulangi lagi dari awal…hehehehe..!!”
Huuuuuuuu!!! Nggak mutuuuuuu!!!!!
Jujur, ini jalur terindah yang pernah aku temui. Setiap detik, selalu mengejutkan. Sejak kami turun dari danau sejak pukul delapan pagi tadi, Kami selalu disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya.
Turun menyusuri sungai Lokok Putih, mampir ke Goa Susu, merasakan aliran air hangat, melewati Propok, menyeberangi sungai kering yang penuh dengan batuan dan diikuti si raja monyet! *hehehe..dipancing kacang juga sih* hingga diiringi lambaian selamat tinggal olehnya (sedih kali yeee?) kami kemudian menyeberang sungai yang deras alirannya. Naik melipir punggungan, melewati
(Humph!)
21.00 malam (di ds. Torean)
”Ries! Pakai bantal dulu!” kayaknya sih sayup-sayup aku denger suara Joe bilang begitu. Kami menumpang tidur di berugak milik salah seorang penduduk. Yang aku inget sih, pagi-pagi begitu bangun, udah ada bantal di kepalaku. *dibawah kepalaku maksudnya J* Malam itu aku tidur dengan nyenyaknya. Menyisakan mimpi tentang Rinjani di belakang. Rinduku terbalas sudah. Someday, hopely… aku datang lagi yaaa…
Kemayoran, 19 Mei 2006 22.19 wib (Rinjani 11-15 April 2006, along with Joe and Ivan)
Jalur Torean merupakan jalur ‘menyusur’ Sungai Lokok Putih. Sungai ini diapit oleh punggungan Gunung Sangkareang dan bukit Sembalun. Dari Danau Segara Anak jalur turun menuju Torean tidak begitu jauh dari jalur menuju Plawangan Sembalun. Dimulai dengan melewati satu bukit. Jalur terbuka penuh dengan
Bila masih ada waktu, sempatkan untuk berkunjung kesana. Tidak sampai 5 menit perjalanan naik, kita akan melewati beberapa kalak (kolam) aliran air panas yang ada di depan goa susu dan biasa digunakan peziarah untuk berendam. Sayangnya, ketika kami berada disana (awal April 2006) keadaanya sudah rusak total. Hanya tersisa satu atau dua buah kolam saja.
Sejam kemudian, tibalah kami di daerah yang disebut Propok. Tempat ini merupakan pertemuan tiga aliran sungai. Daerah ini luas sekali. Kami berjalan ditengah sungai kering yang penuh dengan batuan besar dan dilingkung oleh dua punggungan. Pemandangannya sungguhlah indah. Tidak jauh dari situ terlihat jelas air terjun hulu dari Lokok Putih. Selepas dari Goa Susu tadi jalur terus mengikuti parit aliran air panas, memotong satu punggungan bukit dan terus berjalan mengikuti aliran sungai. Mulanya jalur tepat berada di tepian sungai yang cukup lebar, kemudian kami justru berjalan di tengah sungai kering.
Meninggalkan Propok, jalur masih berupa aliran sungai kering yang didominasi oleh batuan. Sungai ini cukup lebar, sekitar 20-30 meter. Sempat diikuti oleh si raja monyet yang cukup penasaran J. Kami terus berjalan hingga bertemu dengan bagian sungai yang deras airnya. Menyeberanginya dan terus berjalan naik meninggalkan sungai.
Jalur terus berpindah dari lereng sebuah punggungan bervegetasi rendah. Beberapa kali menuruni lembah dan naik kembali melewati pinggang punggungan. Jalur sempit dan licin, namun cukup jelas. Sejam kemudian kami masih melipir di punggungan tebing. Di bawah
Empat puluh
Satu jam kemudian kami mulai memasuki vegetasi hutan rapat. Sering jalur jalur hilang akibat longsoran tanah dan batang pohon. Beberapa kali jalur naik dan turun memotong sungai kering atau sungai dengan aliran air yang tidak begitu besar. Menuju pos 1, jalur jelas sekali dan amat sangat rapat oleh pepohonan. Di beberapa tempat ada tempat cukup luas untuk mendirikan tenda. Jalur relatif bersih, walau sering ditemui sampah berupa bungkus permen. Satu setengah jam kemudian, tibalah kami di pos 1. Di tempat ini, ada sebuah pondok tanpa dinding yang dapat dipergunakan untuk beristirahat. Di depannya, ada sebuah papan yang berisi tulisan : Anda telah berada dalam wilayah Taman Nasional Gunung Rinjani.
Selepas dari pos 1, jalur masih terus naik dan turun memotong aliran sungai. Kurang lebih sekitar satu jam perjalanan menembus rapatnya hutan, jalur semakin lebar dan mulai memasuki areal perladangan penduduk. Dari titik ini, puncak Rinjani dan Plawangan Sembalun, nampak jelas sekali. Masih terus melewati ladang dan rumah ladang milik penduduk. Ikuti saja pipa air yang ada disisi jalur. Menjelang desa Torean akan ditemui percabangan, bila ke arah kanan akan menuju kampung Sajang, sedangkan ke kiri menuju Torean. Sejam kemudian kami sudah tiba di dusun Torean.
Di dusun ini tidak terlalu banyak penduduknya.
Dari Torean menuju Mataram dapat ditempuh dengan menggunakan ojek hingga Pasar Anyar, Bayan. Dengan biaya sebesar Rp 15,000 melewati jalan aspal dua jalur yang rusak berat disana sini. Perjalanan ditempuh kurang lebih selama satu jam dengan pemandangan lepas ke arah ladang dan laut utara. Di pasar tersebut, terdapat kendaraan L-300 yang langsung menuju Mataram dengan waktu tempuh sekitar 3-4 jam perjalanan biaya perorangnya sebesar Rp 15,000.
pengen liat fotonya? monggoooo... nyambung ke :